Jumat, 26 Oktober 2012

Berjejaring Selamatkan MA


Berjejaring Selamatkan MA
Achmad Fauzi ; Hakim Pengadilan Agama Kotabaru, Kalsel,
Penulis buku Pergulatan Hukum di Negeri Wani Piro
JAWA POS, 25 Oktober 2012

  

TUHAN mungkin punya desain besar untuk menyelamatkan kesucian keadilan di tubuh Mahkamah Agung (MA). Selubung yang menutupi aib oknum pengadil yang terlibat skandal suap, narkoba, dan perbuatan tercela lainnya secara bertubi-tubi disingkap di muka publik. Mulai terbongkarnya kasus dua hakim ad hoc tipikor yang terjerat gurita sogok di Semarang, promosi kontroversial mantan ketua pengadilan yang terindikasi suap menjadi hakim tinggi, geger rekaman video pemberian deposit suap hakim di Pangkalan Bun, hingga kasus narkoba yang mencengkeram oknum hakim di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta Barat. 

Hakim terakhir itu diberitakan pernah "diloloskan" dari hukum cambuk setelah berbuat asusila di Aceh. Semuanya adalah risiko dari bekerjanya mesin perubahan di internal MA. Yakni, setiap kebatilan pasti tergilas oleh kekuatan moral yang terorganisasi.

Problem menjamurnya perilaku tercela di pengadilan menjadi kegalauan sejumlah hakim di berbagai daerah. Mereka menguatkan soliditas semangat pembaruan dan bertindak konkret dalam wadah jejaring Facebook yang bernama Rencana Peserta Aksi Hakim Indonesia. Sekitar lima ribuan orang di grup yang dimotori Sunoto, hakim muda PN Aceh Tamiang. 

Ada empat agenda besar yang diusung dan populer disebut dengan istilah 4 S. Yakni, save MA dari mafia, selamatkan hakim bersih, sayangi hakim berintegritas, dan sejahterakan hakim reformis. Gerakan itu dimulai dengan menandatangani pakta integritas hakim, menjadi pelopor hakim bersih di tempat tugas masing-masing, serta menyatukan kesamaan misi menjadi sebuah kesadaran kolektif gerakan bottom up. Bahkan, sebagai wujud perang terhadap narkoba, meskipun instruksi MA tentang tes urine pada seluruh hakim dianggap belum relevan, para hakim di PN Depok telah melakukan tes urine dan hasilnya negatif.

Memang, hakim mustahil mengadili perkara narkoba dengan tegas jika dirinya pecandu atau pengedar. Kesadaran dari tiap satuan kerja pengadilan tersebut harus disatukan sebagai sebuah gerakan moral massif. Media sosial bisa meringkas jarak geografis. 

Media sosial terbukti berdaya gedor luar biasa bagi perubahan sistem yang jumud. Baru saja kita menyaksikan perlawanan publik terhadap upaya elite politik yang merongrong kewenangan substansial dan eksistensi KPK. Bermula dari kegetiran yang tertumpah di media sosial, terbentuklah akumulasi kesadaran sepenanggungan hingga menjadi gelombang opini massa yang sukar dibendung. Semoga slogan "Save MA" membahana sebagai bentuk keprihatinan sosial atas kondisi struktur, substansi, dan budaya hukum saat ini.

MA sebagai rumah keadilan harus dimulai dari bersih-bersih diri para penghuninya. MA perlu diapresiasi ketika menggandeng KPK untuk mengawasi hakim. Hal itu mendapatkan momentumnya. Komisi Yudisial (KY) merespons positif dan menyatakan siap bekerja sama dengan setiap gerakan hakim yang bertujuan menjaga dan menegakkan kehormatan hakim. 

Gerakan bersih-bersih MA adalah keniscayaan di tengah tuntutan publik yang menghendaki MA sebagai kekuasaan yang merdeka, bersih, dan akuntabel. MA selayaknya mendukung penuh gerakan tersebut. Sebab, isu yang diusung berkaitan langsung dengan persoalan mendasar di tubuh lembaga peradilan. 

Statement bahwa sebelum gerakan 4 S lahir institusi MA telah konsisten menegakkan disiplin dan telah melakukan bersih-bersih hakim nakal itu tidak keliru. Menyediakan kotak saran dan layanan pengaduan soal profesionalisme hakim juga benar adanya. 

Tetapi, harus dicermati, bisa saja ada hakim "sakti" yang lolos dari pengawasan dan jerat sanksi, namun justru mendapatkan promosi. Adalah hakim SPW yang standar penilaian objektif dalam penerapan kebijakan promosinya sebagai hakim tinggi dipertanyakan banyak orang. Pasalnya, awal September silam KY mendesak MA dan KPK untuk memeriksa SPW soal tujuh vonis bebas bagi para terdakwa korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang. MA pernah menyebutkan bahwa SPW terindikasi kuat terlibat kasus sogok.

Jika dasar filosofis sistem promosi/mutasi hakim untuk penyegaran dan peningkatan kapabilitas sumber daya, sedangkan demosi dan pemecatan sebagai konsekuensi hukuman atas tindakan indisipliner, standar penilaian yang menjadi tolok ukur harus objektif dan tansparan. Karena itu, perlu penjelasan memadai dasar kebijakan tersebut agar anomali sistem promosi dan mutasi hakim tidak memperburuk citra MA di mata publik. Apalagi jika mengacu pada arahan cetak biru MA 2010-2035, hakim yang cacat reputasi tidak punya ruang yang layak untuk dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi. 

Kesadaran kolektif berjejaring yang mendorong lahirnya gerakan penyelamatan MA menjadi basis perilaku yang bersifat empiris dalam menjabarkan moralitas hakim sebagai fakta sosial. Ketika semua hakim mengutuk keras mafia peradilan dan membentengi diri dengan kesadaran moral yang tinggi, fakta sosial memperlihatkan efek positif dan gelombang keberpihakan dari komunitas sosial lainnya bisa dirangkul. 

Emile Durkheim memaknai kesadaran kolektif sebagai seluruh kepercayaan dan perasaan bersama dalam sebuah institusi atau masyarakat yang membentuk suatu sistem yang baik. Kesadaran kolektif itu terwujud karena bertemunya sumbu-sumbu kesadaran partikular dalam kenyataan empiris. Di sinilah MA berperan penting mempertemukan gelombang kesadaran moral individu tersebut dalam kerangka menyelamatkan MA dari rongrongan hakim hitam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar