BERADA dalam situasi ekonomi yang tidak menentu
saat ini, ibu bijak selalu siap dengan peluit di tangan. Meloloskan
anggaran keluarga yang penting dan rasional, menyemprit anggaran yang
akan membahayakan ketahanan ekonomi keluarga. Saat rupiah terdepresiasi
tajam seperti sekarang ini, ibu yang bijak akan meminta anak, suami,
serta dirinya sendiri menahan dulu rencana pembelian barang impor. Sebab,
jika tidak, kantong bisa jebol.
Dampak kenaikan harga BBM beberapa waktu
lalu menembus dinding dapur keluarga. Ibu yang bijak bersikap tenang
namun kreatif. Saat harga daging sapi mahal, makanan berbahan daging
menghilang sementara dari menu keluarga. Ibu menggantinya dengan makanan
bergizi lainnya yang terjangkau.
Saat harga cabai mahal, ibu menurunkan
tingkat kepedasan masakannya. Sambal yang dulu hadir tiap hari menjadi
hanya tiga kali dalam seminggu. Ketika harga beras makin tinggi, ibu
mengajak keluarga berpuasa Senin-Kamis; selain berhemat, juga berpahala.
Jika keuangan negara diatur para ahli ekonomi, untuk keuangan keluarga,
ibulah ahlinya.
Ibu adalah manajer dalam keluarga.
Menyempurnakan peran ayah, ibu merupakan sosok yang sangat berperan dalam
menentukan masa depan keluarga. Betapa tidak, ibu adalah sekolah pertama
bagi anak-anaknya. Sejak terlahir ke dunia, ibu paling dominan menanamkan
kelembutan sekaligus ketangguhan kepada anak. Mengenalkan anak kepada
Sang Pencipta. Mengajarkan kesopanan dan moral yang terpuji.
Ibu berperan menjadi istri pendorong suami
berprestasi di tempatnya bekerja, mengelola APBK (anggaran pendapatan dan
belanja keluarga) dengan bijak. Dan, ini kian penting sekarang, menjadi
pengingat pertama saat suami menunjukkan gelagat yang tidak terhormat.
Demi menjadi keluarga yang berbahagia dan terhormat, fondasi bangsa yang
bermartabat.
Sebagaimana disebut Mubarok Institute,
bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang rakyatnya memiliki taraf hidup
yang layak. Hidup aman dan hak asasinya terjamin. Pemerintahnya bersih
dari praktik-praktik kotor korupsi. Pendidikannya maju. Lingkungannya tertib
dan sehat. Memiliki kebudayaan dan karakter bangsa yang menjadi jati diri
bangsa serta berpegang teguh kepada etiket dan moral yang kuat sehingga
disegani bangsa lain.
Di sini ibu punya peran yang perlu
diperkuat. Pengetahuan perlu dimiliki ibu agar bisa menjalankan tugas ini
dengan baik. Ibu yang hebat tidak akan segan membaca buku untuk belajar
ilmu ekonomi. Membaca koran untuk mengetahui situasi dan dampak suatu
kebijakan ekonomi.
Saat koran ini gencar memberitakan kasus
korupsi, ibu yang hebat akan selalu mengingatkan keluarga agar bekerja
jujur dan amanah. Tidak cukup itu, anti merongrong suami dengan aneka
kebutuhan yang remeh-temeh yang ujung-ujungnya memaksa suami untuk
korupsi. Ibu yang hebat tidak segan belajar ilmu psikologi agar bisa menyikapi
dengan bijak setiap problem keluarga dan hadir dalam setiap permasalahan
anak. Anti melakukan KDRT sehingga meninggalkan memori yang baik pada
anak.
Ibu yang hebat antusias belajar ilmu
matematika, biologi, fisika, sosial, bahasa, dan lainnya agar menjadi
teman belajar yang cerdas bagi anak-anaknya. Ibu yang hebat akan belajar
ilmu kesehatan dan gizi agar mampu menjaga kesehatan keluarga dengan
menyiapkan makanan bergizi. Ibu yang hebat pun tidak akan malas belajar
ilmu agama demi membangun keluarga yang beriman dan bertakwa. Namun,
tidak berarti ibu yang tidak memiliki akses belajar ilmu-ilmu tersebut
tidak bisa menjadi ibu yang hebat. Banyak cerita sukses dari seorang ibu
yang miskin dan sederhana. Kemiskinan tidak membuatnya miskin orientasi
hidup dan loyo. Dari tangannya lahir tokoh-tokoh besar dunia.
Peran ganda banyak dimainkan perempuan
Indonesia masa kini. Di samping sebagai ibu, mereka adalah para pekerja
profesional yang kemampuannya tidak diragukan lagi. Bekerja di luar rumah
berarti menggerus waktu yang disediakan untuk anak dan suami di rumah.
Perempuan bekerja sangat diharapkan mampu menyiasati hal itu dengan baik
agar tetap menjadi ibu yang hebat dalam keluarga.
Sejarah Hari Ibu di Indonesia berhubungan
dengan penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember
1928 di Jogjakarta. Waktu itu, sekitar 30 organisasi perempuan dari 12
kota di Pulau Jawa dan Sumatera berkumpul untuk mewujudkan negara merdeka
dan memperbaiki nasib kaum perempuan.
Tercatat dalam sejarah, pelopor dalam
Komite Kongres adalah 10 tokoh, yakni Ismudiati (Wanita Oetama), RA
Sukonto (Wanita Oetama), Sunarjati (Poetri Indonesia), Sujatin (Poetri
Indonesia), Nyi Hajar Dewantara (Taman Siswa), St Sukaptinah (Jong
Islamieten Bond), St Munjiah (Aisyiyah), St Hajinah (Aisyiyah), RA
Hardjadiningrat (Wanita Katolik), dan B. Murjati (Jong Java). Peristiwa
itu dijadikan salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum
perempuan Indonesia. Bibit kemerdekaan ditanamkan. Di setiap akhir pidato
mereka memekikkan, ''Merdeka, sekarang!''
Kala itu, para perempuan Indonesia telah
sadar dan berani memikirkan berbagai isu demi mendukung kemerdekaan
bangsa Indonesia. Kini kaum perempuan setidaknya harus mampu memerdekakan
keluarganya agar tak terpapar segala dampak negatif peradaban bendawi nan
dangkal. Selamat Hari Ibu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar