BPK
Menghalangi Hambalang?
Zainal Arifin Mochtar ; Pengajar FH UGM, Ketua Pusat Kajian
Antikorupsi FH UGM Yogyakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 29 Oktober 2012
SETIAP kasus korupsi yang melibatkan petinggi
partai politik hampir selalu diikuti tendensi dan berbagai jenis pertarungan
yang mengiringi penanganan perkara tersebut. Sekadar mengingatkan, apa yang
terjadi di kasus-kasus yang melibatkan oknum partai biasanya menimbulkan
turbulensi tertentu dalam penanganannya. Karena itu, seakan menjadi rumusan
standar bahwa perkara korupsi dengan tendensi politik sering akan berhadapan
dengan upaya memolitisasi penegakan hukum.
Seperti yang terkini di kasus Hambalang.
Pengakuan salah seorang petingi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan
ada pihak yang mengintervensi kerja BPK dalam melakukan audit investigasi
proyek Hambalang. Dalam laporan tersebut, nama Menteri Pemuda dan Olahraga
Andi Mallarangeng dan sejumlah perusahaan kontraktor tidak dinyatakan
terlibat. Padahal, dalam pemeriksaan awal yang dilakukan BPK, terdapat
sejumlah bukti keterlibatan Andi dan sejumlah perusahaan kontraktor tersebut
dalam proyek Hambalang. Perusahaanperusahaan yang diduga terlibat dalam
proyek Hambalang antara lain PT Dutasari Citralaras dan PT Adhi Karya. Di PT
Dutasari Citralaras, istri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum pernah
menjadi komisaris.
Pernyataan itu sontak menjadi pembi caraan
publik. Pernyataan intervensi tersebut menjadi semakin aktual ke tika diikuti
beredarnya laporan hasil pemeriksaan kasus Hambalang memang ti dak terdapat
nama-nama yang telah diindikasikan salah seorang anggota BPK tersebut. Potret
itu seakan-akan mengafirmasi pernyataan sang anggota BPK. Hal itu kemudian
secara resmi dibantah BPK dengan menyatakan terjadi `keseleo lidah' dalam
menyebutkan intervensi.
Bahayanya ialah dengan seketika, publik
dikaburkan dengan cita-cita penegakan hukum di kasus Ham balang. Yang terjadi
seakan-akan bahwa sudah terjadi `kongkalikong' yang menjadikan proses
penegakan hukum di kasus Hambalang telah dimodifikasi. Pernyataan `keseleo
lidah' tentunya menjadi sangat dangkal untuk dijadikan pemurni bagi opini
publik yang sudah telanjur terbentuk.
Karena itu, entah benar entah tidak,
pernyataan tersebut telah terlanjut membentuk beberapa wilayah yang harus
dianalisis, sekaligus diverifikasi, agar tidak membunuh kepercayaan publik
akan penegakan hukum di kasus Hambalang.
Pertama, yang paling penting tentu saja ialah
penjelasan mendetail perihal makna intervensi yang ada. Jika ada anggota BPK
merasa diintervensi dan pada saat yang sama ada yang merasa tidak ada
intervensi, tentu harus diklarifikasikan ke publik.
Apalagi secara proses,
semua keputusan BPK dikerjakan secara kolektif dan dibahas bersama di antara
semua anggota BPK. Karena itu, paling tidak harus disebutkan makna sebenarnya
dari intervensi tersebut. `Keseleo lidah' terasa terlalu meremehkan
kecerdasan publik, termasuk kecerdasan anggota BPK yang dicap keseleo lidah
dengan mengatakan ada intervensi. Makna ada intervensi dengan pemeriksaan
yang benar tanpa intervensi tentunya berseberangan diametral. Dalam potret
yang berseberangan diametral tersebut, selain berpeluang menghalangi
penegakan hukum kasus Hambalang, ada pertaruhan atas kredibilitas BPK.
Baik masa depan kasus Hambalang maupun
kredibilitas BPK memiliki `harga' yang sangat tinggi untuk dipertaruhkan.
Karena itu, jika BPK memilih untuk `berdiam' atau sekadar mengumumkan keseleo
lidah, tentu menjadi semacam pertaruhan dengan harga mahal tersebut sangat
dikhawatirkan tidak akan mampu dibayar. Apa yang akan terjadi pada masa depan
kasus Hambalang yang laporannya sudah dianggap termodifikasi? Siapa yang
masih bisa memercayai BPK dengan rezim ketertutupan soal intervensi?
Penjelasan mendetail itu menjadi sangat perlu
mengingat intervensi politik memang sangat mungkin untuk lembaga semisal BPK
yang memang rentan dengan berbagai kepentingan politik. Secara keanggotaan,
kedekatan proses pemilihan anggota BPK dengan preferensi politik ialah hal yang
menjadi faktor mustahil untuk dieliminasi begitu saja. Kolaborasi DPR dengan
usulan DPD untuk keanggotaan BPK menjadi sangat mungkin berbau `politis'.
Faktor yang ketika disandingkan dengan kepentingan partai-partai menjadi
sangat mungkin tersentuh oleh intervensi secara sengaja maupun tidak sengaja.
Faktor-faktor yang ketika terus dikumpulkan bisa semakin mengakumulasi
kecurigaan adanya intervensi.
Karena itu, gerak dan langkah klarifikasi dan
verifikasi BPK menjadi penting karena begitu banyak yang akan dipertaruhkan
oleh BPK. Paling tidak, BPK bisa datang dengan penjelasan resmi soal
pernyataan intervensi yang dihadiri oleh yang memberikan pernyataan dan pada
saat yang sama ada tindakan untuk penegasan yang dilakukan atas pernyataan
tersebut.
Jika pernyataan intervensi memang benar, BPK
harus menyebutkan wilayah mana yang diintervensi dan apa yang telah dilakukan
untuk menutup lubang yang tercipta karena intervensi. Jika pernyataan
intervensi memang tidak benar, harusnya diikuti dengan sanksi terhadap pemberi
pernyataan yang telah telanjur membawa BPK ke arah `pertaruhan' dengan harga
yang kelewatan mahal. Selama hal itu tidak dilakukan, kalkulasi pertaruhan
atas nama BPK dan kasus Hambalang akan terus berjalan dan sangat berpotensi
merugikan masa depan pemberantasan korupsi yang diinginkan oleh negeri ini.
Kedua, BPK mau tidak mau terpaksa harus
memperbaiki beberapa hal yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan tersebut.
Hasil pemeriksaan yang akan diserahkan pada 31 Oktober 2012 dan bertepatan
dengan masa reses tentu akan sangat dinantikan tidak hanya oleh publik,
tetapi juga oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jika memang laporan nantinya
akan diserahkan, tentunya akan menjadi menarik untuk membandingkan draft
audit yang ada di 1 Oktober 2012 dengan laporan hasil pemeriksaan 31 Oktober
2012. Pun ketika draft dan laporannya selaras, tetap akan menimbulkan
pertanyaan. Begitu juga ketika ada ketidaksinkronan di antara kedua nya,
begitu banyak pertanyaan akan tetap dimunculkan.
Artinya, perbaikan rasio laporan menjadi
penting untuk ikut menjelaskan keselarasan draft laporan dengan hasil
akhirnya. Maupun juga penjelasan yang memadai ketika ada pergeseran hasil
antara draft dan laporannya. Format yang kemudian menjelaskan secara detail
mengenai teknis pekerjaan auditing yang menyebabkannya selaras, maupun yang
menyebabkannya berbeda, karena pernyataan intervensi telah memperburuk
kondisi keterkaitan antara draft-nya dan laporan akhirnya. Rasio yang pas dan
benar harus ada untuk menjelaskannya.
Ketiga, kembali berharap pada kerja Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK memang ditakdirkan untuk menjaga asa masa
depan pemberantasan korupsi tetap ada. Lagi pula harus diingat, laporan BPK
ialah format indikasi yang belum dapat dibaca sebagai penjelasan
pertanggungjawaban hukum antikorupsi atas aktor yang disebutkan di dalamnya.
KPK tentu tidak boleh terpengaruh dengan substansi laporan BPK. Artinya, arah
penuntasan kasus Hambalang tidak boleh diselaraskan dengan laporan BPK an sich.
Karena itu, meskipun laporan BPK telah
ditengarai terkontaminasi atau termodifikasi oleh kepentingan politik, tidak
boleh dijadikan alasan bahwa kasus Hambalang tidak selesai dengan baik.
Langkah dan kemampuan KPK untuk menyelidiki kasus Hambalang harus mampu
menjadi purifikasi atas aroma publik yang sudah dikotori oleh adanya
pernyataan intervensi. KPK punya mandat kuat dari negara dan masyarakat untuk
menyelesaikan kasus-kasus korupsi apa pun, apalagi kasus korupsi yang
memiliki tingkat tendensi politik tinggi sehingga berpeluang mengaburkan cita-cita
pemberantasan korupsi.
Secara keseluruhan, BPK memang
harus bekerja ekstra saat ini untuk membuktikan posisi pernyataan intervensi.
Kealpaan menjelaskan akan menjadi jalan termudah untuk merusak kredibilitas
BPK, termasuk kemungkinan tuduhan bahwa BPK-lah yang menghalangi kasus
Hambalang. Selain itu, harapan memang harus dikirimkan ke KPK. Kerja KPK akan
menentukan purifikasi atas intervensi. Lagi-lagi karena kita semua punya
harapan besar akan pemberantasan korupsi yang baik untuk menyelesaikan berbagai
kasus tanpa halangan, termasuk kasus Hambalang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar