Selasa, 30 Oktober 2012

Model Polisi Harapan


Model Polisi Harapan
Herie Purwanto ;  Dosen Fakultas Hukum Universitas Pekalongan (Unikal)
SUARA MERDEKA, 30 Oktober 2012
  


DI tengah kemenurunan citra Polri, kesaksian Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas tentang kesalehan Novel Baswedan seperti oasis di padang pasir. Novel adalah anggota Polri berpangkat komisaris yang menjadi pembicaraan publik, sebagian besar bersimpati, terkait ‘’kengototannya’’ tetap bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan ia memimpin tim penyidik kasus dugaan korupsi pada pengadaan simulator SIM, yang melibatkan beberapa petinggi Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri.

Di sisi lain, Novel tengah dibidik oleh Polda Bengkulu dalam kasus dugaan penganiayaan tahun 2004, semasa ia bertugas di daerah itu sebagai kasatserse. Kasus tersebut menyangkut pencurian sarang burung walet, dan salah satu tersangka tewas tertembak.

Ketika tampil menjadi salah satu pembicara dalam pengajian di Majelis Tafsir Alquran di Surakarta, pada Minggu, 21 Oktober 2012, Busyro mengungkapkan bahwa Novel adalah polisi yang baik, ibadahnya pun hebat. Bahkan Busyro mengaku kalah bila dibandingkan dengannya. Dia juga menuturkan Novel sering berpuasa Daud, yaitu sehari puasa dan sehari tidak.

Adapun Busryo mengaku hanya berpuasa Senin dan Kamis, itu pun sering bolong karena terpaksa membatalkan puasa demi menghormati tamu saat jamuan makan. Dia menambahkan bahwa Novel bukan hanya rajin menjalankan shalat wajib melainkan juga menyempurnakan  dengan shalat sunah, sebelum atau sesudah sembahyang wajib. Dia menambahkan Novel berasal dari keluarga baik-baik dan jujur.

Busyro menyatakan sangat bangga ada penyidik seperti Novel yang berani mengungkap kasus-kasus korupsi, termasuk yang melibatkan institusinya, Kepolisian Republik Indonesia.

Karenanya, ia heran mengapa ada polisi tidak bangga terhadap prestasi Novel yang giat memberantas korupsi, tapi justru berencana menangkapnya.

Pada bagian lain ceramahnya, Busyro bercerita bahwa dirinya pernah berkunjung ke rumah anggota polisi berpangkat bintang tiga. Disebutnya, rumah perwira tinggi itu sederhana untuk ukuran jenderal polisi. Realitas itu menunjukkan bahwa sebenarnya masih ada polisi yang baik dan berkomitmen pada profesionalisme tugas dalam memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Mengapa kisah kesalehan Novel menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan? Apakah kesalehan sudah menjadi hal yang paradoks di lingkungan Polri? Anggapan itu berarti mempersepsikan personel polisi jauh dari sifat saleh? Yakni sifat untuk taat dalam menjalankan semua perintah agama, dan meninggalkan segala larangan?
Bukankah secara de facto, hampir di semua kantor kepolisian, dari tingkat polsek sampai Mabes Polri ada tempat ibadah? Penulis bisa memahami bila fakta itu mudah sekali dipatahkan, artinya semua realitas itu tidak menjamin perilaku keseharian seorang polisi.

Polisi berperilaku saleh, menjunjung tinggi hukum dan HAM, antikekerasan, anti-KKN, dan seterusnya, itu merupakan sebuah kewajiban. Bahkan kode etik kepolisian secara jelas mengatur tentang perilaku polisi, baik dalam kapasitas sebagai warga negara maupun sebagai anggota korps Bhayangkara. Pengingkaran atas kode etik tersebut bisa berujung pada sidang kode etik yang memberikan hanya dua opsi; diberhentikan dengan hormat atau dipecat.

Polisi Harapan

Dalam konteks negara tengah berperang melawan korupsi, Novel Baswedan boleh jadi bisa menjadi model polisi harapan. Ia pula yang tampil sebagai panglima dalam pengungkapan kasuskasus besar korupsi di KPK. Melihat fakta itu, polisi di mana pun harus terinspirasi untuk lebih bersemangat dalam memberantas korupsi.

Tiap anggota Polri harus dapat mewujudkan semangat tersebut tak hanya terpancang dalam slogan atau lips service. Roh dari keseriusan dalam pemberantasan korupsi bisa ditunjukkan dengan membuka diri untuk bersikap transparan dalam tiap penanganan kasus korupsi, baik yang dilakukan oleh internal Polri, maupun oleh institusi penegak hukum yang lain.

Memang bukan hal yang mudah ketika harus mengubah mindset keterbukaan, lebih-lebih menyangkut kepentingan tertentu dan melibatkan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dalam tubuh polisi itu sendiri. Maka, publik pun mudah untuk memahami mengapa terjadi tarik ulur penanganan kasus simulator SIM, antara Mabes Polri dan KPK, sampai akhirnya Presiden SBY memberikan solusi melalui pidatonya.
Bisa jadi, muncul anggapan Novel Baswedan menjadi figur yang distigmakan sebagai polisi yang tidak tahu budi. Ia telah dibesarkan oleh polisi namun akhirnya ia dianggap sebagai duri dalam korps Polri.

Terlepas dari hal itu, bagi penulis, komitmen dan spirit yang meneguhkan Novel Baswedan bersikeras  memberantas korupsilah yang harus bisa memberikan motivasi baru dan semangat institusi polisi untuk lebih proaktif dan giat memberantas korupsi. Keteguhan dan kesalehan Novel bisa menjadi salah satu kiat praktis untuk mengembalikan keterpurukan citra polisi di mata masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar