|
KORAN SINDO, 29 April 2013
Gua Pindul adalah gua alam di Desa
Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Gua ini pada dasarnya merupakan tempat aliran sungai bawah tanah
yang cukup banyak di kawasan pegunungan kapur di GunungKidul.
Dengan menyusuri sungai di gua itu, kita bisa melihat pemandangan alam yang sangat menarik. Berawal dari tempat yang masih terang, kemudian memasuki tempat agak gelap, tempat yang gelap sama sekali sebelum berakhir kembali keluar dari gua di hilirnya. Selama perjalanan, para pengunjung dapat menikmati formasi bebatuan seperti stalaktit, stalagmit, dan bahkan yang sudah menyatu menjadi pilar perkasa.
Keindahan alam akhirnya menjadi modal kuat bagi pengembangan suatu desa wisata. Wisata alam tersebut menggunakan ban dalam (tube) sehingga wisata gua dengan menggunakan ban dalam itu dinamakan cave tubing. Di dunia hanya sangat sedikit tempat yang menawarkan perjalanan wisata gua dengan menggunakan ban dalam. Selain di Gunung Kidul, ada pula di Brasil dan Venezuela.
Di Kabupaten Gunung Kidul, selain di Karangmojo, masih ada tempat lain, tetapi dewasa ini Gua Pindul mampu membangkitkan daya tarik lebih besar. Para pengunjung duduk di atas ban dalam, tetapi masingmasing juga dilengkapi dengan pelampung untuk menjaga keselamatan perjalanan tersebut. Setiap rombongan maksimal lima orang, selalu disertai seorang pemandu untuk lebih memastikan keselamatan mereka.
Pekan lalu saya mengunjungi tempat itu untuk meresmikan bantuan dari BCA kepada karang taruna yang mengembangkan desa wisata tersebut yang menggunakan nama bagi kegiatan wisatanya, Wira Wisata Gua Pindul. Dari kegiatan yang semula dimulai dari “kantor” yang merupakan bekas kandang kuda, dengan peresmian tersebut, karang taruna di sana memiliki tempat lebih layak untuk penjualan tiket maupun tempat tunggu.
Ada pula rumah joglo sebagai tempat pertemuan dan panggung untuk mereka menampilkan kesenian karawitan maupun pertunjukan lainnya. Kompleks tersebut juga dilengkapi puluhan toilet yang sangat terjaga kebersihannya. Selain infrastruktur, para anggota karang taruna juga dilatih untuk memberikan pelayanan yang baik (service culture). Mereka diajak pula melakukan studi banding ke desa wisata lain yang telah berkembang.
Dengan proses itu, jadilah Karang Taruna Karangmojo menjadi pengelola desa wisata Gua Pindul yang profesional. Persediaan ban dalam maupun pelampung yang masih baru sangat banyak sehingga mampu untuk melayani kebutuhan pengunjung. Setiap hari selalu saja ada rombongan wisatawan baik dari mancanegara maupun dalam negeri yang mengunjungi desa wisata tersebut. Ternyata banyak dari mereka mengetahui tempat ini dari berbagai informasi di internet.
Setiap hari Sabtu dan Minggu tempat tersebut dipenuhi para wisatawan sehingga pada akhirnya menimbulkan kesibukan yang sangat tinggi. Karang Taruna Desa Karang Mojo, yang diketuai Harris Purwana, seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Wonosari, melaporkan kegiatan mereka terus meningkat. Praktis dari nol pada 2011, dewasa ini mereka mampu menghidupi 120 karyawan dengan penghasilan tidak kalah dibandingkan mereka yang bekerja di pabrik-pabrik di Jakarta.
Bahkan dengan kegiatan tersebut (dewasa ini ada dua operator lain selain karang taruna itu), masyarakat sekitar juga mengalami peningkatan kesejahteraan dengan semakin banyaknya kendaraan parkir, dengan dibukanya usaha restoran (salah satunya adalah “Goyang Pindul”). Tukang ojek di Jalan Raya Wonosari yang menawarkan diri sebagai penunjuk jalan ke Gua Pindul tanpa dibayar karena mereka memperoleh komisi dari pengelola desa wisata tersebut.
Dewasa ini mulai banyak rumah penduduk yang disiapkan sebagai home stay tempat para wisatawan menginap. Dengan aliran air PAM dari sumber air di Seropan, rumah-rumah penginapan tersebut juga memiliki kamar mandi dan toilet yang layak. Itulah sebabnya akan semakin banyak masyarakat yang memperoleh penghasilan. Demi menambah daya tarik desa wisata tersebut, dikembangkan juga wisata sungai, yaitu Sunga Oya, yang memiliki arus dan formasi bebatuan sangat menarik.
Dengan demikian para wisatawan berkesempatan menambah pengalaman mereka dengan melakukan perjalanan wisata sungai. Ke depan tentu akan banyak lagi yang bisa dilakukan oleh karang taruna maupun masyarakat lain untuk pengembangan tempat tersebut karena Desa Bejiharjo, tempat Gua Pindul, juga memiliki hutan rakyat maupun potensi wisata yang lain.
Pada akhirnya, Gunung Kidul yang dahulu sering dikenal sebagai daerah miskin dan bahkan setiap musim kemarau selalu memunculkan kesulitan bagi para warganya, dalam perjalanan waktu ternyata mampu bangkit mengatasi keterbatasan mereka. Dengan munculnya kegiatan ekonomi seperti desa wisata Gua Pindul, akan semakin banyak anggota masyarakat yang kesejahteraannya meningkat. Dewasa ini terdapat sekitar 13 desa wisata di Kabupaten Gunung Kidul.
Selain wisata sungai dan gua semacam itu, terdapat juga wisata Gunung Purba yang terletak di Nglanggeran di dekat Desa Pathuk, tanjakan pertama dari Yogyakarta sebelum menuju Wonosari. Demikian juga dengan keindahan pantai yang tersebar di banyak tempat. Keindahan alam Gunung Kidul juga saya temui dalam perjalanan dari Imogiri menuju Panggang dan Saptosari, dua kecamatan di Gunung Kidul bagian barat yang memiliki kemiripan dengan tempat yang sangat terkenal di dunia, yaitu “17 Mile Drive”, yaitu jalan khusus dari Monterrey di California menuju tempat golf yang sangat terkenal, yaitu Pebble Beach, di pantai Samudra Pasifik. Keindahan alam yang lain juga saya saksikan dalam perjalanan dari Wonosari ke Wonogiri melalui Pracimantoro, Wuryantoro, dan Eromoko. Pemandangan yang ada di daerah itu mirip kawasan Pegunungan Pirenea di Prancis selatan.
Kekayaan dan keindahan alam di Indonesia ini akan semakin berkembang di tahuntahun mendatang. Saya memiliki keyakinan besar, Gunung Kidul suatu saat akan menjadi kawasan yang tidak kalah dari Bali dengan keindahan alam serta budaya yang berkembang di masyarakatnya. Semoga ini tidak hanya menjadi mimpi. ●
Dengan menyusuri sungai di gua itu, kita bisa melihat pemandangan alam yang sangat menarik. Berawal dari tempat yang masih terang, kemudian memasuki tempat agak gelap, tempat yang gelap sama sekali sebelum berakhir kembali keluar dari gua di hilirnya. Selama perjalanan, para pengunjung dapat menikmati formasi bebatuan seperti stalaktit, stalagmit, dan bahkan yang sudah menyatu menjadi pilar perkasa.
Keindahan alam akhirnya menjadi modal kuat bagi pengembangan suatu desa wisata. Wisata alam tersebut menggunakan ban dalam (tube) sehingga wisata gua dengan menggunakan ban dalam itu dinamakan cave tubing. Di dunia hanya sangat sedikit tempat yang menawarkan perjalanan wisata gua dengan menggunakan ban dalam. Selain di Gunung Kidul, ada pula di Brasil dan Venezuela.
Di Kabupaten Gunung Kidul, selain di Karangmojo, masih ada tempat lain, tetapi dewasa ini Gua Pindul mampu membangkitkan daya tarik lebih besar. Para pengunjung duduk di atas ban dalam, tetapi masingmasing juga dilengkapi dengan pelampung untuk menjaga keselamatan perjalanan tersebut. Setiap rombongan maksimal lima orang, selalu disertai seorang pemandu untuk lebih memastikan keselamatan mereka.
Pekan lalu saya mengunjungi tempat itu untuk meresmikan bantuan dari BCA kepada karang taruna yang mengembangkan desa wisata tersebut yang menggunakan nama bagi kegiatan wisatanya, Wira Wisata Gua Pindul. Dari kegiatan yang semula dimulai dari “kantor” yang merupakan bekas kandang kuda, dengan peresmian tersebut, karang taruna di sana memiliki tempat lebih layak untuk penjualan tiket maupun tempat tunggu.
Ada pula rumah joglo sebagai tempat pertemuan dan panggung untuk mereka menampilkan kesenian karawitan maupun pertunjukan lainnya. Kompleks tersebut juga dilengkapi puluhan toilet yang sangat terjaga kebersihannya. Selain infrastruktur, para anggota karang taruna juga dilatih untuk memberikan pelayanan yang baik (service culture). Mereka diajak pula melakukan studi banding ke desa wisata lain yang telah berkembang.
Dengan proses itu, jadilah Karang Taruna Karangmojo menjadi pengelola desa wisata Gua Pindul yang profesional. Persediaan ban dalam maupun pelampung yang masih baru sangat banyak sehingga mampu untuk melayani kebutuhan pengunjung. Setiap hari selalu saja ada rombongan wisatawan baik dari mancanegara maupun dalam negeri yang mengunjungi desa wisata tersebut. Ternyata banyak dari mereka mengetahui tempat ini dari berbagai informasi di internet.
Setiap hari Sabtu dan Minggu tempat tersebut dipenuhi para wisatawan sehingga pada akhirnya menimbulkan kesibukan yang sangat tinggi. Karang Taruna Desa Karang Mojo, yang diketuai Harris Purwana, seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Wonosari, melaporkan kegiatan mereka terus meningkat. Praktis dari nol pada 2011, dewasa ini mereka mampu menghidupi 120 karyawan dengan penghasilan tidak kalah dibandingkan mereka yang bekerja di pabrik-pabrik di Jakarta.
Bahkan dengan kegiatan tersebut (dewasa ini ada dua operator lain selain karang taruna itu), masyarakat sekitar juga mengalami peningkatan kesejahteraan dengan semakin banyaknya kendaraan parkir, dengan dibukanya usaha restoran (salah satunya adalah “Goyang Pindul”). Tukang ojek di Jalan Raya Wonosari yang menawarkan diri sebagai penunjuk jalan ke Gua Pindul tanpa dibayar karena mereka memperoleh komisi dari pengelola desa wisata tersebut.
Dewasa ini mulai banyak rumah penduduk yang disiapkan sebagai home stay tempat para wisatawan menginap. Dengan aliran air PAM dari sumber air di Seropan, rumah-rumah penginapan tersebut juga memiliki kamar mandi dan toilet yang layak. Itulah sebabnya akan semakin banyak masyarakat yang memperoleh penghasilan. Demi menambah daya tarik desa wisata tersebut, dikembangkan juga wisata sungai, yaitu Sunga Oya, yang memiliki arus dan formasi bebatuan sangat menarik.
Dengan demikian para wisatawan berkesempatan menambah pengalaman mereka dengan melakukan perjalanan wisata sungai. Ke depan tentu akan banyak lagi yang bisa dilakukan oleh karang taruna maupun masyarakat lain untuk pengembangan tempat tersebut karena Desa Bejiharjo, tempat Gua Pindul, juga memiliki hutan rakyat maupun potensi wisata yang lain.
Pada akhirnya, Gunung Kidul yang dahulu sering dikenal sebagai daerah miskin dan bahkan setiap musim kemarau selalu memunculkan kesulitan bagi para warganya, dalam perjalanan waktu ternyata mampu bangkit mengatasi keterbatasan mereka. Dengan munculnya kegiatan ekonomi seperti desa wisata Gua Pindul, akan semakin banyak anggota masyarakat yang kesejahteraannya meningkat. Dewasa ini terdapat sekitar 13 desa wisata di Kabupaten Gunung Kidul.
Selain wisata sungai dan gua semacam itu, terdapat juga wisata Gunung Purba yang terletak di Nglanggeran di dekat Desa Pathuk, tanjakan pertama dari Yogyakarta sebelum menuju Wonosari. Demikian juga dengan keindahan pantai yang tersebar di banyak tempat. Keindahan alam Gunung Kidul juga saya temui dalam perjalanan dari Imogiri menuju Panggang dan Saptosari, dua kecamatan di Gunung Kidul bagian barat yang memiliki kemiripan dengan tempat yang sangat terkenal di dunia, yaitu “17 Mile Drive”, yaitu jalan khusus dari Monterrey di California menuju tempat golf yang sangat terkenal, yaitu Pebble Beach, di pantai Samudra Pasifik. Keindahan alam yang lain juga saya saksikan dalam perjalanan dari Wonosari ke Wonogiri melalui Pracimantoro, Wuryantoro, dan Eromoko. Pemandangan yang ada di daerah itu mirip kawasan Pegunungan Pirenea di Prancis selatan.
Kekayaan dan keindahan alam di Indonesia ini akan semakin berkembang di tahuntahun mendatang. Saya memiliki keyakinan besar, Gunung Kidul suatu saat akan menjadi kawasan yang tidak kalah dari Bali dengan keindahan alam serta budaya yang berkembang di masyarakatnya. Semoga ini tidak hanya menjadi mimpi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar