Rabu, 31 Oktober 2012

Kuat Karena Mau


Kuat Karena Mau
Dinna Wisnu ;  Co-Founder & Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi,
Universitas Paramadina
SINDO, 31 Oktober 2012



Belum lama ini saya berkesempatan melakukan perjalanan dinas ke Bangkok, Thailand, selama 7 hari. Di sana saya berinteraksi dengan para wakil masyarakat dan pejabat pemerintah dari 10 negara anggota ASEAN.

Dialog yang terjadi antarkami sangat menarik karena rupanya bahan pembicaraan antarkami yang cukup sering muncul adalah keseharian kami masing-masing sebagai warga negara. Kami saling membandingkan pengalaman pribadi mulai dari musim buah yang sama, kesulitan air kala kemarau, pembangunan pusat-pusat perbelanjaan, sampai urusan kurangnya infrastruktur jalan yang menyebabkan kemacetan di berbagai kota di ASEAN. Dalam ragam interaksi tersebut, ada satu hal yang tak bisa saya mungkiri.

Ada suatu kebanggaan dari diri saya maupun kawan-kawan saya tersebut bahwa kita semua dipersatukan dalam wadah ASEAN. Ketika kami saling berbagi cerita tentang tantangan dan peluang di negara masing-masing dalam melakukan reformasi, khususnya untuk menyediakan sistem perlindungan sosial bagi seluruh warga negara. Ada perasaan nyaman bahwa tantangan dan peluang yang serupa juga dialami negara-negara ASEAN lain. Ada kawan-kawan untuk berbagi dan untuk saling belajar tanpa saling berprasangka. Jika sesama warga ASEAN memang tertarik untuk saling belajar satu sama lain dan merasa sebagai bagian dari satu komunitas, apa jaminannya bahwa negara-negara anggota ASEAN akan berkomitmen untuk terus bersama?

Untuk itu saya melakukan refleksi tentang keberadaan ASEAN sebagai badan kerja sama regional. Apa yang membedakan ASEAN dari perkumpulan serupa di belahan dunia lain? Kita pernah mendengar istilah regionalisme, yakni kumpulan negara yang memutuskan untuk membangun kebersamaan karena alasan kesamaan sejarah, nilai-nilai tertentu,tujuan atau kombinasi dari hal-hal ini. Idenya bisa untuk menciptakan identitas bersama, memperkuat kerja sama ekonomi atau kerja sama lainnya.

Dalam regionalisme, biasanya ada sejenis proteksionisme atau pengecualian yang menguntungkan negaranegara anggota dan secara umum merugikan negaranegara nonanggota. Dalam perkembangannya, regionalisme ada yang berkembang ke arah regionalisme terbuka, yaitu kumpulan tersebut sepakat untuk menggandeng negara nonanggota untuk masuk dalam kerangka kerja sama mereka. Biasanya kegiatan seperti ini sekadar strategi saja untuk menjaga akses pasar atau investasi ke negara-negara lain yang dianggap penting.

Regionalisme bisa dikatakan alternatif untuk menghadang globalisasi pasar yang deras. ASEAN berbeda logika sama sekali dengan regionalisme yang umum ditemukan di muka bumiini.Ya,negara-negara ASEAN punya nilai-nilai, tujuan, dan mimpi bersama, tetapi sebagian besar dari kondisi mereka (baik yang kini maupun dalam sejarah) justru sangat bertolak belakang dan sarat kecurigaan atau pengalaman tidak mengenakkan.

Waktu ASEAN didirikan, idenya justru belum untuk membangun identitas bersama sebagai satu kesatuan yang solid layaknya model Uni Eropa, melainkan untuk mengurangi dan mencegah memburuknya ketegangan antarnegara anggota. Waktu dideklarasikan di Bangkok,8 Agustus1967,ASEAN cuma punya 5 anggota: Indonesia, Filipina,Malaysia,Singapura, dan Thailand. Lima menteri luar negeri dari negara-negara itu sepakat mengikat janji pertemanan, saling berupaya dan berkorban demi terciptanya perdamaian, kebebasan, dan kesejahteraan di kawasan ini.

Sungguh, kata yang dipilih adalah pertemanan (friendship), saling berupaya (joint efforts), dan pengorbanan (sacrifices). Para pemimpin negara ASEAN itu sepakat untuk meredam berbagai ketegangan yang waktu itu terjadi antara Indonesia,Filipina,dan Malaysia. Ketika ASEAN sepakat untuk memperluas keanggotaan sampai ke negara-negara Indochina, mereka menyadari bahwa ada benturan ideologi dan kebiasaan dengan negaranegara di dataran itu.Apalagi karena negara-negara di subkawasan Mekong Raya itu dikenal sering terlibat ketegangan satu sama lain.Sebentar damai, sebentar tegang.

Artinya bahwa ASEAN memang didirikan atas fondasi keinginan untuk meredam ketegangan antarnegara yang saling berbagi perbatasan dan berbeda kebiasaan di kawasan Asia Tenggara. Maka tak mengherankan, ASEAN pertama-tama berupaya memperkuat instrumen untuk membangun rasa saling percaya antaranggota dan negara-negara lain yang berkepentingan terhadap negara anggota.

Pada 27 November 1971 terbentuklah ZOPFAN (Zona Perdamaian,Kebebasan dan Netralitas) yang intinya mendeklarasikan tanggung jawab bersama dari negaranegara anggota untuk menciptakan kestabilan di kawasan dan menolak segala bentuk intervensi asing dalam ragam bentuknya di kawasan ini. Ini suatu komitmen besar dan berani. Apalagi karena ASEAN sebenarnya tidak menolak atau mengubur kemungkinan bahwa negara-negara anggota membangun aliansi militer dengan negara superpower.

Tapi memang ASEAN tegas menolak penggunaan aliansi tersebut di kawasan ASEAN. Walhasil, ASEAN kemudian berupaya mengikat pula negara-negara mitra kerja sama dari tiap negara ASEAN, yakni melalui Traktat Pertemanan dan Kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation) yang dideklarasikan di Bali tahun 1974. Ada janji di situ bahwa kalaupun sampai terjadi pertengkaran antarnegara anggota ataupun di kawasan ini,seluruh anggota perjanjian TAC sepakat untuk segera menyelesaikan ketegangan dengan cara yang paling efektif dan efisien (hemat biaya).

Dengan instrumen ini,ASEAN mengikat komitmen dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat,India,China, Rusia,Australia, bahkan perkumpulan kawasan lain seperti Uni Eropa. Selain itu masih ada forum dialog soal politik keamanan bertajuk ASEAN Regional Forum (ARF) sejak 1994.Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah membangun rasa saling percaya antaranggota dan mitra ASEAN serta menjadi forum untuk membangun diplomasi preventif di kawasan. Lalu pada 2008, ada komitmen juga untuk menjadikan keputusan ASEAN sebagai mengikat.

Artinya secara hukum, ASEAN kini punya kekuatan untuk membuat anggota dan mitra kerja samanya patuh pada perjanjian. Para pengurus ASEAN pun punya tanggung jawab untuk menegakkan akuntabilitas dan melaporkan pencapaian konkret dari ragam kegiatan mereka. Jadi bisa dilihat bahwa kekuatan ASEAN sebenarnya ditopang oleh 4 komitmen besar: komitmen pertemanan atas dasar nonintervensi, komitmen membangun rasa saling percaya satu sama lain untuk mencari penyelesaian masalah secara efektif dan efisien, komitmen untuk memanfaatkan ASEAN demi memperkuat kerja sama dengan anggota dan nonanggota, serta komitmen akuntabilitas terhadap anggota.

Bagi kita orang-orang awam, ASEAN adalah tempat bernaung agar rasa saling percaya antarnegara anggota semakin kuat. Kepercayaan orang Asia lebih emosional ketimbang masyarakat Eropa atau Amerika. Sifat ini adalah kelebihan dan kekurangan sekaligus. Oleh sebab itu, menjaga kawasan di ASEAN sebetulnya lebih mudah. Selama tiap negara anggota tidak menyinggung perasaan negara anggota lain, selama itu pula kawasan ASEAN yang damai dapat terjaga.

Kegiatan-kegiatan yang mendorong negara-negara anggota untuk dapat saling melihat masalah sosial/kawasan dari kacamata atau perspektif di luar dirinya akan membantu mewujudkan emosi dan empati yang positif di kawasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar