Mewajibkan
Inovasi Aparatur
Owen Podger ; Governance Advisor yang
bekerja di Indonesia sejak 1970
JAWA
POS, 31 Juli 2012
AGAR pemerintah di Indonesia menjadi lebih inovatif, isunya bukan
inovasi-inovasi mana yang layak ditiru, tetapi bagaimana pemerintah dan
aparatur dapat diwajibkan untuk berinovasi.
Saya menyarankan delapan perubahan kebijakan yang diperlukan. Saran ini pernah saya sampaikan juga dalam sebuah konferensi asosiasi ilmu administrasi (ASPA-IAPA) di Malang.
Pertama, kita ganti peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan agar instansi pemerintah harus memperbaiki kinerjanya secara berkelanjutan.
Dalam UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah, pusat menetapkan norma, standar, kriteria, dan prosedur. Karena alat untuk berinovasi adalah penetapan prosedur baru, pasal ini menghambat inovasi di pemerintah daerah. RUU Pemda yang sedang dibahas di DPR perlu disempurnakan agar pusat tidak mengatur prosedur kecuali ada alasan mendadak. Pemda harus bisa menentukan prosedur sendiri agar dapat berinovasi.
UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik mengingatkan kita kepentingan peningkatan mutu pelayanan publik. Tetapi, dalam 10.181 kata, tidak ada satu kata pun yang menyebut kewajiban meningkatkan mutunya.
Membandingkan ini dengan UU tahun 1999 tentang prinsip-prinsip nilai terbaik di Victoria, Australia. Dengan 1.133 kata sangat sederhana, setiap penyelenggara pelayanan publik wajib meningkatkan mutu pelayanannya secara berkelanjutan berdasar konsultasi dengan masyarakat dan pengetahuan tentang ongkos mencapai standar tertentu.
Kedua, kita berkompetisi dan melaksanakan contestability dalam proses urusan pemerintah. Selandia Baru punya mode pemeliharaan jalan yang inovatif. Kontraktor harus menjamin kondisi jalannya selama sepuluh tahun. Ia dibayar paling banyak bila kondisi sempurna dan didenda kalau tidak. Di Indonesia kontraktor pemeliharaan dibayar makin banyak bila jalannya makin rusak.
Berdasar UU Pelayanan Publik, pengurusan IMB adalah pelayanan publik. Seharusnya, pelayanan kepada publik adalah lingkungan hidup kita semua yang bersih, aman, dan teratur, bila setiap orang yang membangun terpaksa memenuhi syarat-syarat tertentu yang harus diatur dalam IMB. Hanya pemerintah yang dapat mengadakan layanan ini karena hanya pemerintah yang dapat mengatur perilaku perorangan.
Pengaturan pelayanan dan pengurusan pelayanan berbeda. Pemerintah sebaiknya mengatur pelayanan kepada publik yang perlu aturan oleh pemerintah. Mari kita pilih pihak yang paling baik untuk mengurus pelayanan, entah dari swasta, masyarakat sipil dan/atau pemerintah, berdasar kompetisi dancontestability. Jangan memaksa masyarakat menerima pelayanan yang tidak paling baik.
Saya menyarankan RUU Pemda direvisi agar pemerintah dan pemerintah daerah tidak mengatur hal yang dapat diatur oleh masyarakat sendiri dan tidak mengurus hal yang dapat diurus secara lebih efektif dan efisien oleh pihak lain.
Ketiga, kita atur indikator efisiensi dan indikator tingkat perbaikan kinerja. Agar dapat indikator tersebut, kita harus menyatukan laporan pertanggungjawaban keuangan dan laporan pertanggungjawaban kinerja. Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang baru juga perlu diperbaiki dengan mencakup akun aset dan liabilitas, untuk mengukur produktivitas investasi pemerintah. Yang sangat lambat diatur, kita harus mewajibkan pengadaan staf yang kompeten untuk mengelola keuangan. Harus ada sertifikasi profesi akuntan publik dan analis standar belanja serta pendidikan untuk mereka.
Mesti juga harus kita dengar pendapat masyarakat untuk mengukur keefektifan.
Keempat, kita mengatur agar setiap pejabat bertanggung jawab atas manajemen perubahan di bidangnya. Alasan kita punya menteri dan Dirjen-Dirjen adalah untuk menyempurnakan sistem pemerintahan.
Indikator inovasi yang diperlukan pada setiap pejabat adalah sebagai berikut:
Pejabat yang baik akan bertindak untuk menguatkan komando pimpinan dan saling melengkapi kemampuan pemimpinnya. Pejabat yang baik akan membangun integritas dan etos. Bila mereka harus berinovasi di luar ruang peraturan yang ada, mereka berinovasi dulu dengan mengatur peraturan yang akan mengesahkan inovasinya.
Pejabat yang baik melakukan performance-based financial management dan financial-based performance management dengan kesadaran atas ongkos keputusannya. Mereka memakai uang rakyat untuk melayani rakyat dan wajib menerapkan prinsip nilai terbaik.
Pejabat yang baik menuju penciptaan ekonomi lokal dan nasional yang kompetitif.
Pejabat yang baik menciptakan kemitraan dengan masyarakat dan swasta, serta menyusun pernyataan kebijakan yang jelas dan tepat. Ia mengambil keputusan berdasar informasi yang akurat, serta meningkatkan penggunaan ICT untuk mengubah paradigma.
Pejabat yang baik bukan otoriter, ia akan menjadi coach timnya. Ia memberi motivasi kepada timnya untuk ambil inisiatif sendiri dan akan menempatkan orang yang paling kompeten dalam setiap jabatan.
Kelima, kita membuat garis amanah yang jelas. Para manajer perlu dibina dan dituntut akuntabilitasnya. Tupoksi para manajer seharusnya tidak lagi di peraturan menteri atau daerah, tetapi dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA/DPA) agar tugasnya untuk berinovasi dianggarkan dan kinerja dipertanggungjawabkan. Juga mari kita revisi formasi (rencana CPNS) agar digabung dengan DIPA agar formasi disesuaikan dengan peningkatan produktivitas dan kinerja.
Keenam, kita memisahkan siklus perencanaan kebijakan dari siklus perencanaan pelaksanaannya agar politik dipisahkan dari administrasi, dengan pembedahan besar atas UU tentang sistem perencanaan nasional.
Setiap lima tahun rakyat memilih kepala pemerintahan baru berdasar janjian politiknya. Kebijakan lama tidak dapat disempurnakan secara instan dan kebijakan baru dilaksanakan dalam program kerja pemerintah.
Ketujuh, kita melaksanakan medium term expenditure framework (MTEF). Dengan rencana multitahunan yang dimaksud, aparatur dapat berinovasi untuk menghemat biaya dan meningkatkan penerimaan. Makin hemat pengeluaran dan makin tinggi penerimaan, makin banyak pemerintah dapat menjalankan inovasi kebijakan baru, baik UU yang baru atau investasi yang baru.
Kedelapan, mari kita selalu memperhatikan perincian pekerjaan dengan perencanaan operasional. Tidak penting apa yang direncanakan bila tidak dilaksanakan dan pelaksanaan hanya dapat dijamin bila para manajer yang bertanggung jawab atas pelaksanaan menyiapkan perencana pelaksanaan secara rinci dan berhak serta wajib untuk menyesuaikannya setiap waktu untuk menjamin keberhasilan. ●
Saya menyarankan delapan perubahan kebijakan yang diperlukan. Saran ini pernah saya sampaikan juga dalam sebuah konferensi asosiasi ilmu administrasi (ASPA-IAPA) di Malang.
Pertama, kita ganti peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan agar instansi pemerintah harus memperbaiki kinerjanya secara berkelanjutan.
Dalam UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah, pusat menetapkan norma, standar, kriteria, dan prosedur. Karena alat untuk berinovasi adalah penetapan prosedur baru, pasal ini menghambat inovasi di pemerintah daerah. RUU Pemda yang sedang dibahas di DPR perlu disempurnakan agar pusat tidak mengatur prosedur kecuali ada alasan mendadak. Pemda harus bisa menentukan prosedur sendiri agar dapat berinovasi.
UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik mengingatkan kita kepentingan peningkatan mutu pelayanan publik. Tetapi, dalam 10.181 kata, tidak ada satu kata pun yang menyebut kewajiban meningkatkan mutunya.
Membandingkan ini dengan UU tahun 1999 tentang prinsip-prinsip nilai terbaik di Victoria, Australia. Dengan 1.133 kata sangat sederhana, setiap penyelenggara pelayanan publik wajib meningkatkan mutu pelayanannya secara berkelanjutan berdasar konsultasi dengan masyarakat dan pengetahuan tentang ongkos mencapai standar tertentu.
Kedua, kita berkompetisi dan melaksanakan contestability dalam proses urusan pemerintah. Selandia Baru punya mode pemeliharaan jalan yang inovatif. Kontraktor harus menjamin kondisi jalannya selama sepuluh tahun. Ia dibayar paling banyak bila kondisi sempurna dan didenda kalau tidak. Di Indonesia kontraktor pemeliharaan dibayar makin banyak bila jalannya makin rusak.
Berdasar UU Pelayanan Publik, pengurusan IMB adalah pelayanan publik. Seharusnya, pelayanan kepada publik adalah lingkungan hidup kita semua yang bersih, aman, dan teratur, bila setiap orang yang membangun terpaksa memenuhi syarat-syarat tertentu yang harus diatur dalam IMB. Hanya pemerintah yang dapat mengadakan layanan ini karena hanya pemerintah yang dapat mengatur perilaku perorangan.
Pengaturan pelayanan dan pengurusan pelayanan berbeda. Pemerintah sebaiknya mengatur pelayanan kepada publik yang perlu aturan oleh pemerintah. Mari kita pilih pihak yang paling baik untuk mengurus pelayanan, entah dari swasta, masyarakat sipil dan/atau pemerintah, berdasar kompetisi dancontestability. Jangan memaksa masyarakat menerima pelayanan yang tidak paling baik.
Saya menyarankan RUU Pemda direvisi agar pemerintah dan pemerintah daerah tidak mengatur hal yang dapat diatur oleh masyarakat sendiri dan tidak mengurus hal yang dapat diurus secara lebih efektif dan efisien oleh pihak lain.
Ketiga, kita atur indikator efisiensi dan indikator tingkat perbaikan kinerja. Agar dapat indikator tersebut, kita harus menyatukan laporan pertanggungjawaban keuangan dan laporan pertanggungjawaban kinerja. Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang baru juga perlu diperbaiki dengan mencakup akun aset dan liabilitas, untuk mengukur produktivitas investasi pemerintah. Yang sangat lambat diatur, kita harus mewajibkan pengadaan staf yang kompeten untuk mengelola keuangan. Harus ada sertifikasi profesi akuntan publik dan analis standar belanja serta pendidikan untuk mereka.
Mesti juga harus kita dengar pendapat masyarakat untuk mengukur keefektifan.
Keempat, kita mengatur agar setiap pejabat bertanggung jawab atas manajemen perubahan di bidangnya. Alasan kita punya menteri dan Dirjen-Dirjen adalah untuk menyempurnakan sistem pemerintahan.
Indikator inovasi yang diperlukan pada setiap pejabat adalah sebagai berikut:
Pejabat yang baik akan bertindak untuk menguatkan komando pimpinan dan saling melengkapi kemampuan pemimpinnya. Pejabat yang baik akan membangun integritas dan etos. Bila mereka harus berinovasi di luar ruang peraturan yang ada, mereka berinovasi dulu dengan mengatur peraturan yang akan mengesahkan inovasinya.
Pejabat yang baik melakukan performance-based financial management dan financial-based performance management dengan kesadaran atas ongkos keputusannya. Mereka memakai uang rakyat untuk melayani rakyat dan wajib menerapkan prinsip nilai terbaik.
Pejabat yang baik menuju penciptaan ekonomi lokal dan nasional yang kompetitif.
Pejabat yang baik menciptakan kemitraan dengan masyarakat dan swasta, serta menyusun pernyataan kebijakan yang jelas dan tepat. Ia mengambil keputusan berdasar informasi yang akurat, serta meningkatkan penggunaan ICT untuk mengubah paradigma.
Pejabat yang baik bukan otoriter, ia akan menjadi coach timnya. Ia memberi motivasi kepada timnya untuk ambil inisiatif sendiri dan akan menempatkan orang yang paling kompeten dalam setiap jabatan.
Kelima, kita membuat garis amanah yang jelas. Para manajer perlu dibina dan dituntut akuntabilitasnya. Tupoksi para manajer seharusnya tidak lagi di peraturan menteri atau daerah, tetapi dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA/DPA) agar tugasnya untuk berinovasi dianggarkan dan kinerja dipertanggungjawabkan. Juga mari kita revisi formasi (rencana CPNS) agar digabung dengan DIPA agar formasi disesuaikan dengan peningkatan produktivitas dan kinerja.
Keenam, kita memisahkan siklus perencanaan kebijakan dari siklus perencanaan pelaksanaannya agar politik dipisahkan dari administrasi, dengan pembedahan besar atas UU tentang sistem perencanaan nasional.
Setiap lima tahun rakyat memilih kepala pemerintahan baru berdasar janjian politiknya. Kebijakan lama tidak dapat disempurnakan secara instan dan kebijakan baru dilaksanakan dalam program kerja pemerintah.
Ketujuh, kita melaksanakan medium term expenditure framework (MTEF). Dengan rencana multitahunan yang dimaksud, aparatur dapat berinovasi untuk menghemat biaya dan meningkatkan penerimaan. Makin hemat pengeluaran dan makin tinggi penerimaan, makin banyak pemerintah dapat menjalankan inovasi kebijakan baru, baik UU yang baru atau investasi yang baru.
Kedelapan, mari kita selalu memperhatikan perincian pekerjaan dengan perencanaan operasional. Tidak penting apa yang direncanakan bila tidak dilaksanakan dan pelaksanaan hanya dapat dijamin bila para manajer yang bertanggung jawab atas pelaksanaan menyiapkan perencana pelaksanaan secara rinci dan berhak serta wajib untuk menyesuaikannya setiap waktu untuk menjamin keberhasilan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar