Minggu, 15 Desember 2013

Keterbatasan yang Membebaskan

Keterbatasan yang Membebaskan
R Valentina Sagala  ;   Aktivis Perempuan, Hukum, dan HAM;
Anggota Dewan Redaksi Sinar Harapan
SINAR HARAPAN,  14 Desember 2013
  


“Kekuarangan bisa menjadi motivasi bagi diri untuk terus maju dan menginspirasi orang lain.”

“Saya ingin berbagi dengan Anda. Suatu saat mata saya tidak bisa melihat. Saya tidak tahu apa yang terjadi hingga dokter menyatakan saya terkena glaukoma. Saya sangat takut.

Saya kira saya akan buta. Saya belum pernah mengenal penyakit itu karena memang tidak ada informasi tentangnya. Saya bingung. Tapi, dokter bilang glaukoma itu bisa dicegah supaya tidak menimbulkan kebutaan.

Untuk itulah saya mencari orang-orang yang memiliki pengabdian yang sungguh untuk penyakit glaukoma dan mereka yang memiliki kepedulian tinggi untuk penyakit itu. Saya berencana membuat suatu perkumpulan yang bisa memberikan informasi dan manfaat besar bagi masyarakat, khususnya tentang glaukoma. Adakah di antara pembaca sekalian orang yang demikian?

Jika Anda memiliki beban besar membantu mereka yang terkena penyakit glaukoma ini atau Anda sendiri yang menjadi penderitanya, marilah kita bekerja sama. Terima kasih. (Arleen Djohan SH-Jakarta. Telepon 021-3334445).”

Baris-baris di atas adalah sepucuk surat pembaca yang menghiasi halaman 4 koran Sinar Harapan yang kita cintai ini, puluhan tahun lalu. Surat yang ditandatangani dan disertai data-data diri itu dikirim seorang perempuan sederhana dengan keterbatasan sekaligus tekadnya mencari teman berbagi dan membantu sesama penyandang penyakit glaukoma.

Puluhan tahun setelah surat itu dimuat, saya bersyukur dengan cara ajaib, saya berkenalan dengan Ibu Arleen Djohan (Tante Arleen, demikian saya memanggilnya). Mengenal Tante Arleen dari dekat merupakan karunia indah dari Tuhan bagi saya dan keluarga.

Tante Arleen bercerita pada saya, seperti kebanyakan orang yang dilahirkan dengan mata sempurna, ia tak pernah membayangkan akan menyandang glaukoma. Ia bahkan tak pernah mengenal glaukoma, hingga suatu ketika hendak berangkat ke kantor, pandangannya tiba-tiba menjadi gelap.

Setelah melakukan pemeriksaan ke dokter spesialis mata, Tante Arleen “divonis” terkena penyumbatan di sekitar bola mata, juga terkena glaukoma. Itulah mengapa ia mengalami kehilangan penglihatan atau kebutaan sesaat.

Glaukoma merupakan penyakit mata di mana keadaan saraf penglihatan di belakang bola mata mengalami kerusakan secara perlahan dan progresif. Kerusakan saraf penglihatan karena glaukoma ini terjadi bertahap tanpa disadari.

Gejalanya pun cenderung tidak terasa sehingga manakala gejala yang ditimbulkan terasa jelas, umumnya sudah pada kondisi yang telanjur parah, dan yang terburuk adalah kebutaan permanen. Itulah mengapa glaukoma sering disebut “Si Pencuri Penglihatan”.

Sekali dinyatakan sebagai penyandang glaukoma, seseorang seterusnya harus hidup dengan glaukoma. Artinya, penyandang didorong untuk menjaga kondisi matanya yang terkena glaukoma agar tidak sampai terjadi kebutaan permanen.

Dua belas Desember ini Tante Arleen berulang tahun. Tiga puluh tahun sudah sejak peristiwa pertama kali ia menjadi penyandang glaukoma. Puluhan tahun sejak suratnya dimuat di Sinar Harapan. Sepanjang itu pula, ia telah mendirikan dan beraktivitas melalui Yayasan Glaukoma Indonesia yang berfokus menyosialisasikan dan membantu penyandang glaukoma dari kebutaan yang dapat dicegah (avoidable blindness).  

Kita mungkin pernah mendengar ungkapan “mata adalah jendela jiwa”. Mata menyampaikan atau mengekspresikan emosi yang dimiliki manusia, seperti cinta, benci, bahagia, dan marah.

Sejak lahir, kebanyakan kita dikaruniai mata yang berfungsi dengan baik. Setiap hari, jam, dan menit, kita menikmati karunia itu. Pada saat bersamaan, ada sebagian kita yang seketika matanya mengalami kerusakan, tak lagi melihat dengan baik atau bahkan buta.

Dalam perenungan saya, keunikan Tante Arleen adalah, sesaat ia mengetahui dirinya mengalami glaukoma, hatinya tergerak berbagi untuk sesama. Saya bayangkan ribuan perasaan seperti kaget, sedih, kecewa, atau marah pada keadaan, berkecamuk.

Tapi, dengan cepat dan tanpa ragu ia menggugah orang-orang di sekitarnya, termasuk dokter spesialis mata, untuk berbuat sesuatu. Sejak itu ia berjuang menghadapi glaukoma, tidak hanya bagi dirinya sendiri, namun juga untuk sesama. Sebuah langkah kecil dari hati, yang kemudian menginspirasi banyak lagi orang untuk ikut mendukung.

Tante Arleen seorang yang selalu bersyukur pada Tuhan. Mungkin karena itu, glaukoma yang bagi kebanyakan orang akan “membatasi”, justru mengantarnya untuk berbagi kepada sesama. Bukankah ini sebuah pembebasan? Selamat ulang tahun, Tante Arleen. Tuhan memberkati.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar