Rabu, 18 Juli 2012

Modernsasi Sistem Persenjataan

Modernsasi Sistem Persenjataan
Sjafrie Sjamsoeddin ; Wakil Menteri Pertahanan
KOMPAS, 18 Juli 2012


Belum lama ini kita dientakkan oleh dua musibah yang menyebabkan gugurnya prajurit Tentara Nasional Indonesia.

Musibah pertama, 21 Juni 2012, pesawat Fokker 27 milik TNI AU jatuh saat hendak mendarat di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Tiga prajurit TNI AU, yakni Pilot Mayor Penerbang Herry, Kopilot Lettu Paulus, dan Letda Syahroni gugur bersama delapan warga yang rumahnya kejatuhan pesawat.

Musibah kedua, 7 Juli 2012, terjadi kecelakaan pada latihan evakuasi awak kapal selam di perairan Pasir Putih, Situbondo, Jawa Timur. Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim Kolonel Laut (P) Jeffry Stanley Sanggel dan seorang perwira Mayor Laut (T) Eko Indang Prabowo meninggal saat latihan SAR.

Tidak mudah menghasilkan perwira menengah yang andal. Karena itu, setiap musibah yang menyebabkan gugurnya prajurit TNI selalu menjadi tamparan buat Kementerian Pertahanan dan pemimpin TNI. Apalagi jika itu terkait dengan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dinilai tidak sesuai dengan tantangan zaman.

Harus diakui, alat utama sistem persenjataan TNI banyak yang belum dimodernisasi, seperti pesawat Fokker 27 TNI AU yang sudah beroperasi sejak tahun 1976 di Skuadron 2 Wing Operasi 001 Lanud Halim Perdanakusuma.

Hanya saja, kita harus menerima kenyataan, dalam dua dekade terakhir tidaklah mungkin kita memodernisasi alutsista. Krisis keuangan yang kita hadapi menjadikan kita tidak bisa menyisihkan anggaran bagi modernisasi sistem pertahanan negara.

Saatnya Modernisasi

Kini, ketika kondisi perekonomian negara mulai membaik, sepantasnya kita memperhatikan kebutuhan alutsista bagi ketiga angkatan. Keputusan politik negara yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat memungkinkan kita untuk menaikkan anggaran pertahanan dari 0,7 persen produk domestik bruto menjadi di atas 1 persen dari PDB.

Hingga tahun 2014, Kementerian Pertahanan mendapat porsi anggaran Rp 140 triliun untuk memodernisasi persenjataan TNI. Anggaran itu ditetapkan terutama memperkuat matra udara dan matra laut.

Kita tidak berniat untuk membangun kekuatan angkatan perang yang besar, tetapi memiliki minimum essential forces. Sebagai negara yang berada dalam posisi strategis, kita mutlak memiliki kekuatan militer yang setara dan seimbang dengan negara lain. Perkembangan teknologi yang dikenal dengan revolution in military affair tidak dapat dihindari dan sekaligus merupakan tuntutan yang perlu direspons oleh negara dalam memformulasikan postur pertahanan.

”Si Vis Pacem, Para Bellum”

Memang kadang muncul pertanyaan, apa perlu kita memodernisasi alutsista? Pertanyaan itu muncul dengan anggapan tidak mungkin lagi ada perang.

Tidak ada satu negara pun yang tidak ingin perdamaian. Semua negara pasti berupaya mencegah terjadinya perang karena tahu bahwa perang akan menyengsarakan rakyat.
Namun, kita melihat tidak ada satu negara pun yang tidak memperkuat angkatan perangnya. Banyak negara justru memperkuat industri pertahanan agar angkatan perangnya andal.

Tidak mungkin negara menunggu terjadinya perang baru kemudian mempersiapkan angkatan perang. Membangun sistem pertahanan negara tidak bisa seketika, tetapi harus bertahap sesuai postur sistem pertahanan yang diharapkan.

Kita mengenal prinsip si vis pacem, para bellum, apabila menginginkan perdamaian, kita harus siap berperang. Deretan angkatan perang sebuah negara membuat negara lain segan mengajak berperang.

Amanat Pembukaan UUD 1945 dan konstitusi secara jelas memberikan tugas kepada pemerintah untuk menjaga keutuhan wilayah, kedaulatan negara, dan keselamatan bangsa melalui alat pertahanan negaranya. Perintah itu diterjemahkan dengan membangun kekuatan militer yang memiliki mobilitas tinggi dalam daya tangkal dan daya pukul.

Industri Pertahanan

Kita pantas bersyukur, sepanjang reformasi kita telah mampu merevitalisasi industri pertahanan. Saat ini, industri pertahanan dalam negeri telah bangkit dengan kemampuan produksi kendaraan tempur, pesawat angkut sedang, dan kapal patroli.

Hal ini tentu membesarkan hati kita sebagai bangsa. Bahwa kita tidak hanya bergantung pada negara lain, tetapi mampu memenuhi sendiri kebutuhan angkatan perang kita.
Kementerian Pertahanan memfokuskan pengadaan alutsista dengan mengandalkan industri pertahanan yang ada di dalam negeri. Pengadaan alutsista bagi TNI dilakukan secara saksama dengan memperhatikan tugas yang diembankan kepada TNI, baik dalam melaksanakan tugas Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Dalam waktu tidak terlalu lama, kita tentu berharap akan memiliki TNI yang bisa dibanggakan. Bukan hanya TNI yang memiliki prajurit yang profesional, melainkan juga alutsista yang bisa diandalkan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar