Eksplorasi
Sumpah Pemuda
Sumaryoto ; Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan
|
SUARA
MERDEKA, 27 Oktober 2012
"Dengan
menjiwai semangat Sumpah Pemuda, kita berharap tidak akan ada lagi tawuran,
teror, bentrokan, dan korupsi"
HINGGA 84 tahun kemudian setelah diikrarkan, ternyata semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 belum sepenuhnya merasuk ke dalam jiwa tiap insan Indonesia, termasuk pemuda. Betapa tidak?
Bila sudah merasuk, tentu tak perlu terjadi
bentrokan antara mahasiswa dan polisi di kampus Universitas Pamulang
Tangerang Selatan, yang membuat Kapolsek Pamulang jatuh tersungkur dan
berbuntut pada penangkapan 9 mahasiswa. Para mahasiswa menolak kedatangan
Wakapolri Komjen Nanan Sukarna ke kampus itu.
Bila sudah merasuk, tentu tidak perlu
terjadi bentrokan antarmahasiswa di Universitas Negeri Makassar yang
menewaskan seorang mahasiswa; tawuran antara pelajar SMA 6 dan SMA 70 Jakarta
yang menewaskan Alawi Yusianto Putra; bentrok antara pengikut aliran Syiah
dan Sunni di Madura yang menewaskan sejumlah pengikut Syiah; tak perlu
komunitas Ahmadiyah dimusuhi di mana-mana; dan sederet kasus kekerasan
lainnya.
Sejak dulu kala, Indonesia dihuni oleh
penduduk dengan berbagai macam etnis, agama, dan golongan. Ketika para
penjajah datang, mereka secara berkelompok melakukan perlawanan. Hasilnya,
Indonesia tetap dijajah. Sampai kemudian timbul kesadaran untuk bersatu
melalui pembentukan Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.
Kesadaran untuk bersatu sebagai bangsa
kemudian memuncak pada 28 Oktober 1928 ketika para pemuda dari berbagai pulau
dan etnis, seperti Jong Celebes, Jong Java, Jong Soenda, Jong Sumatranen,
Jong Betawi, dan sebagainya mengikrarkan Sumpah Pemuda: bertanah air satu,
Tanah Air Indonesia; berbangsa satu, bangsa Indonesia; dan berbahasa satu,
Bahasa Indonesia. Para pemuda yang terdiri atas berbagai latar belakang itu
melebur menjadi satu: Indonesia!
Semangat Sumpah Pemuda mencapai klimaksnya
pada 17 Agustus 1945 ketika Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sejak itu, Indonesia yang terdiri
atas berbagai etnis, agama, dan golongan menjadi bangsa yang merdeka dan
bersatu.
Kini, bagaimana setelah 67 tahun Indonesia
merdek,a dan 84 tahun Sumpah Pemuda diikrarkan? Ternyata kita belum
sepenuhnya merdeka dari pertikaian internal antarsesama anak bangsa. Semangat
Sumpah Pemuda belum sepenuhnya merasuk ke dalam jiwa setiap pemuda Indonesia.
Akibatnya, kekerasan berlatar agama masih
terjadi di mana-mana. Toleransi menjadi sesuatu yang sangat mahal. Tawuran antarpelajar
dan antarmahasiswa
masih merebak, dan bentrokan antara mahasiswa dan aparat
keamanan makin membuat kita miris. Terasa tak ada lagi rasa persatuan dan
kesatuan kita sebagai bangsa.
Di sisi lain, banyak pula pemuda terlibat
kejahatan yang tergolong extraordinary crime (kejahatan luar biasa), yakni
teror, narkotika, dan korupsi. Betapa banyak tersangka pelaku teror ternyata
masih belia. Betapa banyak pemuda yang terjerat kasus narkotika, baik sebagai
konsumen maupun pengedar. Betapa banyak pula pemuda yang terjerat korupsi,
seperti M Nazaruddin, Angelina Sondakh, Gayus Tambunan, dan Dhana Widyatmika.
Menjiwai Semangat
Bila kita menjiwai semangat Sumpah Pemuda,
yang bermanifestasi antara lain berupa rasa cinta kepada Tanah Air atau
nasionalisme, atau dalam istilah penulis disebut Nusantaraisme, tentu kita
tak akan sampai hati membuat teror, menyalahgunakan narkotika, dan melakukan
korupsi.
Apakah para pemimpin bangsa ini yang sudah
tergolong senior sudah menjiwai semangat Sumpah Pemuda? Jangan-jangan juga
belum. Bisa jadi apa yang dilakukan para pemuda itu sekadar mencontoh
perilaku para seniornya.
Bila sudah menjiwai Sumpah Pemuda, tentu
tak perlu ada kasus korupsi simulator mengemudi (simulator SIM) yang
melibatkan petinggi Polri; tak perlu ada skandal bail out Bank Century; tak
perlu ada kasus korupsi wisma atlet SEA Games XXVI di Palembang, dan
Pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di
Hambalang Kabupaten Bogor, tak perlu ada hakim yang mengonsumsi narkotika,
bahkan mengurangi hukuman terpidana mati kasus narkotika; dan tak perlu pula
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi bagi sejumlah terpidana
kasus narkotika.
Esok, ikrar Sumpah Pemuda kita peringati.
Marilah, peringatan Sumpah Pemuda itu kita jadikan momentum untuk kembali
menanamkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa ke dalam sanubari tiap
insan Indonesia, terutama para pemuda sebagai pilar kelima kehidupan
berbangsa dan bernegara, setelah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal ika.
Dengan menjiwai semangat Sumpah Pemuda,
kita berharap tidak akan ada lagi tawuran dan bentrokan antarsesama anak
bangsa, kekerasan atas nama agama, teror, penyalahgunaan narkotika, dan
korupsi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar