Selasa, 30 April 2013

Merayu Rakyat ala Pemilu Jiran


Merayu Rakyat ala Pemilu Jiran
Ahmad Sahidah ;  Dosen Filsafat dan Etika Universitas Utara Malaysia
JAWA POS, 30 April 2013
  

Pada 5 Mei yang akan datang Malaysia menghadapi pilihan raya, sebutan pemilu di sana. Ini yang paling sengit sejak 1955. Setelah kemenangan partai-partai yang bergabung dalam oposisi pada 2008, koalisi di bawah Pakatan Rakyat (PR) tidak lagi lemah di hadapan seterunya, Barisan Nasional (BN). Dengan hanya menguasai mayoritas sederhana (simple majority), partai berkuasa, UMNO, MCA (Malaysia Chinese Association) dan MIC (Malaysian Indian Congress), tidak lagi dipandang kuat. BN diselamatkan Sarawak dan Sabah pada pemilu lalu. 

Apabila pemilu sela dijadikan ukuran setelah tsunami politik itu, kedua koalisi sejatinya sama-sama kuat. Keduanya tak menyapu bersih kursi yang diperebutkan, tetapi berbagi. Pengalihan orang nomor satu BN, Abdullah Badawi (Pak Lah), kepada wakilnya, Najib Tun Razak, di tengah jalan dipandang tepat. Pak Lah bertanggung jawab secara moral atas kekalahan BN di lima negara bagian. Dengan tekanan Mahathir (Tun M) yang bertubi-tubi, Pak Lah akhirnya mundur, meskipun sempat memanaskan suhu politik, karena bekas Menlu ini tidak diam menghadapi serangan Tun M. 

Di bawah Najib, BN berhasil melejitkan moral pendukungnya. Dengan agenda transformasi, anak mantan Perdana Menteri Ke-2 Malaysia, Tun Abdul Razak, tersebut membuat pelbagai program untuk memenuhi manifesto atau janji politik. Slogan pencapaian (prestasi) diutamakan dan rakyat didahulukan tampak memikat pemilih mengambang (swing voters). Jajak pendapat lembaga independen mendapati Najib lebih populer bila dibandingkan dengan seteru kuatnya, Anwar Ibrahim.

Blusukan alias Turun Padang 

Bridget Walsh, analis politik, dalam diskusi politik di Universitas Utara Malaysia, 23 April 2012, mengatakan, perebutan kekuasaan kali ini telah menguras banyak uang dan tenaga. Sepanjang tahun terakhir kedua kubu saling mengklaim keberhasilan dalam menyalurkan anggaran untuk memenangkan hati dan pikiran rakyat. Apabila BN menyuarakan kesuksesan ini melalui media cetak elektronik dan cetak arus utama, PR menggunakan koran resminya, Suara Keadilan, Harakah, dan Roket. Tentu saja, pembangkang, sebutan oposisi di sana, memanfaatkan media sosial, Twitter dan Facebook, secara maksimal untuk mendekati konstituen. 

Dengan kelebihan corong media yang dimiliki BN, PR lebih mengandalkan ceramah politik di seluruh pelosok negeri jiran berpenduduk hampir 30 juta jiwa itu. Semakin mendekati pemilu, para calon wakil rakyat makin kerap blusukan (di sana turun padang). Yang menarik, keduanya tak hanya berslogan, tetapi juga menunjukkan prestasi selama mereka memegang kekuasaan. Dengan pemaparan angka-angka, apa yang dilakukan pemerintah dan wakil rakyat dari masing-masing koalisi mudah diukur. 

Meski demikian, isu-isu primordial kadang turut dimainkan untuk melemahkan lawan. Misalnya, iklan MCA, komponen BN, di surat kabar The Star, menuduh DAP (Democratic Action Party), koalisi PR, yang banyak dihuni kaum Tionghoa telah tersandera oleh Partai Islam se-Malaysia (PAS). Apabila DAP hanya menjadi boneka PAS, pemberlakuan hudud (hukum Islam) akan makin membatasi kebebasan orang-orang Tionghoa. Kebijakan PAS di Negara Bagian Kedah untuk melarang pekerja salon perempuan bersentuhan dengan pelanggan lelaki tentu memukul bisnis masyarakat Tionghoa. 

Rayuan Uang 

Betapapun kedua koalisi tampak berbeda dalam manifesto (janji) politik, hakikatnya PR dan BN sedang membujuk rakyat dengan pelbagai peruntukan dan bantuan. Tentu saja BN jauh lebih moncer, karena sebagai pemerintah yang berkuasa 50 tahun, koalisi yang dimotori UMNO ini menguasai pos anggaran. UMNO juga bisa meminta dukungan pengusaha untuk turut membantu program-program kesejahteraan yang dilakukan dalam "kampanye" jauh sebelum pemilu. Malah, sejak pembubaran parlemen diumumkan untuk pemilu baru, bantuan makin deras. 

Sebagai koalisi yang baru seumur jagung memegang kekuasaan, tentu saja dana PR tak semelimpah BN. Namun, komponen PR yang berkuasa di beberapa negara bagian sejauh mungkin menunjukkan kepada publik bahwa mereka lebih bertanggung jawab mengelola keuangan. Slogan Pemerintah Selangor yang diterajui oleh Partai Keadilan Rakyat menyiarkan "merakyatkan ekonomi". Sementara Pulau Pinang yang berada di bawah kendali DAP dengan slogan CAT (cekap, akauntabel, telus) alias kompeten, akuntabel, dan transparan berusaha menunjukkan kepada rakyat bahwa pemerintah yang bersih akan menyelamatkan pajak rakyat. 

Betapapun kedua seteru ini saling beradu slogan dan retorika, hakikatnya keduanya berlomba untuk memberikan sebanyak-banyaknya habuan (bantuan). Program BR1M BN, misalnya, memberikan bantuan RM 1.000 (Rp 3,2 juta) tunai per keluarga yang berpendapatan kurang dari RM 3.000 sebulan (Rp 9,6 juta). Bila menang pemilu, bantuan ini akan terus dikucurkan bersama bantuan lain TR1M, vocer buku mahasiswa senilai RM 200 (Rp 640 ribu), dan banyak proyek lain yang dianggap sebagai kepedulian BN terhadap kesejahteraan semua lapisan warga. Versi IMF, pendapatan per kapita Malaysia 2012 USD 10.304 atau sekitar Rp 100 juta per tahun (Indonesia USD 3.592 atau Rp 34,8 juta per tahun).

Sementara, PR di Selangor juga melakukan hal serupa, seperti bantuan RM 1.000 untuk setiap warga yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Pendek kata, meski tak sebanyak BN yang menguasai banyak sumber keuangan, PR telah berusaha bahwa pendapatan pemerintah negara bagian yang dipungut dari pajak harus digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 

Siapa yang bakal berkantor di Puterajaya? Anwar Ibrahim sebagai orang nomor satu oposisi yakin merebutnya dari Najib. Kalau kalah, ikon reformasi ini memilih pensiun dari dunia politik, sementara Najib akan menerimanya dengan kesatria.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar