Selasa, 30 Oktober 2012

Bahaya Perang Timur Tengah


Bahaya Perang Timur Tengah
Smith Alhadar ;  Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies
REPUBLIKA, 29 Oktober 2012
  

Perang Saudara Suriah telah menewaskan sekitar 34 ribu orang, 28 orang dinyatakan hilang, dan sekitar 200 ribu orang mengungsi ke negara-negara tetangga. Perang antara pasukan rezim Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad yang didominasi sekte Syiah Alawiyah dan kelompok oposisi bersenjata yang umumnya pemeluk mazhab ahl sunnah wal jamaah masih berkecamuk.
Untuk mengakhiri kekerasan ini, negara-negara regional maupun interna - sional telah menjatuhkan sanksi berat atas rezim Assad. Selain mengeluarkan Suriah dari keanggotaan, Liga Arab juga menjatuhkan sanksi ekonomi total atas rezim represif ini. Demikian juga Turki, mitra dagang Suriah yang penting. AS dan sekutu Barat-nya pun melakukan hal yang sama, termasuk menghentikan impor minyak Suriah.
Kendati demikian, Presiden Assad tetap bertahan. Malah ia "meluaskan"
perang ke Lebanon dan Turki. Pada 19 Oktober lalu, Kepala Intelijen Lebanon yang anti-Assad dibunuh dengan bom mobil. Insiden ini berhasil memprovokasi kaum Sunni yang mendukung Wissam dan kubu Alawiyah yang mendukung rezim Assad. Beruntung, konflik dua hari antara dua kelompok ini di Tripoli dan Beirut dapat diredakan oleh aparat keamanan.
Assad menolak damai kecuali kelompok oposisi bersenjata dilucuti terlebih dahulu. Permintaan Assad ini tentu saja sulit dipenuhi karena kaum oposisi meng hendaki Assad turun dari kekuasaan. Sikap keras kepala Assad ini disebabkan karena ia percaya kekuatan militer bisa menyelesaikan persoalan dan ia mendapat dukungan kuat dari Iran, Cina, dan Rusia.
Memang, negara-negara Barat ingin mengganti rezim Suriah yang anti-Barat, pro-Iran, pro-Hizbullah di Lebanon, dan pro-Hamas. Sebelum memprovokasi Lebanon dengan pembunuhan Wissam al-Hassan, perang saudara di Suriah sudah melebar dan mengancam perang besar di Timur Tengah sejak pasukan rezim Assad menembakkan mortir ke wilayah Turki pada 3 Oktober lalu yang menewaskan lima warga Turki. Ankara segera membalas serangan itu dengan menyerang pos-pos militer Suriah di dekat perbatasan yang menewaskan dan melukai beberapa tentara Suriah.
Tindakan Damaskus menyerang Turki itu salah besar dan dianggap bodoh. Oleh karena itu, ada yang berpendapat bahwa serangan itu bukan dilakukan Damaskus, melainkan kaum oposisi untuk memancing Turki yang anggota NATO terlibat dalam perang melawan rezim Assad. Tapi, karena Damaskus minta maaf atas tindakan itu, otomatis ia mengakui aksi yang provokatif itu. Ali Tekin, asisten professor Hubungan Internasional di Universitas Bilken, Ankara, mengatakan, Suriah paham, Turki tak ingin berperang.
Suriah seperti ingin mengingatkan, intervensi Turki bisa membakar kawasan. Suriah hendak mengirim pesan agar tidak mencoba-coba menjungkalkan Assad. Memang, beberapa waktu lalu Menteri Luar Negeri Turki Ahmad Davotoglu secara eksplisit menyebut Wakil Presiden Suriah Farouk al-Sharaa sebagai figur yang bisa diterima semua pihak untuk menggantikan Assad.
Apapun itu, Turki kini siap berperang. Ankara sudah mengerahkan 25 pesawat tempur F-16 ke Pangkalan Udara Turki Diyarbakir di dekat perbatasan. Pimpinan militer Turki juga telah melakukan inspeksi pasukan. Presiden Turki Abdullah Gul mengatakan, beberapa skenario terburuk sedang dimainkan di luar Suriah.  Untuk itu, Turki sudah siap dengan segala konsekuensi untuk mempertahankan diri. Sementara itu, NATO menyatakan, siap membantu Turki. Semua rencana yang diperlukan siap dijalankan guna membela salah satu anggotanya. Jumlah anggota NATO sebanyak 28 negara.
Sekiranya Suriah seperti Libya --negara dengan populasi kecil, persenjataan terbatas, dan berada di wilayah yang tidak strategis--, keterlibatan NATO dengan hanya membatasi diri dengan melakukan serangan udara terhadap pesawat-pesawat tempur dan pasukan rezim Suriah sambil memberi senjata lebih banyak kepada kaum oposisi, bisa dipastikan, skenario Libya akan terjadi.
Pasukan oposisi akan lebih mudah menaklukkan pasukan rezim Assad. Namun, Suriah bukan Libya. Rezim ini memiliki senjata biologi dan kimia. Kekuatan militer pun jauh lebih kuat dari kekuatan militer Libya. Suriah juga ber batasan dengan Israel yang bisa memecahkan aliansi Liga Arab-NATO bila Damaskus menyerang Israel. Bahkan, Suriah bisa membuat Dunia Arab bergolak. Negara-negara Arab, termasuk monarki Arab Teluk, akan didesak rakyat untuk membela Suriah.
Yang lebih menakutkan adalah keterlibatan Iran, sekutu dekat Suriah.Teheran telah mengatakan bahwa Turki adalah pion bagi NATO yang sudah menyiapkan serangan militer terhadap Suriah. Oleh karena itu, Teheran secara eksplisit menegaskan siap membantu Suriah. Kalau Iran terlibat, bisa jadi Irak yang diperintah kaum syiah dan dekat dengan Iran akan ikut terseret.
Cina dan khususnya Rusia mungkin juga tak akan diam. Pangkalan militernya di Tartus, Suriah, mungkin akan dioperasikan untuk membantu Suriah. Dengan demikian, ancaman perang besar mungkin sekali akan meletus di Timur Tengah. Mungkin karena menyadari hal ini, AS, Perancis, dan Inggris tak mau berperang di Suriah tanpa persetujuan Rusia. NATO pun berharap agar Ankara dan Damaskus menahan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar