Minggu, 14 Oktober 2012

Kekuatan Rakyat Dukung KPK


Kekuatan Rakyat Dukung KPK
( Wawancara )
Usman Hamid ;  Mantan Koordinator Kontras,
Saat ini aktif di Lembaga Gerakan Perubahan change.org
SUARA KARYA, 13 Oktober 2012


Jumat (5/10) malam, suasana Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terasa mencekam. Sejumlah aparat kepolisian terlihat berkeliaran di halaman gedung lembaga anti-korupsi tersebut. Aparat dari Polda Metro Jaya dan Polda Bengkulu ini berupaya menjemput paksa penyidik kasus simulator SIM, Kompol Novel Baswedan.
Tetapi, upaya itu tidak berjalan mulus, karena petugas KPK melarang Novel dijemput paksa, tetapi polisi tetap bersikukuh.
Di tengah suasana tegang, satu per satu orang-orang yang merasa perlu memberi dukungan kepada KPK berdatangan di halaman KPK. Semakin malam jumlahnya semakin banyak, hingga halaman dan lantai satu gedung bekas bank pailit itu terasa sesak. Sulit untuk menunjuk koordinator gerakan massa pendukung KPK itu. Namun, keberadaan sosok aktivis antikorupsi, Usman Hamid pada malam itu terasa dominan. Lebih jauh wartawan Harian Umum Suara Karya Sugandi, Nefan Kristiono, dan Annisa mewawancarai mantan Koordinator Kontras yang saat ini aktif di lembaga gerakan perubahan Change.org ini.
Pendapat Anda soal kuatnya dukungan masyarakat terhadap KPK?
Kita sudah berpengalaman selama 15 tahun dalam membongkar praktik korupsi yang diwariskan oleh rezim Orde Baru. Begitu juga korupsi peninggalan pemerintahan setelah reformasi. Kita berkali-kali dijanjikan, berkali-kali pula dikhianati oleh elite kekuasaan yang bermain-main dalam upaya membongkar korupsi di Indonesia. Itu yang membuat dukungan terhadap KPK menguat.
Pidato Presiden SBY terkait solusi perseteruan Polri-KPK mendapat pujian masyarakat. Menurut Anda?
Masyarakat jangan mudah merasa puas. Jangan pula mudah terlena dengan janji-janji yang selalu disampaikan penguasa melalui pidato-pidatonya. Karena, pidato-pidato penguasa hanyalah di permukaan, tetapi tidak ada bukti di lapangan. Masyarakat yang merasa puas dengan pidato Presiden SBY adalah masyarakat yang memiliki ekspektasi rendah.
Sebetulnya yang harus dipuji bukanlah SBY, tetapi masyarakat. Sebab, presiden itu berbuat karena adanya tekanan dari masyarakat. Kalau masyarakat tidak berbuat, Presiden SBY tidak akan berbuat apa-apa atas meningkatnya eskalasi konflik KPK-Polri.
Dalam konflik KPK-Polri, kapan kemarahan masyarakat itu mulai muncul?
Perlawanan polisi saat dilakukannya penggeledahan di Korlantas, beberapa waktu lalu adalah salah satu pemicu kemarahan masyarakat. Polisi tidak perlu merasa khawatir KPK melakukan pembersihan di institusinya jika memang memiliki komitmen yang tinggi untuk memberantas korupsi. Jadi, kalau polisi melakukan perlawanan ketika barang bukti kasus simulator diambil KPK, itu menunjukkan bahwa Polri khawatir akan terbongkarnya kasus-kasus korupsi lainnya yang ada di tubuh mereka.
Kemudian dipicu lagi dengan penarikan penyidik dari KPK, lalu dimunculkan wacana revisi UU KPK oleh DPR yang melemahkan kewenangan penuntutan, penyadapan dan pembentukan badan pengawas. Padahal, itu semua sebetulnya tidak perlu dilakukan. Termasuk, di dalamnya soal upaya kriminalisasi terhadap penyidik.
Rentetan itu membuat publik semakin marah dan geram. Buntutnya, mereka datang ke gedung KPK untuk memberikan dukungan penuh terhadap lembaga itu, yang kemudian diikuti oleh elemen masyarakat lainnya.
Apakah besarnya dukungan masyarakat dapat mempengaruhi semangat KPK dalam memberantas korupsi?
Ketika kekuatan rakyat hadir, maka hukum akan tergantikan. Itu kemungkinan yang akan terjadi jika penguasa terus-menerus bermain-main dengan membohongi rakyat. Banyaknya masyarakat mendatangi gedung KPK pada Jumat malam lalu menjadi contoh kecil bahwa hukum tergantikan. Kekuasaan pun tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga rakyat mengorganisir diri menunjukkan kekuatannya. Di situ rakyat menjadi hukum, hanya kemudian diformalisir oleh pidato Presiden SBY dan sikap DPR yang tiba-tiba menyetujui anggaran gedung baru KPK.
Artinya, pemberantasan korupsi di Indonesia berada di tangan kekuatan rakyat?
Jelas, jiwanya ada di kekuatan rakyat. Tapi, sayangnya, kekuasaan tidak merefleksikan jiwa kekuatan rakyat. Sehingga, penguasa selalu tampil dalam keraguan, ketidakberanian, kelemahan, dan kelambanan. Dan, menurut saya, kekuatan rakyat yang cepat, kuat, berani itu muncul sehingga mengubah sikap kekuasaan dan wakil rakyat untuk merespons satu persatu tuntutan kekuatan rakyat.
Apakah pidato Presiden SBY dapat dikatakan sebagai sebuah solusi atas perseteruan KPK-Polri?
Bisa dikatakan solusi karena Presiden SBY mengatakan bahwa penanganan kasus dugaan korupsi Simulator SIM dilakukan oleh KPK. Tetapi, itu bukanlah hal baru, karena selama ini itulah yang rakyat inginkan. Tetapi, ada kalimat terakhir dari Presiden SBY yang mengatakan bahwa pengadaan barang ditangani oleh kepolisian. Ini seolah-olah Presiden melakukan pemecahan kasus. Artinya, yang kasus simulator ke KPK, yang pengadaan barang ke Polri.
Ini kan seperti mengasumsikan bahwa kedua lembaga memang menginginkan pembagian itu. Padahal, KPK bisa saja ke depan dalam penyelidikan simulatornya, berkembang sedemikian rupa mengarah ke pengadaan barang, dan melibatkan keuangan negara yang jauh lebih besar. Artinya, kalau di simulator SIM hanya Rp 98-200 miliar, tapi di pengadaan barang dan PNBP, jumlahnya bisa mencapai triliunan rupiah.
Berarti isi pidato Presiden SBY masih tidak tegas?
Ya! Seharusnya Presiden SBY cukup mengatakan, "Saya minta kasus Simulator SIM diserahkan ke KPK". Jadi, tidak usah disambung dengan kalimat "sementara penanganan pengadaan barang dan jasa ditangani Polri".
Yang tampil bukan SBY sebagai Presiden atau kepala negara dan kepala pemerintahan, tetapi sebagai pribadi. Karena, dia berulang-ulang selalu mengatakan, 'Saya memediasi'. Padahal, sesungguhnya tidak ada yang sedang berkonflik. KPK sedang menjalankan hukum, tapi pelaksanaan hukum yang dilakukan KPK itu menjadi terhalang oleh sikap resisten dari kepolisian.
Kepolisian kan berada di bawah presiden langsung. Jadi, seharusnya, presiden menegur dengan sikap resisten kepolisian itu. Kalau tidak mau ditegur, ya, copot saja. Begitu pula soal menanggapi revisi UU KPK. Seharusnya Presiden SBY mengatakan, "Seluruh partai pendukung saya minta untuk menarik RUU KPK."
Lalu soal Novel? Presiden SBY mengatakan, penanganan kasus Novel, waktu dan penanganannya tidak tepat. Itu saya setuju. Itu yang kita suarakan. Tapi, apa setelah itu? Penanganannya apakah dihentikan atau dilanjutkan? Kalau dilanjutkan, apakah harus polisi yang menangani atau Komnas HAM, atau kompolnas, atau kedua-duanya?
Saat publik memuji pidato Presiden SBY dan DPR menyetujui anggaran gedung baru KPK, apakah itu berarti KPK sudah bisa "berlari"?
Lihat saja nanti, pasti KPK masih diserang. Setelah pelemahan penuntutan, penyadapan, dan pembentukan badan pengawas, bisa saja nanti diperlemah dengan mempersulit proses penyelidikan dan penyidikan, mempersulit proses pemanggilan, mempersulit dengan tidak bekerjasama untuk menyerahkan bukti atau lainnya. Artinya, peluang untuk melemahkan KPK ke depan masih sangat luas.
Lalu, apa harapan Anda terhadap KPK dalam upaya pemberantasan korupsi?
Yang jelas, pidato Presiden SBY yang tidak tegas merupakan bagian dari kegamangan otoritas pemegang kekuasaan dalam memberantas korupsi. KPK jangan menyia-nyiakan harapan besar masyarakat dalam menangani kasus simulator SIM. Kalau masyarakat berharap kasus Hambalang diungkap, KPK harus membongkarnya. Begitu juga kasus-kasus lainnya, termasuk kasus simulator, sekalipun harus berhadapan dengan jenderal. KPK jangan ragu-ragu karena kita selalu siap berada di belakang KPK. Koruptor pun tidak merasa terancam dengan pidato Presiden SBY tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar