Sejahtera Melalui
Daerah
Yan Herizal ; Anggota Komisi II DPR RI F-PKS
|
REPUBLIKA,
01 Oktober 2012
Ekonomi
Indonesia selama kuartal kedua tahun ini tercatat tumbuh 6,4 persen
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi
ini tidak sejalan dengan peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia yang berdasarkan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2011 dan telah merosot ke peringkat 124 dari
sebelumnya bertengger di peringkat 108.
Dengan
demikian, bisa dikatakan, pertumbuhan ekonomi belum mencapai tujuan utamanya,
yaitu mewujudkan kesejahteraan manusia. Indikator IPM itu mencakup beberapa
sektor sebagai indikator tercapainya kesejahteraan, seperti akses kesehatan,
pendidikan, dan pendapatan.
Kecaman
atas realitas itu pun bermunculan. Padahal, upaya untuk mewujudkan
kesejahteraan telah digiatkan, salah satu nya melalui perombakan tata kelola
pemerintahan—dari yang bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi—melalui
pelaksanaan otonomi daerah sejak 2001. Dengan otonomi daerah, diharapkan
terwujud kesejahteraan nasional yang tumbuh dari akumulasi kesejahteraan
daerah.
Kesejahteraan
memang menjadi janji manis dari digulirkannya kebijakan otonomi daerah
mengingat prinsip utama nya adalah bringing
the state closer to the people. Dengan desentralisasi, pemerintah akan
semakin dekat dengan rakyatnya. Hal itu sesuai dengan pendapat Smith (1985)
yang menyatakan, salah satu tujuan utama dari desentralisasi di sisi kepentingan
pemerintahan daerah adalah terciptanya local
responsiveness.
Pemerintahan
daerah dianggap lebih mengetahui berbagai masalah yang dihadapi oleh rakyatnya.
Pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan menjadi jalan yang terbaik untuk
mengatasi dan sekaligus meningkatkan akselerasi dari pembangunan sosial dan
ekonomi di daerah demi terwujudnya kesejahteraan.
Oleh
karena itu, sangat relevan jika saat ini peran pemerintah daerah disertakan
untuk mewujudkan kesejahteraan nasional. Sejak diberlakukan, otonomi daerah
telah menghasilkan pergeseran fokus pembangunan dari pusat ke daerah.
Keleluasaan di bidang administrasi pemerintahan telah membuat sebagaian besar urusan
masyarakat daerah yang dalam persentasenya mencapai 70 persen diserahkan ke
pemerintah daerah, kecuali masalah keamanan, pertahanan, agama, hukum, fiskal,
moneter, serta hubungan internasional.
Perlunya Sinergi
Pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia selama ini menganut asas yang bersifat continuum, tidak memandang secara
dikotomi antara desentralisasi dan sentralisasi. Dengan demikian, tidak ada
urusan atau kewenangan yang mutlak menjadi urusan daerah, tetapi bersifat concurrent atau dikerjakan bersama, baik
oleh pusat maupun oleh daerah. Dalam konteks ini, pusat masih memiliki peran
signifikan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi.
Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara
keduanya, yaitu pemerintah pusat dan daerah.
Pada
level pemerintah daerah, tidak bisa dilepaskan peran penting pemerintah
kabupaten/kota. Kedudukannya sebagai struktur pemerintahan yang paling dekat
dengan rakyat membuat kabupaten/kota dapat mewujudkan kesejahteraan melalui
penyediaan layanan publik dasar yang terjangkau untuk sebagian besar masyarakat
daerah.
Sebenarnya,
tidak perlu repot bagi pemerintah kabupaten/kota untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyatnya. Setidaknya, mereka hanya perlu fokus pada upaya memperbaiki daya
beli rakyat dengan cara mengurangi pengeluaran hidup dasarnya, seperti
pendidikan, kesehatan, infrastruktur, transportasi. Selama ini, kita lebih terfokus
memperhatikan pertumbuhan ekonomi untuk menggenjot pendapatan rakyat, tapi
belum memperbaiki daya beli mereka.
Oleh
karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah daerah
kabupaten/kota adalah memastikan tersedianya layanan publik dasar, seperti
pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan sarana transportasi dengan biaya yang
terjangkau oleh sebagian besar rakyat. Pelayanan publik dasar yang terjangkau
harus menjadi kewajiban demi mewujudkan kesejahteraan. Dengan mudahnya
masyarakat daerah mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, infrastruktur,
sarana transportasi, dan sebagainya akan membantu masyarakat daerah mengurangi
mahalnya biaya hidup dasar sekaligus meningkatkan produktivitas. Dengan
demikian, kesejahteraan hidup otomatis akan tercapai.
Patut
disayangkan, walaupun pelayanan publik dasar yang terjangkau harus dijalankan
demi mewujudkan kesejahteraan, buruknya pelayanan publik dasar masih kerap
terjadi. Layanan kesehatan terhadap warga miskin masih utopis, bahkan banyak di
antara mereka yang harus menyerah terhadap penyakit. Kesulitan juga terjadi
mana kala mereka ingin menaikkan kualitas hidupnya melalui pendidikan yang baik
bagi anakanak nya. Begitu juga dengan keberadaan infrastruktur dasar dan sarana
transportasi massal yang tak laik sehingga mem buat biaya hidup mereka
membengkak.
Di
tingkat pemerintah daerah, tidak bisa dipungkiri juga adanya peran pemerintah
provinsi untuk mewujudkan kesejahteraan. Hal itu dilakukan dengan ber upaya fokus
pada pengembangan perekonomian daerah dengan segala potensi yang ada. Selain
itu, provinsi diha rapkan mampu mewujudkan kerja sama antardaerah dalam penyediaan
pelayanan publik, peningkatan daya saing perekonomian wilayah, sekaligus
menjadi wakil dari pemerintah pusat untuk menjamin terlaksananya target-target
nasional sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat daerah.
Pada
level pemerintah pusat, juga di per lukan peran pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan.
Peran penting pemerintah pusat di antaranya dengan menerapkan standar pelayanan
minimum nasional untuk pelayanan publik dasar yang terjangkau bagi sebagian
besar masyarakat sehingga setiap daerah mampu menerapkan standar tersebut.
Selain
itu, pemerintah pusat juga harus mampu mewujudkan politik anggaran yang memihak
pada upaya menyejahterakan daerah. Perombakan dalam politik anggaran itu
penting, mengingat pada kenyataannya proporsi dana transfer daerah hanya berkisar
30 persen dari total belanja negara. Padahal, pada era otonomi daerah ini,
sudah lebih dari 70 persen urusan diserahkan kepada daerah.
Kondisi
tersebut diperparah dengan ketiadaan political
will dari banyak pemerintah daerah untuk memprioritaskan anggaran keperluan
langsung masyarakat. Kebanyakan anggaran habis hanya untuk belanja birokrasi.
Bahkan, ada daerah yang menggunakan 77 persen APBD hanya untuk gaji dan honor
birokrasi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar