Sabtu, 13 April 2013

Badan Usaha dan Kemandirian Parpol


Badan Usaha dan Kemandirian Parpol
Ali Masykur Musa  ;  Ketua Umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
MEDIA INDONESIA, 13 April 2013


Partai politik (parpol) bertugas untuk menyalurkan kebaikan kepada masyarakat. Sayangnya, sering kali parpol miskin menawarkan gagasan perubahan nyata. Wajar karena parpol juga mempunyai fungsi sebagai alat perjuangan kekuasaan (the struggle of power).

Padahal, harapan kepada peran parpol sangat signifikan dalam sistem politik di Indonesia. Parpol seharusnya tidak hanya menjadi saluran partisipasi politik warga negara, tetapi juga untuk mengintegrasikan para individu dan kelompok dalam masyarakat ke dalam sistem politik. Parpol tidak hanya berperan dalam mempersiapkan para kader calon pemimpin bangsa dalam lembaga legislatif atau eksekutif, tetapi juga memperjuangkan kebijakan publik berdasarkan aspirasi dan kepentingan masyarakat.

Parpol memerlukan sumber daya agar dapat bertahan dan mengoperasikan struktur dasar partai untuk merepresentasi rakyat, mengembangkan kapasitas bersaing dalam pemilu, dan berkontribusi secara kreatif dalam perdebatan kebijakan publik. Proses politik demokratis tidak dapat berlangsung tanpa sumber keuangan. Oleh karena itu, parpol memerlukan dana yang cukup besar untuk dapat melaksanakan fungsinya, baik sebagai jembatan antara masyarakat dan negara maupun sebagai peserta pemilu. Sayangnya, kebutuhan parpol Sayangnya, kebutuhan parpol terhadap dana besar agar bisa memenangi pemilu dan ketiadaan badan usaha parpol telah mendorong para politikus untuk berlaku menyimpang.

Kemandirian Parpol

Parpol membutuhkan sumber pendanaan besar agar mesin politik dapat berfungsi secara maksimal dalam mendulang suara pemilih. Parpol harus mencari cara agar eksistensi mereka tetap terjaga baik dalam masyarakat dan mampu meraih suara signifikan dalam pemilu.

Awalnya parpol secara konvensional menarik sumbangan dari para anggota mereka melalui iuran, tetapi tidak efektif. Seiring dengan kian mahalnya biaya operasional dan kampanye pemilu, parpol mulai mencari donasi dari lingkungan eksternal. Kini hampir seluruh parpol di banyak negara mengandalkan sumber dana dari sumbangan perseorangan dan perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional dan kampanye pemilu. Dalam situasi seperti itu, parpol menghadapi masalah kemandirian.

Pengaruh pihak penyumbang memungkinkan untuk mengubah arah perjuangan parpol tersebut sehingga menomorduakan ideologi dan kepentingan rakyat. Masuknya dana besar ke parpol dari para penyumbang itu sering kali bukan donasi ikhlas tanpa tuntutan imbal balik.

Dapat dipastikan, para penyumbang berharap adanya keuntungan yang akan didapatkan dari parpol melalui pengambilan kebijakan atau penggunaan wewenang lain yang dimiliki para kader parpol yang berhasil duduk di legislatif dan eksekutif. Pada titik itulah donasi keuangan parpol perlu diatur demi menjaga kemandirian parpol untuk memperjuang kan kepentingan pemilih atau rakyat, bukan memperjuangkan kepentingan para penyumbang.

UU Parpol memang telah mengatur sumber keuangan parpol. Ada tiga sumber keuangan parpol. Pertama, iuran anggota parpol yang bersangkutan. Jumlah besaran iuran ditentukan secara internal. Tidak ada jumlah tertentu yang diharuskan UU mengenai besaran iuran anggota. Namun, tidak banyak parpol yang menjalankan mekanisme itu secara teratur. Pengumpulan iuran anggota sulit dilakukan secara teratur.

Kedua, sumbangan yang sah menurut hukum. Terkait dengan hal itu, Pasal 35 UU Nomor 2 Tahun 2011 memaparkan tiga poin sumbangan yang dimaksud: a) perseorangan anggota partai politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART; b) perseorangan bukan anggota partai politik, paling banyak senilai Rp1.000.000.000 per orang dalam waktu satu tahun anggaran; dan c) perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp7.500.000.000 perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu satu tahun anggaran.

Ketiga, bantuan keuangan dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN)/anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Bantuan keuangan dari APBN/APBD diberikan secara proporsional kepada partai politik yang mendapatkan kursi di DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dengan didasarkan pada jumlah perolehan suara.

Akan tetapi, karena agenda politik setiap parpol sangat banyak, seperti pemilu legislatif, pemilihan presiden, dan pemilihan umum kepala daerah yang memerlukan dana sangat besar, sumber keuangan parpol sebagaimana diatur dalam UU tersebut belum mencukupi dan memadai. Biaya politik yang sangat mahal mendorong parpol berlomba-lomba untuk memperebutkan sumber-sumber uang di pemerintahan.

Uang negara dipandang sebagai sumber uang tambahan yang sangat potensial. Parpol pun mulai melakukan perburuan pemasukan keuangan melalui kader-kader mereka di lembaga legislatif dan eksekutif dan mengambil dana dari perusahaan-perusahaan. Perburuan modal segar yang dilakukan itu jelas merugikan rakyat karena menggerogoti kebijakan dan anggaran negara melalui pemanfaatan jabatan atau akses politik.

Pentingnya Badan Usaha

Politik ialah sebuah jalan panjang. Untuk menciptakan iklim politik yang sehat tanpa korupsi, parpol dituntut untuk lebih keras lagi melakukan langkah-langkah jangka panjang. Parpol dituntut untuk melakukan kerja politik secara cermat dan sistematis; baik kepada internal partai melalui penciptaan kader yang memiliki integritas maupun pendidikan politik yang serius kepada rakyat.

Untuk mengatasi ketiadaan sumber pendanaan yang memadai, sudah selayaknya parpol memiliki badan usaha. Tentunya, pengaturan pendirian badan usaha parpol itu harus disertai dengan sejumlah rsyaratan ketat yang bisa menutup kemungkinan terjadinya praktik korupsi.

Di sejumlah negara yang lebih maju, parpol diperbolehkan untuk memiliki badan usaha. Namun, dengan catatan, parpol tersebut melakukan upaya pendidikan politik kepada masyarakat secara konsisten, badan usaha itu harus transparan dan sesuai dengan aturan, serta wajib memiliki audit independen terhadap keuangan. Sebagai contoh, di Inggris, partai yang telah terdaftar harus melaporkan sumbangan dan pinjaman setiap tiga bulan sekali dalam 30 hari setelah akhir kalender. Laporan keuangan juga dilakukan setiap minggu selama pemilu untuk parlemen. Partai tersebut juga berkewajiban untuk memublikasikan laporan keuangan.

Selain itu, penerapan sanksi atas ketidakpatuhan dalam pelaporan pertanggungjawaban bantuan keuangan perlu dipertimbangkan. Sebagian besar negara memberlakukan sanksi administratif terhadap parpol yang melanggar aturan-aturan tersebut. Sanksi administratif itu dimulai dari yang terberat seperti pembubaran partai, yang sedang seperti pelarangan mengikuti pemilu, atau yang ringan seperti tidak mendapatkan bantuan dari negara.

Sebagian negara juga memberlakukan sanksi pidana terhadap pelanggaran-pelanggaran itu dan prosesnya melalui pengadilan pidana. Negara-negara yang memberlakukan sanksi pidana itu antara lain Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Ceko, Kanada, Portugal, Filipina, dan Thailand.

Yang perlu kita perhatikan saat ini ialah parpol masih bisa diharapkan sebagai institusi publik yang mempunyai peran dalam menjaga demokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, jujur, dan bebas korupsi. Karena itu, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan parpol menjadi hal yang penting untuk diwujudkan. Wacana pentingnya badan usaha parpol perlu didukung. Mungkinkah kemandirian kinerja parpol sejalan dengan kedewasaan demokrasi? Patut dicoba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar