Jumat, 12 Oktober 2012

Mempersempit Gerak Koperasi Sesat


Mempersempit Gerak Koperasi Sesat
Susidarto ;  Praktisi Perbankan, Pernah aktif menjadi Pengurus Koperasi
SUARA KARYA, 11 Oktober 2012



Dua Koperasi Dilarang Menghimpun Dana. Itulah judul headline sebuah harian ekonomi nasional, akhir Agustus 2012. Tercatat dua koperasi masuk ke dalam pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yakni Koperasi Cipaganti dan Koperasi Ar-Ridho Bima Nusantara. (Harian Kontan, 31 Agustus 2012) Ini adalah hasil rekomendasi dari Satuan Tugas (Stagas) Waspada Investasi agar kedua koperasi masuk ke dalam pembinaan Kemkop, karena ada kejanggalan dalam menghimpun dana masyarakat.

Tampaknya memang perlu adanya revolusi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Unit Simpan Pinjam (USP) di negeri ini Maklum, banyak lembaga yang sebenarnya ingin mengeruk keuntungan besar dengan cara menggunakan keawaman masyarakat perihal investasi dengan kedok koperasi. Dua koperasi yang disebut di atas mampu menghimpun ratusan miliar dalam tempo singkat. Bahkan, Koperasi Langit Biru (KLB) berhasil menghimpun dana hingga berbilang triliunan rupiah.

Revolusi perkoperasian sebenarnya bisa dimulai dari perubahan UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang sudah menginjak usia 20 tahun. Banyak hal yang sebenarnya akan disempurnakan sehubungan dengan pembahasan RUU pengganti. Sayangnya, hingga kini RUU itu masih terganjal pembahasannya di DPR. Maklum, terlalu banyak kepentingan yang harus diakomodasikan, sehingga terjadi tarik ulur yang luar biasa, sehingga RUU ini harus mengalami berkali-kali koreksi, tanpa diketahui, kapan akan diundangkan secara resmi.

Revolusi KSP-USP

Salah satu perkembangan pesat dari gerakan koperasi belakangan ini adalah menjamurnya koperasi simpan pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP). Bayangkan, data terakhir yang ada di Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah KSP sudah mencapai 39.000. Sebuah angka yang sungguh fantastik. Ekses dari menjamurnya KSP-USP adalah menjamurnya berbagai tindak penipuan dan penilepan dana-dana milik masyarakat (anggota koperasi?) yang berhasil dihimpun KSP-USP. Maklum, kuantitas yang sangat tinggi tidak diimbangi dengan aspek pengawasan yang memadai, menjadikan terjadinya banyak fraud dan tindak kejahatan keuangan.

Fenomena maraknya berbagai bentuk investasi fiktif, investasi pepesan kosong dan juga investasi bagi hasil bodong berkedok koperasi, setidaknya merupakan bentuk praktik tidak sehat dari para pengelola KSP-USP gadungan ini. Pengawasan dan pengaturan yang tidak memadai, menjadikan KSP-USP tumbuh subur, tanpa kendali sama sekali. Hasilnya jelas, pertanggungjawaban dari pengelola dan pengurus koperasi menjadi barang mahal, yang sulit didapatkan di lapangan. Yang kemudian muncul adalah para petualang yang mengeruk keuntungan pribadi (kelompok) dengan berkedok koperasiwan/wati yang berjiwa sosial.

Tak aneh, kalau kemudian banyak orang mencibirkan gerakan koperasi akibat ulah segelintir oknum, yang ingin memperkaya diri dengan 'membisniskan' koperasi. Korban dari ulah oknum koperasi/pengelola KSP/USP nakal, mungkin sudah ribuan orang. Namun, praktik semacam ini seolah tidak pernah berhenti, senantiasa muncul dengan kadar, skala dan tempat yang berbeda-beda. Masyarakat, seolah tidak pernah kapok dan mencoba belajar dari berbagai kasus yang muncul di lapangan. Semestinya, setiap kali ada modus penilepan uang berkedok koperasi, masyarakat mempelajarinya dengan baik, sehingga tidak mengulang kesalahan yang sama.

Tak hanya itu. Belakangan ini para pencuci uang juga mulai gentayangan mencuci uangnya di berbagai KSP-USP. Maklum, hampir tidak ada pengelola KSP-USP yang melaporkan berbagai transaksi mencurigakan yang terjadi pada institusi yang dikelolanya. KSP-USP akhirnya menjadi surga bagi para pencuci uang, yang selama ini semakin terbatas ruang geraknya. Untuk mencuci uangnya di perbankan, misalnya, mereka sudah kesulitan dengan ketatnya bank dalam melakukan penyaridan dan pengenalan nasabahnya (penerapan prinsip know your customer/KYC).

Solusi Cerdas

Untuk mengatasi hal ini, ada beberapa tawaran solusi. Pertama, memperketat perizinan pendirian koperasi, khususnya KSP/USP. Untuk itu, penelitian ulang terhadap calon pengurus (pengelola) koperasi perlu dilakukan. Istilah yang sedang ngetrend, pengurus koperasi harus melalui uji kelayakan dan kepantasan (fit and proper test). Layaknya pejabat negara atau bankir, awak-awak koperasi harus pula menempuh ujian ini, tentunya sesuai kapasitas (ala) lembaga koperasi. Misalnya, pengurus tidak pernah kena black list bank, atau belum pernah melakukan kejahatan ekonomi lainnya.

Dengan demikian, koperasi yang mendapatkan izin benar-benar dikelola oleh mereka yang memiliki itikad baik untuk memajukan ekonomi kerakyatan yang berbasiskan demokrasi ekonomi. Mau tidak mau, langkah seperti ini harus dilakukan sejak sekarang, terutama untuk menghindari para petualang yang ingin ikut mengail di air keruh. Jangan sampai koperasi yang hingga kini pamornya masih kalah dibanding pelaku usaha lain, kembali terjerembab karena ulah segelintir pengurus koperasi yang tidak bertanggung jawab.

Kedua, kembali mengefektifkan lembaga pengawas koperasi. Selama ini fungsi pengawas koperasi tidak banyak berperan. Padahal, jabatan dan tugas mereka cukup berat dalam ikut mengawasi jalannya koperasi bersangkutan. Tugas mereka adalah mengawasi pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. Selain itu juga membuat laporan tertulis hasil pengawasan. Pengawas juga berwenang meneliti catatan yang ada pada koperasi dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. Selain pengawas, koperasi dapat meminta bantuan jasa audit kepada akuntan publik. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar