|
KORAN TEMPO, 30 April 2013
Pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar minyak dan
gas dalam waktu dekat. Opsi yang ditawarkan adalah subsidi bagi masyarakat
miskin dan "dianggap" kelas menengah ke bawah, dengan standar tetap,
yaitu untuk Premium Rp 4.500 bagi pengendara sepeda motor dan angkutan umum,
sedangkan bagi mereka yang memiliki mobil pribadi-kelas menengah atas-akan
diadakan pengurangan subsidi, dengan harga Rp 6.500 per liter.
Di era krisis iklim versus pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
Indonesia tampaknya menghadapi dilema, di satu pihak harus membatasi emisi yang
dapat menyebabkan meningkatnya gas-gas rumah kaca (GRK), karena pada 2020,
Indonesia berkomitmen untuk memenuhi penurunan emisi GRK 26 persen. Di lain
pihak, pertumbuhan ekonomi secara perlahan akan memacu kebutuhan konsumtif yang
lebih besar, sehingga berapa pun negara memberikan subsidi pada sektor BBM,
diperkirakan akan berujung pada beban anggaran yang terlampau besar, karena
dianggap akan memanjakan gaya hidup kelas menengah atas yang semakin bertumbuh.
Subsidi BBM 2013 yang dianggarkan Rp 274,7 triliun dikhawatirkan terus melaju
menjadi lebih dari Rp 300 triliun. Alangkah besarnya ongkos subsidi tersebut.
Bila subsidi dicabut, kita dapat membangun infrastruktur di daerah, membangun
fasilitas dan sistem transportasi yang lebih baik, memfasilitasi kesehatan
masyarakat, peningkatan pendidikan, memfasilitasi beasiswa rakyat miskin, serta
membiayai pembangunan produktif yang membuka peluang pekerjaan. Sebaliknya,
bila dibiarkan, uang subsidi negara tersebut akan dibakar dan terus mencemari
udara, mempertebal atmosfer di bumi yang sedang terancam pemanasan global dan
perubahan iklim.
Diperkirakan dengan pertumbuhan ekonomi 6 persen, sekarang
ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menyebutkan bahwa
kelas menengah atas Indonesia tumbuh menjadi sekitar 45 juta jiwa. Menurut dia,
merekalah yang memang seharusnya menjadi sasaran untuk pengurangan subsidi BBM.
Kelas menengah adalah hasil produk pembangunan yang tidak dapat dielakkan.
Pertambahan penghasilan biasanya akan diikuti perubahan gaya hidup. Kelas
menengah atas umumnya adalah kalangan terpelajar, mempunyai kemampuan finansial
yang cukup, karena tuntutan kehidupan yang mulai memanjakan, mereka
menginginkan kenyamanan fasilitas dan kehidupan.
Deadlock
Bila diamati realitas kita sehari-hari, sektor utama
ketergantungan kita adalah berakar dari masalah energi dan transportasi.
Kekisruhan terjadi di kota-kota besar, pada umumnya terjadi pada fasilitas
transportasi publik yang tidak memadai yang mengakibatkan orang cenderung untuk
membeli saja kendaraan pribadi, baik mobil maupun sepeda motor.
Kemacetan di Jakarta-bahkan semakin parah akhir-akhir
ini-disebabkan oleh membanjirnya mobil-mobil baru akibat meningkatnya daya beli
masyarakat terhadap kendaraan pribadi. Menurut catatan pengeluaran surat tanda
kendaraan bermotor (STNK) di Polda Metro Jaya, setiap hari Jakarta mengeluarkan
2.400 surat kendaraan, yang terdiri atas 2.000 unit untuk sepeda motor dan 400
unit untuk kendaraan pribadi (Merdeka.com, 5/11). Pertumbuhan kendaraan ini
jauh melampaui pertumbuhan panjang jalan raya Jakarta yang hanya berkembang
0,01 persen per tahun.
Pesatnya animo terhadap kendaraan, salah satunya karena
kemudahan untuk memperoleh dan mendapatkan kendaraan tersebut. Hingga sekarang,
tidak ada pembatasan kendaraan bermotor yang dimiliki setiap keluarga, kecuali
pajak progresif yang hanya mendorong pemotongan pajak bagi pemilik kendaraan
lebih dari satu unit. Selain itu, alasan untuk memiliki kendaraan adalah kemudahan
yang diberikan oleh pihak leasing sehingga harganya semakin terjangkau.
Parahnya penggunaan kendaraan pribadi juga didorong oleh
fasilitas transportasi publik dan infrastruktur buruk yang tidak mengalami
perubahan signifikan sejak 20 tahun yang lalu. Karena itu, kerja keras atas
perbaikan untuk sektor transportasi dan fasilitasnya harus dilihat sebagai
prioritas yang sangat penting untuk diselesaikan. Pengalaman kita mencatat
bahwa beberapa kali Jakarta "lumpuh" dengan hanya banjir akibat hujan
selama beberapa jam saja. Deadlock di bidang transportasi ini harus segera
dibenahi dan mendapatkan prioritas, agar tidak berkepanjangan.
Kesadaran
Mereka yang memilih kendaraan pribadi, tidak hanya ingin
mendapatkan kenyamanan-tetapi bagi sebagian orang-dikarenakan tidak mempunyai
pilihan. Beralih pada transportasi umum artinya harus berangkat lebih pagi
karena antre, lalu berpanas-panas dan berkeringat. Selain itu, tidak ada
kepastian untuk tepat waktu sampai di tujuan. Perlu disadari, pada umumnya kelas
menengah-yang mampu membeli kendaraan pribadi-bukanlah orang yang tidak
mempunyai kesadaran tentang penggunaan bahan bakar non-subsidi. Mobil pribadi
terkadang digunakan karena terpaksa, dan dianggap merupakan pilihan yang lebih
menguntungkan. Kenaikan harga BBM bagi kendaraan pribadi boleh jadi akan
membawa perubahan apabila perhitungan untung-rugi tersebut dapat dianggap lebih
merugikan, sedangkan sektor kendaraan umum lebih menguntungkan.
Ahli pendidikan lingkungan, Michael Mattaraso dan Guyen
Dung, merumuskan tiga tantangan yang mesti dirumuskan dalam mendorong individu
atau komunitas agar dapat mengubah perilakunya atau gaya hidupnya. Pertama,
mereka harus dapat melihat dan mengenali secara jelas masalah-masalah yang
mereka hadapi. Kesadaran akan pemborosan dan pencemaran boleh jadi mendorong
mereka yang sadar lingkungan untuk tidak berlaku boros pada penggunaan BBM.
Kedua, mereka harus menyadari manfaat perubahan dan konsekuensinya jika tidak
berubah. Dalam hal ini, apakah ada insentif dan/atau keuntungan atau kerugian
apabila mereka meninggalkan mobil di rumah? Misalnya, apabila mereka bersepeda
ke kantor, apakah perusahaan akan memberikan dukungan. Adakah jaminan
keselamatan di jalan raya, jalur sepeda yang baik, dan fasilitas pendorong yang
lain? Ketiga, apakah ada alternatif? Meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih
pada transportasi umum akan sangat menarik jika fasilitasnya lebih murah,
nyaman, tepat waktu, dan tentu tidak berjubel-seperti selama ini-dan tidak
terlalu lama.
Jadi setiap orang perlu memiliki alternatif yang memberi
manfaat yang dapat dibandingkan dengan gaya hidup mereka saat ini. Jika hal ini
dapat dijawab, berapa pun kenaikan harga BBM-dalam hal transportasi-sudah pasti
tidak akan terlalu dipersoalkan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar