Rabu, 20 Februari 2013

KPK, Bukan SBY, yang bisa Taklukkan Anas


KPK, Bukan SBY, yang bisa Taklukkan Anas
Amich Alhumami PhD lulusan Universitas Sussex, Inggris
MEDIA INDONESIA, 19 Februari 2013


SEBAGAI tokoh sentral partai yang menguasai tiga posisi penting dan strategis--Ketua Majelis Tinggi, Ketua Dewan Pembina, dan Ketua Dewan Kehormatan partai Demokrat--bahkan status sebagai pendiri dan patron tunggal partai, ternyata SBY tak cukup punya kesaktian untuk melumpuhkan Anas-seorang political disciple yang ia besarkan sendiri. Psikologi politik yang dibangun SBY ketika menyampaikan pidato penyelamatan Partai Demokrat dengan mewajibkan para kader untuk menandatangani pakta integritas sangat jelas menunjukkan bahwa SBY berupaya mengamputasi otoritas Anas selaku ketua umum. Ketika berpidato, dengan tegas SBY mengatakan seluruh kewenang an ketua umum diambil alih oleh majelis tinggi partai, yang oleh publik dipahami sebagai tindakan political disarmament.

Jika ada hal yang membuat SBY sedemikian yakin dalam pengambilalihan kewenangan ketua umum melalui langkah terselubung--penyelamatan partai dan penandatanganan pakta integritas--adalah ketika SBY mengetahui kebocoran draf sprindik KPK yang menyebut Anas telah berstatus tersangka sebagai penerima gratifi kasi dalam skandal Hambalang. Karena itu, dalam pidato penyampaian pakta integritas, SBY mempersilakan Anas untuk sepenuhnya konsentrasi dalam menghadapi kasus hukum yang sedang ditangani KPK, yang diduga kuat melibatkannya. Untuk memelihara fatsun politik, SBY bahkan menyebutkan dewan pimpinan partai akan menyediakan bantuan hukum bilamana diperlukan.

Dalam konteks pertarungan politik, pidato penyelamatan partai oleh SBY sejatinya merupakan pre-emptive strike untuk menaklukkan Anas. Namun, kesalahan fatal justru terjadi ketika draf sprindik disebarluaskan ke media massa, yang diduga dilakukan lingkaran dalam istana. Tak pelak, penyebarluasan sprindik itu memicu turbulensi politik nasional yang arahnya sama sekali di luar kontrol para elite Demokrat dan para punggawa istana. Di pihak lain, gejolak politik di internal Demokrat kian memuncak seperti desakan dari elemen-elemen fungsionaris partai dan elite-elite senior Demokrat agar Anas mundur.

Dengan penuh keyakinan dan sikap tenang yang luar biasa—kerap mengundang decak kagum-Anas melakukan manuver politik menawan melalui dua langkah taktis. Pertama, memobilisasi para loyalis dan DPD untuk bersuara keras dan melakukan perlawanan sengit terhadap setiap upaya melengserkan dirinya dari posisi ketua umum, melalui cara-cara yang bertentangan dengan AD/ ART partai. Kedua, sehari menjelang rapat pimpinan nasional (rapimnas), Anas menyempurnakan manuver politik cantiknya dengan menggerakkan perwakilan DPD untuk mengajukan petisi politik, yang salah satunya berisi ancaman walk-out bila rapimnas diarahkan menuju KLB untuk menggusur Anas.

Manuver politik cemerlang yang ditempuh Anas membuat SBY berpikir ulang. Ia pun memutar haluan ketika rapimnas berlangsung Ahad (17/2) lalu, yang sama sekali tidak menindaklanjuti isi pidato pengambilalihan otoritas Anas selaku ketua umum. Bahkan Ulil, Rachlan, Didik, dkk, yang menyerukan penggantian nakhoda partai, pun dikabarkan mendapat teguran dari majelis tinggi partai.

Serangkaian manuver politik Anas itu berlangsung sangat efektif dan mampu menangkal serangan lawan-lawan politiknya yang berusaha menggulung Anas dengan menunggangi kasus skandal Hambalang yang melilitnya. Namun, mengingat mereka tak punya cukup keterampilan politik, bahkan kemampuan berpolitik mereka jauh di bawah Anas, mereka meminjam tangan dan memanfaatkan kewibawaan SBY untuk bertarung melawan Anas.

Gejolak politik internal Demokrat ini sejatinya merefleksikan pertarungan tingkat tinggi Anas versus SBY, dan Anas secara brilian mampu menetralisasi preemptive strike yang dilancarkan elite-elite senior Demokrat yang berlindung di balik kekuatan SBY.

Setelah pertarungan politik berujung di rapimnas yang berakhir dengan `kemenangan' di pihak Anas, pertanyaan selanjutnya: seberapa lama daya tahan Anas dan sampai kapan ia mampu menghadapi kekuatan-kekuatan politik internal Demokrat yang terus berupaya menggesernya? Saksikan, Anas telah mendemonstrasikan kepiawaiannya dalam berpolitik dan membuktikan betapa dirinya sangat kuat di akar rumput sehingga kekuatan setingkat SBY pun tak mampu melumpuhkannya. Meskipun DPD-DPD telah diundang ke Cikeas untuk menetralisasi pengaruhnya, Anas mampu mempertontonkan betapa dirinya adalah pemimpin partai yang efektif mengontrol organorgan partai sampai di tingkat DPD dan DPC.

Apakah ini berarti Anas tak terkalahkan bahkan oleh SBY sekalipun? Dalam pertarungan politik tingkat tinggi, tentu saja Anas dapat dikalahkan--bukan oleh SBY, melainkan oleh KPK. Bila KPK dapat segera memastikan status Anas sebagai tersangka, karier politikus belia bertalenta tinggi itu akan berakhir pada 2013. Namun, pertarungan politik tersembunyi tampaknya akan berpindah ke kantor KPK terkait status hukum Anas.

Indikasinya dapat dibaca dari perubahan sikap salah seorang pemimpin KPK--Adnan Pandu Praja--yang mencabut tanda tangan persetujuan sprindik atas nama Anas. Sekalipun bukti-bukti penerimaan gratifikasi oleh Anas diakui sudah di tangan KPK dan dianggap telah memenuhi unsur untuk dilakukan penyidikan, KPK belum bulat menyepakati status Anas sebagai tersangka. Bahkan Adnan berargumen bukan level KPK untuk menangani gratifikasi mobil Toyota Harrier yang (hanya) senilai Rp500-an juta. Tak ayal, publik berspekulasi ada kekuatan tersembunyi (invisible power) yang berusaha mencegah agar Anas tidak sampai berstatus tersangka.

Di sini, KPK menghadapi ujian integritas ketika menangani kasus-kasus korupsi politik yang melibatkan high profile politicians seperti skandal Hambalang. Bila KPK lolos ujian integritas dengan menunjukkan sikap imparsialitas pada Anas Urbaningrum seperti halnya pada Andi Mallarangeng, lembaga antirasywah itu akan menjadi pahlawan di mata publik. Dalam perang melawan korupsi, KPK merupakan satu-satunya kekuatan yang mampu mengalahkan tokoh politik tangguh, yang bahkan seorang Presiden Yudhoyono sekalipun tak mampu menaklukkannya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar