Sabtu, 21 Desember 2013

Ibu Tegar di Zaman Goyah

Ibu Tegar di Zaman Goyah

Yuli Anita  ;    Penulis cerpen, novel, dan komik anak
serta guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Bintang Cilik, Malang
JAWA POS,  21 Desember 2013

  

BERADA dalam situasi ekonomi yang tidak menentu saat ini, ibu bijak selalu siap dengan peluit di tangan. Meloloskan anggaran keluarga yang penting dan rasional, menyemprit anggaran yang akan membahayakan ketahanan ekonomi keluarga. Saat rupiah terdepresiasi tajam seperti sekarang ini, ibu yang bijak akan meminta anak, suami, serta dirinya sendiri menahan dulu rencana pembelian barang impor. Sebab, jika tidak, kantong bisa jebol. 

Dampak kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu menembus dinding dapur keluarga. Ibu yang bijak bersikap tenang namun kreatif. Saat harga daging sapi mahal, makanan berbahan daging menghilang sementara dari menu keluarga. Ibu menggantinya dengan makanan bergizi lainnya yang terjangkau. 

Saat harga cabai mahal, ibu menurunkan tingkat kepedasan masakannya. Sambal yang dulu hadir tiap hari menjadi hanya tiga kali dalam seminggu. Ketika harga beras makin tinggi, ibu mengajak keluarga berpuasa Senin-Kamis; selain berhemat, juga berpahala. Jika keuangan negara diatur para ahli ekonomi, untuk keuangan keluarga, ibulah ahlinya.

Ibu adalah manajer dalam keluarga. Menyempurnakan peran ayah, ibu merupakan sosok yang sangat berperan dalam menentukan masa depan keluarga. Betapa tidak, ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Sejak terlahir ke dunia, ibu paling dominan menanamkan kelembutan sekaligus ketangguhan kepada anak. Mengenalkan anak kepada Sang Pencipta. Mengajarkan kesopanan dan moral yang terpuji.

Ibu berperan menjadi istri pendorong suami berprestasi di tempatnya bekerja, mengelola APBK (anggaran pendapatan dan belanja keluarga) dengan bijak. Dan, ini kian penting sekarang, menjadi pengingat pertama saat suami menunjukkan gelagat yang tidak terhormat. Demi menjadi keluarga yang berbahagia dan terhormat, fondasi bangsa yang bermartabat.

Sebagaimana disebut Mubarok Institute, bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang rakyatnya memiliki taraf hidup yang layak. Hidup aman dan hak asasinya terjamin. Pemerintahnya bersih dari praktik-praktik kotor korupsi. Pendidikannya maju. Lingkungannya tertib dan sehat. Memiliki kebudayaan dan karakter bangsa yang menjadi jati diri bangsa serta berpegang teguh kepada etiket dan moral yang kuat sehingga disegani bangsa lain.

Di sini ibu punya peran yang perlu diperkuat. Pengetahuan perlu dimiliki ibu agar bisa menjalankan tugas ini dengan baik. Ibu yang hebat tidak akan segan membaca buku untuk belajar ilmu ekonomi. Membaca koran untuk mengetahui situasi dan dampak suatu kebijakan ekonomi.

Saat koran ini gencar memberitakan kasus korupsi, ibu yang hebat akan selalu mengingatkan keluarga agar bekerja jujur dan amanah. Tidak cukup itu, anti merongrong suami dengan aneka kebutuhan yang remeh-temeh yang ujung-ujungnya memaksa suami untuk korupsi. Ibu yang hebat tidak segan belajar ilmu psikologi agar bisa menyikapi dengan bijak setiap problem keluarga dan hadir dalam setiap permasalahan anak. Anti melakukan KDRT sehingga meninggalkan memori yang baik pada anak. 

Ibu yang hebat antusias belajar ilmu matematika, biologi, fisika, sosial, bahasa, dan lainnya agar menjadi teman belajar yang cerdas bagi anak-anaknya. Ibu yang hebat akan belajar ilmu kesehatan dan gizi agar mampu menjaga kesehatan keluarga dengan menyiapkan makanan bergizi. Ibu yang hebat pun tidak akan malas belajar ilmu agama demi membangun keluarga yang beriman dan bertakwa. Namun, tidak berarti ibu yang tidak memiliki akses belajar ilmu-ilmu tersebut tidak bisa menjadi ibu yang hebat. Banyak cerita sukses dari seorang ibu yang miskin dan sederhana. Kemiskinan tidak membuatnya miskin orientasi hidup dan loyo. Dari tangannya lahir tokoh-tokoh besar dunia. 

Peran ganda banyak dimainkan perempuan Indonesia masa kini. Di samping sebagai ibu, mereka adalah para pekerja profesional yang kemampuannya tidak diragukan lagi. Bekerja di luar rumah berarti menggerus waktu yang disediakan untuk anak dan suami di rumah. Perempuan bekerja sangat diharapkan mampu menyiasati hal itu dengan baik agar tetap menjadi ibu yang hebat dalam keluarga. 

Sejarah Hari Ibu di Indonesia berhubungan dengan penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Jogjakarta. Waktu itu, sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Pulau Jawa dan Sumatera berkumpul untuk mewujudkan negara merdeka dan memperbaiki nasib kaum perempuan. 

Tercatat dalam sejarah, pelopor dalam Komite Kongres adalah 10 tokoh, yakni Ismudiati (Wanita Oetama), RA Sukonto (Wanita Oetama), Sunarjati (Poetri Indonesia), Sujatin (Poetri Indonesia), Nyi Hajar Dewantara (Taman Siswa), St Sukaptinah (Jong Islamieten Bond), St Munjiah (Aisyiyah), St Hajinah (Aisyiyah), RA Hardjadiningrat (Wanita Katolik), dan B. Murjati (Jong Java). Peristiwa itu dijadikan salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Bibit kemerdekaan ditanamkan. Di setiap akhir pidato mereka memekikkan, ''Merdeka, sekarang!''

Kala itu, para perempuan Indonesia telah sadar dan berani memikirkan berbagai isu demi mendukung kemerdekaan bangsa Indonesia. Kini kaum perempuan setidaknya harus mampu memerdekakan keluarganya agar tak terpapar segala dampak negatif peradaban bendawi nan dangkal. Selamat Hari Ibu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar