Dalam media massa berulang kali
dapat kita baca atau dengar tentang kasus mutilasi. Kalau begitu,
maksudnya adalah kasus di mana jenazah korban, setelah dibunuh,
dipotong-potong lagi oleh pelakunya dan, dalam keadaan itu, ditinggalkan
dan ditemukan oleh masyarakat. Bulan lalu Kompasdalam waktu 10 hari
melaporkan tentang tiga kasus macam itu. Pertama, di Jalan Tol Cikampek,
Jakarta Timur, ditemukan enam potongan jenazah perempuan muda (Kompas,
6-3-2013). Kasus kedua terjadi di Atambua, NTT. Seorang petani membunuh
istri dan anaknya yang masih kecil, lalu memotong-motong kedua jasad itu
dan menguburkannya dalam satu lubang (Kompas, 10-3-2013). Terakhir
ditemukan 11 potongan tubuh laki-laki yang dimasukkan ke dalam satu
koper, dua kardus, dan lima kantong plastik di salah satu ruko di Ancol,
Jakarta Utara (Kompas, 15-3-2013).
Tulisan ini tidak bermaksud
mengomentari kejadian-kejadian yang sangat dramatis ini. Maksudnya hanya
sekadar merefleksikan pemakaian kata mutilasi dalam pemberitaan macam
ini. Mengapa kata ini hanya dipakai dalam konteks yang sangat khusus ini,
yaitu pemotongan jenazah setelah korban dibunuh? Malah diberi kesan bahwa
mutilasi termasuk kejahatan yang melanda masyarakat. Dalam sebuah artikel
pada halaman pertama harian Kompas tentang maraknya kejahatan di ibu kota
Jakarta yang disajikan sekitar terjadinya peristiwa-peristiwa tadi
dikatakan: ”Aksi brutal para pelaku kejahatan tidak hanya sebatas
merampok dengan senjata, tetapi juga melakukan kekerasan seksual,
mutilasi, hingga membakar korban” (11-3-2013). Namun, mutilasi sendiri
tidak merupakan kejahatan. Memang benar, dengan memutilasi korban, para
pembunuh memperbesar lagi kejahatannya karena mutilasi tidak menghormati
jenazah. Dan menghormati jenazah merupakan suatu kewajiban moral kita.
Namun, kata mutilasi mempunyai arti jauh lebih luas daripada konteks kejahatan
saja.
Mutilasi berarti perbuatan
menghilangkan integritas tubuh atau keadaan yang disebabkan oleh
perbuatan seperti itu. Pengertian ini sesuai dengan keterangan Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat: ”proses atau tindakan memotong-motong tubuh manusia atau hewan”.
Hal itu tidak terbatas pada orang mati saja, tetapi bisa juga terjadi
pada orang hidup. Gadis di Afganistan yang pernah dipotong batang
hidungnya oleh Taliban dan menjadi perhatian seluruh dunia melalui sampul
depan majalah Time tentu mengalami mutilasi. Betul, contoh ini
menyangkut juga kasus kejahatan, tetapi seandainya gadis yang malang ini
mengalami nasib yang mengerikan itu akibat kecelakaan, hal itu tetap akan
disebut mutilasi. Jika dokter bedah mengamputasi sebagian kaki pasien diabetes
atau membuang sebuah ginjal dari pasien kanker ginjal, pasien-pasien itu
mengalami mutilasi juga karena integritas tubuh tidak ada lagi.
Bahasa Indonesia mengambil alih
kata mutilasi dari mutilation, bahasa Inggris, atau barangkali mutilatie,
bahasa Belanda. Dalam Concise
Oxford Dictionary kata kerja to mutilate dijelaskan sebagai ”deprive (person etc) of limb or
organ” (menghilangkan anggota tubuh atau organ dari seseorang). Kata
Inggris ini berasal dari kata Latin mutilare
yang mempunyai arti yang sama. Rupanya tidak ada alasan untuk menyimpang
dari arti dasar itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar