Mempersempit
Gerak Koperasi Sesat
Susidarto ; Praktisi
Perbankan, Pernah aktif menjadi Pengurus Koperasi
|
SUARA
KARYA, 11 Oktober 2012
Dua Koperasi Dilarang Menghimpun Dana. Itulah judul headline sebuah harian ekonomi nasional,
akhir Agustus 2012. Tercatat dua koperasi masuk ke dalam pengawasan Kementrian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yakni Koperasi Cipaganti dan
Koperasi Ar-Ridho Bima Nusantara. (Harian Kontan, 31 Agustus 2012) Ini adalah
hasil rekomendasi dari Satuan Tugas (Stagas) Waspada Investasi agar kedua
koperasi masuk ke dalam pembinaan Kemkop, karena ada kejanggalan dalam
menghimpun dana masyarakat.
Tampaknya memang perlu adanya revolusi Koperasi Simpan Pinjam
(KSP) atau Unit Simpan Pinjam (USP) di negeri ini Maklum, banyak lembaga yang
sebenarnya ingin mengeruk keuntungan besar dengan cara menggunakan keawaman
masyarakat perihal investasi dengan kedok koperasi. Dua koperasi yang disebut
di atas mampu menghimpun ratusan miliar dalam tempo singkat. Bahkan, Koperasi
Langit Biru (KLB) berhasil menghimpun dana hingga berbilang triliunan rupiah.
Revolusi perkoperasian sebenarnya bisa dimulai dari perubahan UU
No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang sudah menginjak usia 20 tahun.
Banyak hal yang sebenarnya akan disempurnakan sehubungan dengan pembahasan RUU
pengganti. Sayangnya, hingga kini RUU itu masih terganjal pembahasannya di DPR.
Maklum, terlalu banyak kepentingan yang harus diakomodasikan, sehingga terjadi
tarik ulur yang luar biasa, sehingga RUU ini harus mengalami berkali-kali
koreksi, tanpa diketahui, kapan akan diundangkan secara resmi.
Revolusi KSP-USP
Salah satu perkembangan pesat dari gerakan koperasi belakangan ini
adalah menjamurnya koperasi simpan pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP).
Bayangkan, data terakhir yang ada di Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah KSP
sudah mencapai 39.000. Sebuah angka yang sungguh fantastik. Ekses dari
menjamurnya KSP-USP adalah menjamurnya berbagai tindak penipuan dan penilepan
dana-dana milik masyarakat (anggota koperasi?) yang berhasil dihimpun KSP-USP.
Maklum, kuantitas yang sangat tinggi tidak diimbangi dengan aspek pengawasan
yang memadai, menjadikan terjadinya banyak fraud dan tindak kejahatan keuangan.
Fenomena maraknya berbagai bentuk investasi fiktif, investasi
pepesan kosong dan juga investasi bagi hasil bodong berkedok koperasi,
setidaknya merupakan bentuk praktik tidak sehat dari para pengelola KSP-USP gadungan
ini. Pengawasan dan pengaturan yang tidak memadai, menjadikan KSP-USP tumbuh
subur, tanpa kendali sama sekali. Hasilnya jelas, pertanggungjawaban dari
pengelola dan pengurus koperasi menjadi barang mahal, yang sulit didapatkan di
lapangan. Yang kemudian muncul adalah para petualang yang mengeruk keuntungan
pribadi (kelompok) dengan berkedok koperasiwan/wati yang berjiwa sosial.
Tak aneh, kalau kemudian banyak orang mencibirkan gerakan koperasi
akibat ulah segelintir oknum, yang ingin memperkaya diri dengan 'membisniskan'
koperasi. Korban dari ulah oknum koperasi/pengelola KSP/USP nakal, mungkin
sudah ribuan orang. Namun, praktik semacam ini seolah tidak pernah berhenti,
senantiasa muncul dengan kadar, skala dan tempat yang berbeda-beda. Masyarakat,
seolah tidak pernah kapok dan mencoba belajar dari berbagai kasus yang muncul
di lapangan. Semestinya, setiap kali ada modus penilepan uang berkedok
koperasi, masyarakat mempelajarinya dengan baik, sehingga tidak mengulang
kesalahan yang sama.
Tak hanya itu. Belakangan ini para pencuci uang juga mulai
gentayangan mencuci uangnya di berbagai KSP-USP. Maklum, hampir tidak ada
pengelola KSP-USP yang melaporkan berbagai transaksi mencurigakan yang terjadi
pada institusi yang dikelolanya. KSP-USP akhirnya menjadi surga bagi para
pencuci uang, yang selama ini semakin terbatas ruang geraknya. Untuk mencuci
uangnya di perbankan, misalnya, mereka sudah kesulitan dengan ketatnya bank
dalam melakukan penyaridan dan pengenalan nasabahnya (penerapan prinsip know your customer/KYC).
Solusi Cerdas
Untuk mengatasi hal ini, ada beberapa tawaran solusi. Pertama,
memperketat perizinan pendirian koperasi, khususnya KSP/USP. Untuk itu,
penelitian ulang terhadap calon pengurus (pengelola) koperasi perlu dilakukan.
Istilah yang sedang ngetrend, pengurus koperasi harus melalui uji kelayakan dan
kepantasan (fit and proper test).
Layaknya pejabat negara atau bankir, awak-awak koperasi harus pula menempuh
ujian ini, tentunya sesuai kapasitas (ala) lembaga koperasi. Misalnya, pengurus
tidak pernah kena black list bank,
atau belum pernah melakukan kejahatan ekonomi lainnya.
Dengan demikian, koperasi yang mendapatkan izin benar-benar
dikelola oleh mereka yang memiliki itikad baik untuk memajukan ekonomi
kerakyatan yang berbasiskan demokrasi ekonomi. Mau tidak mau, langkah seperti
ini harus dilakukan sejak sekarang, terutama untuk menghindari para petualang
yang ingin ikut mengail di air keruh. Jangan sampai koperasi yang hingga kini
pamornya masih kalah dibanding pelaku usaha lain, kembali terjerembab karena
ulah segelintir pengurus koperasi yang tidak bertanggung jawab.
Kedua, kembali mengefektifkan lembaga pengawas koperasi. Selama
ini fungsi pengawas koperasi tidak banyak berperan. Padahal, jabatan dan tugas
mereka cukup berat dalam ikut mengawasi jalannya koperasi bersangkutan. Tugas
mereka adalah mengawasi pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. Selain
itu juga membuat laporan tertulis hasil pengawasan. Pengawas juga berwenang
meneliti catatan yang ada pada koperasi dan mendapatkan segala keterangan yang
diperlukan. Selain pengawas, koperasi dapat meminta bantuan jasa audit kepada
akuntan publik. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar