Jumat, 20 Desember 2013

Jakarta Sudah Tak Kuat Lagi

Jakarta Sudah Tak Kuat Lagi
Tim Kompas  ;    Wartawan Kompas
KOMPAS,  20 Desember 2013




DALAM satu tahun terakhir Jakarta—atau lebih tepatnya kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi—masih berkutat pada masalah yang sama.
Kemacetan dan banjir selalu menyengsarakan semua warga kota. Belum lagi jika bicara masalah air bersih, sampah, sampai ke persoalan sosial masyarakat kota seperti kemiskinan dan angka kriminalitas yang tinggi.
Jakarta sedemikian sesak oleh persoalan, sesesak jejalan sekitar 10 juta warganya, ditambah lebih dari 2 juta orang komuter dari kawasan sekitar.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui bahwa beban yang ditanggung Jakarta, yang satu kesatuan dengan Bodetabek, sudah melebihi kemampuan yang dimiliki kota ini.
”Kita tidak pernah bayangkan Jakarta berisi lebih dari 10 juta orang. Akhirnya kota tidak dirancang untuk menampung orang sebanyak itu. Kelebihan beban, ya, sudah pasti,” ujarnya.
Tidak ada integrasi yang jelas antara wilayah Jakarta dan sekitarnya. Basuki pun mengakui bahwa lembaga Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek belum menghasilkan output yang signifikan. Kepala daerah di Jabodetabek pun sangat jarang duduk bersama membahas persoalan-persoalan yang dihadapi. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pernah bertemu dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Akan tetapi, tindak lanjut secara nyata dari pertemuan itu sepertinya belum terlihat.
Memang ketiga gubernur itu tak akan bisa bergerak bersama tanpa kejelasan kerja sama dan payung hukum serta program yang jelas di tingkat pemerintah pusat sebagai induk lembaga yang membawahkan Jabodetabek. Puluhan miliar uang yang digelontorkan DKI sebagai dana hibah untuk membantu pembangunan di kawasan sekitar bagai air dituang ke tumpukan pasir.
Saling bergantung
Selama ini setiap tahun DKI Jakarta menghibahkan dana kepada sembilan kabupaten/kota di sekitarnya, yaitu Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, dan Kabupaten Cianjur. Tahun 2013, APBD DKI Jakarta mengalokasikan dana hibah Rp 45 miliar untuk kabupaten/kota tersebut.
”Besarnya tidak sama untuk setiap kabupaten dan kota. Seperti tahun ini alokasi untuk Kabupaten Bogor Rp 8 miliar guna pembongkaran vila di kawasan resapan,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Sarwo Handayani.
APBD DKI Jakarta juga mengalokasikan dana untuk BKSP Jabodetabek sebesar Rp 2 miliar. Sarwo mengatakan, kerja sama Jakarta dengan daerah sekitarnya didasarkan atas sinergi dan diharapkan hasilnya positif. Namun, dana yang dibayarkan dan upaya yang telah atau sedang dilakukan DKI saat ini laksana deret hitung melawan deret ukur. Masalahnya sendiri terus menggelembung.
Bupati Bogor terpilih Rachmat Yasin dan Wali Kota Bogor terpilih Bima Arya Sugiarto mengatakan, jumlah penduduk di kedua daerah itu mencapai 4,5 juta jiwa. Ditambah dengan penduduk Kota Depok, total jumlah warga di ketiga daerah yang bertetangga dekat dengan Jakarta itu mencapai sekitar 5,5 juta.
Berdasarkan data JUTPI (Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration) dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada 2012, Kota Bogor-Kabupaten Bogor-Kota Depok setiap hari menyumbang 2.246.000 perjalanan oleh 1.185.403 orang per hari ke Ibu Kota. Jumlah itu sekitar 20 persen dari keseluruhan penduduk di ketiga daerah tersebut. Sekitar 80 persen perjalanan menggunakan kendaraan pribadi yang menyesaki ruas-ruas jalan. Ibaratnya, sebagian besar dari 24 jam waktu warga dari sekitar Jakarta dihabiskan di kota ini dan mereka hanya menumpang tidur di rumah mereka di luar Jakarta.
Hal itu menunjukkan tingkat ketergantungan yang amat tinggi antara daerah sekitar dan pusat ekonomi, yaitu Jakarta. Kondisi itu memang aneh, ketika saling ketergantungan sedemikian besar terjadi, tidak ada kebijakan terintegrasi antardaerah untuk bersama-sama mengatasi masalah.
Akibatnya, kawasan di sekitar Jakarta turut menanggung masalah yang sama dengan Jakarta. Kota Bogor, misalnya, kata Bima, setiap hari menderita kerugian sebesar Rp 713 juta akibat kemacetan lalu lintas.
Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, tanpa ada kebijakan pembangunan angkutan massal yang saling terintegrasi antarkota di wilayah Jabodetabek, kemacetan total tidak hanya akan terjadi di Jakarta, tetapi juga di daerah sekitarnya.
Akan lumpuh
Bahkan, Firdaus Ali, pakar teknik lingkungan dari Universitas Indonesia, beberapa kali menegaskan butuh kesatuan regulasi soal penataan ruang serta pengawasan yang ketat antarkawasan di Jabodetabek. Suatu penegasan berdasarkan fakta adanya hubungan saling bergantung ini sejak jauh-jauh hari sebenarnya sudah disadari oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah di Jabodetabek.
Namun, selalu saja tidak ada kemajuan dalam proses membina hubungan baik dan saling kerja sama. Dengan kondisi yang semakin buruk dan tidak efisien itu, pada akhirnya rakyat juga yang harus menanggung beban bencana tersebut.
Akankah di tahun depan kebuntuan ini bisa diakhiri?
Rakyat akan melihat sendiri nanti apakah ego sektoral setiap pihak masih jadi batu sandungan dalam menjalin hubungan antardaerah. Jika masih berlangsung, para ahli memprediksi suatu saat akan terjadi ledakan masalah yang membuat Jakarta lumpuh.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar