Selamat Datang
Pemimpin Baru Jakarta
Baharuddin Aritonang ; Pengamat Sosial
|
MEDIA
INDONESIA, 04 Oktober 2012
MENJELANG putaran pertama pemilukada DKI , sesungguhnya saya
apatis melihat calon-calon Gubernur DKI Jakarta yang muncul. Gubernur lama saya
anggap tidak berbuat optimal untuk pembangunan Kota Jakarta, sedangkan
calon-calon lain kurang menjanjikan, setidaknya untuk sebuah kota seperti
Jakarta. Memang ada Joko Widodo (Jokowi) dari Surakarta, tapi dia masih
menjabat wali kota.
Tokoh itu memang membuat beberapa kejutan yang terasa cocok dengan
pikiran saya. Pertama ketegasannya untuk tidak memberikan izin pembangunan mal
di kota itu dan sebelumnya berhasil merelokasi pedagang kaki lima. Masih
seabrek keberhasilannya di situ, baik menyangkut ekonomi, sosial, maupun seni.
Lebih dari itu, wali kota tersebut membuktikan kedekatannya dengan rakyat.
Wajarlah kalau dia disenangi banyak orang, setidaknya yang mengikuti
perjalanan kariernya. Kehadirannya di Ibu Kota pun diperhatikan sebagian besar
warga. Di putaran pertama, anak saya yang menjadi pemilih pemula sudah
menunjukkan tanda jari bernomor urut tiga. Dia bahkan membawa baju kotak-kotak
pemberian seorang temannya. Ah, alamat terjadi perubahan ini, pikir saya. Wajarlah
kalau Joko Widodo, yang kemudian berpasangan dengan Ahok (Basuki Tjahaja
Purnama), memperoleh suara terbanyak, lebih dari 40%.
Adapun Foke (Fauzi Bowo), yang berpasangan dengan Nara (Nachrowi
Ramli), hanya memperoleh sekitar 32% walau para pendukungnya dengan gegabah
mengatakan akan memenangi pemilu kada putaran pertama itu dengan ‘hanya’ satu
putaran. Itu sesuatu yang wajar saja karena Foke adalah gubernur petahana,
sedangkan Nara menjabat Ketua Partai Demokrat DKI Jakarta.
Karena itu, menjelang pemilu kada putaran kedua, di kala pilihan
tinggal dua pasangan, perhatian saya juga tercurah pada Jokowi. Tentu tidak ada
kaitannya dengan partai. Saya lebih fokus pada orangnya. Program-programnya menyangkut
hal-hal kecil dan nyata untuk kebutuhan sebagian rakyat Jakarta yang selama ini
belum sempat tersentuh. Itu seperti apa yang saya lihat pada debat terbuka di
salah satu stasiun televisi tentang relokasi dan pembangunan rumah-rumah
penduduk. Itu dilakukan melalui pendekatan dengan rakyat, sebagaimana yang
dicon tohkannya di Surakarta. “Tidak berarti `hal-hal besar' diabaikan, di
antaranya pembangunan MRT, meneruskan program busway, atau menanggulangi
banjir, dan mengurai kemacetan. Saya kan tinggal menjalankan pembentukan badan
yang pernah dirancang tentang hal itu. Jadi tidak lagi sekadar rencana!“
tambahnya sembari tersenyum.
Soal senyuman memang hal menarik baginya. Dari situ tampak
kerendahan hatinya. Meski dia lulusan UGM juga, saya merasa tidak perlu
menunjukkan dukungan kepadanya. Paling-paling saya membuat tulisan di sebuah
blog. Itu pun di kala saya terganggu oleh isu SARA, dengan menulis `Adakah isu
SARA berhasil di DKI?'. Menurut hemat saya, isu semacam itu tidaklah perlu
dikembangkan. Itu tidak akan berhasil.
Sebagai penduduk Ibu Kota, saya memberikan suara di TPS 17 di
depan rumah saya. Seorang teman wartawan mengajak nonton bareng (nobar)
penghitungan cepat melalui saluran televisi. Sembari ngopi, kami mengikutinya
dengan santai. Hasilnya tak jauh seperti yang telah diduga. Tatkala nobar itu
usai, saya melanjutkan untuk mendengar penghitungan suara di TPS tadi. Dengan
lamat-lamat terdengar suara: nomor 3, nomor 1, dan seterusnya. Setiap tiga
nomor 3, nomor 1 hanya sebuah. Hasilnya, rata-rata penghitungan suara cepat
yang dilakukan beberapa lembaga menunjukkan Foke-Nara didukung sekitar 46%
suara, sedangkan Jokowi-Ahok didukung sekitar 53% suara. Meski penghitungan
suara oleh KPU belum selesai, umumnya orang sepakat pemenangnya adalah Jokowi-Ahok.
Tatkala saya menjadi tuan rumah silaturahim warga di RT kami pada
Sabtu, 22 September 2012 malam, saya mengundang Sdr Marse, seorang pemain keyboard yang spesialis lagu-lagu
keroncong dan campur sari. Mengalirlah lagu-lagu Yen ing Tawang Ono Lintang, Stasiun Balapan-nya Didi Kempot, dan
lain-lain. Dengan bercanda saya katakan mereka sengaja saya undang untuk
menyambut datangnya ‘pemimpin baru
Jakarta’. Tentu saja para tetangga yang hadir hanya tersenyum mendengarnya.
Pada Sabtu, 29 September 2012,
KPU Jakarta mengumumkan hasil penghitungan resmi pemilu kada itu. Sebanyak
53,82% memilih pasangan Jokowi-Ahok dan 46,17% memilih FokeNara. Saat itu Joko
Widodo mengatakan akan langsung terjun ke lapangan. Selamat bekerja! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar