|
SUARA
KARYA, 31 Januari 2013
Akhir-akhir ini kita
dihadapkan pada apa yang disebut sebagai globalisasi dan modernisasi.
Sebagian orang menyambutnya dengan sangat antusias, namun sebagian lagi
menganggap biasa saja. Globalisasi dianggap sebagai suatu fenomena khusus
dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan
merupakan bagian dari proses manusia global itu sendiri.
Globalisasi biasanya
menyentuh seluruh aspek penting kehidupan manusia, bukan saja manusia baik di
perkotaan tetapi juga rakyat di desa terpencil sekalipun. Globalisasi mampu
menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang ada di masyarakat.
Banyak orang
berpendapat bahwa sebenarnya globalisasi merupakan sebuah istilah yang muncul
sekitar tahun 1990-an, dan begitu populer sebagai ideologi baru sekitar awal
tahun 2000-an. Istilah globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal
masyarakat, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di masyarakat dunia.
Globalisasi bisa
memberi berbagai kemudahan, terutama dalam mengakses komunikasi dengan
kecepatan yang begitu tinggi. Informasi dan teknologi dengan sekejap mampu
diperoleh, bahkan kejadian-kejadian yang muncul di belahan dunia yang dulunya
sangat lambat dan melalui proses yang sangat rumit, baru kemudian menyebar
informasinya dengan adanya teknologi canggih seperti, televisi, komputer,
internet, telepon genggam (HP) dan berbagai alat komunikasi lainnya yang
begitu beragam saat ini.
Tidak semua
globalisasi menguntungkan, karena pengaruh globalisasi itu sendiri biasanya
menciptakan terbentuknya manusia-manusia modern yang mementingkan dan
menciptakan terbentuknya superman dan persaingan yang begitu ketat.
Sifat-sifat individualistik terlihat pada manusia modern akan menggeser
kegotong-royongan. Sebagaimana dicontohkan dan digambarkan oleh Prof Dr Ir
Rahadi Ramlan, MSc, bahwa sebenarnya globalisasi itu, kalau tidak hati-hati
akan menggeser budaya tradisional gotong-royong dalam interaksi sosial yang
menjadi ciri bangsa Indonesia.
Betapa tidak, dalam
era modernisasi yang sedang marak terjadi, mulai bermunculan adanya mal-mal
dan supermarket di kota-kota, maka hubungan antara penjual dan pembeli hampir
tidak terjadi dan bahkan tidak saling mengenal. Ciri budaya dalam transaksi
jual-beli menimbulkan hubungan yang harmonis antara penjual dan pembeli,
karena terjadi apa yang disebut dengan transaksi tawar-menawar. Tawar-menawar
inilah yang membuat penjual dan pembeli saling kenal satu sama lain, dan
akhir terjadi hubungan persaudaraan yang saling menguntungkan dan saling
menghargai. Disini juga terjadi apa yang disebut oleh Stephen R Covey sebagai
trust atau kepercayaan.
Meskipun saat ini
telah terjadi perubahan yang maha dahsyat di kalangan masyarakat, munculnya
sifat-sifat individualistik karena pengaruh budaya barat, maka perlu adanya
antisipasi agar kerukunan hidup gotong-royong dan saling menghargai sesama
anak bangsa yang telah ditanamkan oleh nenek moyang bangsa ini dan perlu
dilestarikan.
Indonesia perlu
berbenah, dan perlu meninjau kembali, apakah pengaruh globasilasi ini
menguntungkan rakyat secara keseluruhan atau hanya orang-orang tertentu saja
yang bisa menikmati dan mendapatkan keuntungan dari pengaruh tersebut. Untuk
mengantisipasi berbagai pengaruh globalisasi yang begitu dahsyat tersebut,
kita harus menghidupkan kembali partisipasi masyarakat secara luas.
Partisipasi masyarakat
adalah suatu bentuk aktivitas masyarakat yang timbul sebagai konsekuensi
logis dari adanya kesadaran akan tanggung jawabnya terhadap hal-hal yang
menyangkut kepentingan dirinya sendiri, dan di sisi lain, partisipasi
masyarakat adalah salah satu bentuk keberhasilan penggalangan sumber daya
yang menyangkut kepentingan pelaksanaan suatu program, atau usaha tertentu,
yang proses implementasinya berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak.
Dalam bukunya berjudul
Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, Prof Dr R Hendra Halwani, MA,
mengutarakan bahwa dalam menghadapi otonomi daerah, agenda pembangunan
ekonomi daerah akan didominasi dengan program-program desentralisasi dan
pengembangan ekonomi daerah yang berdaya saing. Untuk itu, tujuan dari
program daerah jauh lebih luas cakupannya dari hanya sekedar pembangunan
ekonomi daerah.
Program pembangunan
daerah harus sudah mencakup upaya peningkatan rasa keadilan, pengembangan
partisipasi masyarakat dan suatu sistem sosial politik yang demokratis, serta
untuk menjaga dan memperkokoh kesatuan bangsa dalam negara kesatuan Republik
Indonesia. Kendati partisipasi masyarakat diakui sebagai bagian yang penting
dalam proses penyelenggaraan kehidupan, seringkali peran serta masyarakat ini
tidak bisa dirumuskan dalam posisi dan arti yang benar, sehingga dimana
partisipasi masyarakat harus ditempatkan dan sampai dimana harus dilakukan
menjadi kabur dan kurang fokus.
Partisipasi masyarakat
bisa tumbuh dengan baik apabila dikaitkan dengan proses pemberdayaan keluarga
melalui pos-pos pemberdayaan keluarga atau posdaya. Dalam pemberdayaan
biasanya mengambil asumsi bahwa seseorang atau masyarakat telah mempunyai
pengetahuan dan sikap dasar tentang masalah yang ingin dijadikan target,
dalam hal ini peningkatan mutu keluarga, penduduk, khususnya perempuan.
Prof Dr Haryono Suyono
mengatakan, bahwa pemberdayaan dimaksudkan untuk membangkitkan, meningkatkan
atau mengembangkan potensi daya yang ada dalam diri manusia atau masyarakat
yang bersangkutan agar mampu mengembangkan sesuatu secara mandiri atau
swadaya. Dalam era globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini, posdaya
diyakini sebagai solusi dan ujung tombak dalam mendorong partisipasi keluarga
dan masyarakat. Sehingga, mampu meningkatkan kebersamaan, kepedulian dan
menghidupkan kembali budaya gotong-royong. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar