Bahaya Perang
Timur Tengah
Smith Alhadar ; Penasihat
pada The Indonesian Society for Middle East Studies
|
REPUBLIKA,
29 Oktober 2012
Perang Saudara Suriah telah menewaskan
sekitar 34 ribu orang, 28 orang dinyatakan hilang, dan sekitar 200 ribu orang
mengungsi ke negara-negara tetangga. Perang antara pasukan rezim Suriah
pimpinan Presiden Bashar al-Assad yang didominasi sekte Syiah Alawiyah dan kelompok
oposisi bersenjata yang umumnya pemeluk mazhab ahl sunnah wal jamaah masih
berkecamuk.
Untuk mengakhiri kekerasan ini, negara-negara regional maupun interna -
sional telah menjatuhkan sanksi berat atas rezim Assad. Selain mengeluarkan
Suriah dari keanggotaan, Liga Arab juga menjatuhkan sanksi ekonomi total atas
rezim represif ini. Demikian juga Turki, mitra dagang Suriah yang penting. AS
dan sekutu Barat-nya pun melakukan hal yang sama, termasuk menghentikan impor
minyak Suriah.
Kendati demikian, Presiden Assad
tetap bertahan. Malah ia "meluaskan"
perang ke Lebanon dan Turki. Pada 19 Oktober lalu, Kepala Intelijen Lebanon yang anti-Assad dibunuh dengan bom mobil. Insiden ini berhasil memprovokasi kaum Sunni yang mendukung Wissam dan kubu Alawiyah yang mendukung rezim Assad. Beruntung, konflik dua hari antara dua kelompok ini di Tripoli dan Beirut dapat diredakan oleh aparat keamanan.
Assad menolak damai kecuali kelompok
oposisi bersenjata dilucuti terlebih dahulu. Permintaan Assad ini tentu saja
sulit dipenuhi karena kaum oposisi meng hendaki Assad turun dari kekuasaan.
Sikap keras kepala Assad ini disebabkan karena ia percaya kekuatan militer
bisa menyelesaikan persoalan dan ia mendapat dukungan kuat dari Iran, Cina,
dan Rusia.
Memang, negara-negara Barat ingin
mengganti rezim Suriah yang anti-Barat, pro-Iran, pro-Hizbullah di Lebanon,
dan pro-Hamas. Sebelum memprovokasi Lebanon dengan pembunuhan Wissam al-Hassan,
perang saudara di Suriah sudah melebar dan mengancam perang besar di Timur
Tengah sejak pasukan rezim Assad menembakkan mortir ke wilayah Turki pada 3
Oktober lalu yang menewaskan lima warga Turki. Ankara segera membalas
serangan itu dengan menyerang pos-pos militer Suriah di dekat perbatasan yang
menewaskan dan melukai beberapa tentara Suriah.
Tindakan Damaskus menyerang Turki
itu salah besar dan dianggap bodoh. Oleh karena itu, ada yang berpendapat bahwa
serangan itu bukan dilakukan Damaskus, melainkan kaum oposisi untuk memancing
Turki yang anggota NATO terlibat dalam perang melawan rezim Assad. Tapi,
karena Damaskus minta maaf atas tindakan itu, otomatis ia mengakui aksi yang
provokatif itu. Ali Tekin, asisten professor Hubungan Internasional di
Universitas Bilken, Ankara, mengatakan, Suriah paham, Turki tak ingin
berperang.
Suriah seperti ingin mengingatkan,
intervensi Turki bisa membakar kawasan. Suriah hendak mengirim pesan agar tidak
mencoba-coba menjungkalkan Assad. Memang, beberapa waktu lalu Menteri Luar
Negeri Turki Ahmad Davotoglu secara eksplisit menyebut Wakil Presiden Suriah
Farouk al-Sharaa sebagai figur yang bisa diterima semua pihak untuk
menggantikan Assad.
Apapun itu, Turki kini siap berperang.
Ankara sudah mengerahkan 25 pesawat tempur F-16 ke Pangkalan Udara Turki
Diyarbakir di dekat perbatasan. Pimpinan militer Turki juga telah melakukan
inspeksi pasukan. Presiden Turki Abdullah Gul mengatakan, beberapa skenario
terburuk sedang dimainkan di luar Suriah. Untuk itu, Turki sudah siap dengan segala konsekuensi
untuk mempertahankan diri. Sementara itu, NATO menyatakan, siap membantu
Turki. Semua rencana yang diperlukan siap dijalankan guna membela salah satu
anggotanya. Jumlah anggota NATO sebanyak 28 negara.
Sekiranya Suriah seperti Libya
--negara dengan populasi kecil, persenjataan terbatas, dan berada di wilayah
yang tidak strategis--, keterlibatan NATO dengan hanya membatasi diri dengan
melakukan serangan udara terhadap pesawat-pesawat tempur dan pasukan rezim
Suriah sambil memberi senjata lebih banyak kepada kaum oposisi, bisa dipastikan,
skenario Libya akan terjadi.
Pasukan oposisi akan lebih mudah
menaklukkan pasukan rezim Assad. Namun, Suriah bukan Libya. Rezim ini
memiliki senjata biologi dan kimia. Kekuatan militer pun jauh lebih kuat dari
kekuatan militer Libya. Suriah juga ber batasan dengan Israel yang bisa memecahkan
aliansi Liga Arab-NATO bila Damaskus menyerang Israel. Bahkan, Suriah bisa
membuat Dunia Arab bergolak. Negara-negara Arab, termasuk monarki Arab Teluk,
akan didesak rakyat untuk membela Suriah.
Yang lebih menakutkan adalah
keterlibatan Iran, sekutu dekat Suriah.Teheran telah mengatakan bahwa Turki adalah
pion bagi NATO yang sudah menyiapkan serangan militer terhadap Suriah. Oleh
karena itu, Teheran secara eksplisit menegaskan siap membantu Suriah. Kalau
Iran terlibat, bisa jadi Irak yang diperintah kaum syiah dan dekat dengan
Iran akan ikut terseret.
Cina dan khususnya Rusia mungkin
juga tak akan diam. Pangkalan militernya di Tartus, Suriah, mungkin akan dioperasikan
untuk membantu Suriah. Dengan demikian, ancaman perang besar mungkin sekali
akan meletus di Timur Tengah. Mungkin karena menyadari hal ini, AS, Perancis,
dan Inggris tak mau berperang di Suriah tanpa persetujuan Rusia. NATO pun
berharap agar Ankara dan Damaskus menahan diri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar