Partai politik (parpol) bertugas
untuk menyalurkan kebaikan kepada masyarakat. Sayangnya, sering kali
parpol miskin menawarkan gagasan perubahan nyata. Wajar karena parpol
juga mempunyai fungsi sebagai alat perjuangan kekuasaan (the struggle of power).
Padahal, harapan kepada peran parpol
sangat signifikan dalam sistem politik di Indonesia. Parpol seharusnya
tidak hanya menjadi saluran partisipasi politik warga negara, tetapi juga
untuk mengintegrasikan para individu dan kelompok dalam masyarakat ke
dalam sistem politik. Parpol tidak hanya berperan dalam mempersiapkan
para kader calon pemimpin bangsa dalam lembaga legislatif atau eksekutif,
tetapi juga memperjuangkan kebijakan publik berdasarkan aspirasi dan
kepentingan masyarakat.
Parpol memerlukan sumber daya agar dapat
bertahan dan mengoperasikan struktur dasar partai untuk merepresentasi
rakyat, mengembangkan kapasitas bersaing dalam pemilu, dan berkontribusi
secara kreatif dalam perdebatan kebijakan publik. Proses politik
demokratis tidak dapat berlangsung tanpa sumber keuangan. Oleh karena
itu, parpol memerlukan dana yang cukup besar untuk dapat melaksanakan
fungsinya, baik sebagai jembatan antara masyarakat dan negara maupun
sebagai peserta pemilu. Sayangnya, kebutuhan parpol Sayangnya, kebutuhan
parpol terhadap dana besar agar bisa memenangi pemilu dan ketiadaan badan
usaha parpol telah mendorong para politikus untuk berlaku menyimpang.
Kemandirian
Parpol
Parpol membutuhkan sumber pendanaan besar
agar mesin politik dapat berfungsi secara maksimal dalam mendulang suara
pemilih. Parpol harus mencari cara agar eksistensi mereka tetap terjaga
baik dalam masyarakat dan mampu meraih suara signifikan dalam pemilu.
Awalnya parpol secara konvensional
menarik sumbangan dari para anggota mereka melalui iuran, tetapi tidak
efektif. Seiring dengan kian mahalnya biaya operasional dan kampanye
pemilu, parpol mulai mencari donasi dari lingkungan eksternal. Kini
hampir seluruh parpol di banyak negara mengandalkan sumber dana dari
sumbangan perseorangan dan perusahaan untuk membiayai kegiatan
operasional dan kampanye pemilu. Dalam situasi seperti itu, parpol
menghadapi masalah kemandirian.
Pengaruh pihak penyumbang memungkinkan untuk mengubah arah perjuangan
parpol tersebut sehingga menomorduakan ideologi dan kepentingan rakyat.
Masuknya dana besar ke parpol dari para penyumbang itu sering kali bukan
donasi ikhlas tanpa tuntutan imbal balik.
Dapat dipastikan, para penyumbang
berharap adanya keuntungan yang akan didapatkan dari parpol melalui
pengambilan kebijakan atau penggunaan wewenang lain yang dimiliki para
kader parpol yang berhasil duduk di legislatif dan eksekutif. Pada titik
itulah donasi keuangan parpol perlu diatur demi menjaga kemandirian
parpol untuk memperjuang kan kepentingan pemilih atau rakyat, bukan
memperjuangkan kepentingan para penyumbang.
UU Parpol memang telah mengatur sumber
keuangan parpol. Ada tiga sumber keuangan parpol. Pertama, iuran anggota
parpol yang bersangkutan. Jumlah besaran iuran ditentukan secara
internal. Tidak ada jumlah tertentu yang diharuskan UU mengenai besaran
iuran anggota. Namun, tidak banyak parpol yang menjalankan mekanisme itu
secara teratur. Pengumpulan iuran anggota sulit dilakukan secara teratur.
Kedua, sumbangan yang sah menurut hukum.
Terkait dengan hal itu, Pasal 35 UU Nomor 2 Tahun 2011 memaparkan tiga
poin sumbangan yang dimaksud: a) perseorangan anggota partai politik yang
pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART; b) perseorangan bukan anggota
partai politik, paling banyak senilai Rp1.000.000.000 per orang dalam
waktu satu tahun anggaran; dan c) perusahaan dan/atau badan usaha, paling
banyak senilai Rp7.500.000.000 perusahaan dan/atau badan usaha dalam
waktu satu tahun anggaran.
Ketiga, bantuan keuangan dari anggaran
pendapatan belanja negara (APBN)/anggaran pendapatan belanja daerah
(APBD). Bantuan keuangan dari APBN/APBD diberikan secara proporsional
kepada partai politik yang mendapatkan kursi di DPR, DPRD provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota dengan didasarkan pada jumlah perolehan suara.
Akan tetapi, karena agenda politik setiap
parpol sangat banyak, seperti pemilu legislatif, pemilihan presiden, dan
pemilihan umum kepala daerah yang memerlukan dana sangat besar, sumber
keuangan parpol sebagaimana diatur dalam UU tersebut belum mencukupi dan
memadai. Biaya politik yang sangat mahal mendorong parpol berlomba-lomba
untuk memperebutkan sumber-sumber uang di pemerintahan.
Uang negara dipandang sebagai sumber uang
tambahan yang sangat potensial. Parpol pun mulai melakukan perburuan
pemasukan keuangan melalui kader-kader mereka di lembaga legislatif dan
eksekutif dan mengambil dana dari perusahaan-perusahaan. Perburuan modal
segar yang dilakukan itu jelas merugikan rakyat karena menggerogoti
kebijakan dan anggaran negara melalui pemanfaatan jabatan atau akses
politik.
Pentingnya
Badan Usaha
Politik ialah sebuah jalan panjang. Untuk
menciptakan iklim politik yang sehat tanpa korupsi, parpol dituntut untuk
lebih keras lagi melakukan langkah-langkah jangka panjang. Parpol
dituntut untuk melakukan kerja politik secara cermat dan sistematis; baik
kepada internal partai melalui penciptaan kader yang memiliki integritas
maupun pendidikan politik yang serius kepada rakyat.
Untuk mengatasi ketiadaan sumber
pendanaan yang memadai, sudah selayaknya parpol memiliki badan usaha.
Tentunya, pengaturan pendirian badan usaha parpol itu harus disertai
dengan sejumlah rsyaratan ketat yang bisa menutup kemungkinan terjadinya
praktik korupsi.
Di sejumlah negara yang lebih maju,
parpol diperbolehkan untuk memiliki badan usaha. Namun, dengan catatan,
parpol tersebut melakukan upaya pendidikan politik kepada masyarakat
secara konsisten, badan usaha itu harus transparan dan sesuai dengan
aturan, serta wajib memiliki audit independen terhadap keuangan. Sebagai
contoh, di Inggris, partai yang telah terdaftar harus melaporkan
sumbangan dan pinjaman setiap tiga bulan sekali dalam 30 hari setelah
akhir kalender. Laporan keuangan juga dilakukan setiap minggu selama
pemilu untuk parlemen. Partai tersebut juga berkewajiban untuk
memublikasikan laporan keuangan.
Selain itu, penerapan sanksi atas
ketidakpatuhan dalam pelaporan pertanggungjawaban bantuan keuangan perlu
dipertimbangkan. Sebagian besar negara memberlakukan sanksi administratif
terhadap parpol yang melanggar aturan-aturan tersebut. Sanksi
administratif itu dimulai dari yang terberat seperti pembubaran partai,
yang sedang seperti pelarangan mengikuti pemilu, atau yang ringan seperti
tidak mendapatkan bantuan dari negara.
Sebagian negara juga memberlakukan sanksi
pidana terhadap pelanggaran-pelanggaran itu dan prosesnya melalui
pengadilan pidana. Negara-negara yang memberlakukan sanksi pidana itu
antara lain Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Ceko, Kanada, Portugal,
Filipina, dan Thailand.
Yang perlu kita perhatikan saat ini ialah
parpol masih bisa diharapkan sebagai institusi publik yang mempunyai
peran dalam menjaga demokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang
bersih, jujur, dan bebas korupsi. Karena itu, transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan parpol menjadi hal yang penting untuk
diwujudkan. Wacana pentingnya badan usaha parpol perlu didukung. Mungkinkah
kemandirian kinerja parpol sejalan dengan kedewasaan demokrasi? Patut
dicoba. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar