Esensi
Jurnalisme
Ignatius Haryanto ; Direktur LSPP
di Jakarta
KOMPAS,
28 Juli 2012
Pertengahan Juli 2012, tak
kurang dari 55 pemimpin redaksi dari sejumlah media berkumpul dan
mendeklarasikan berdirinya Forum Pemred.
Ketua Pengurus Harian Forum
Pemred Wahyu Muryadi menegaskan, forum yang dibentuknya bersama puluhan pemred
media massa itu bebas dari berbagai kepentingan. ”Pers Indonesia adalah pers
yang menjunjung tinggi prinsip independensi dari pengaruh kekuasaan, kelompok
kepentingan, kekuatan ekonomi, dan pihak-pihak lainnya,” ujar Pemred Tempo ini.
Tantangan paling konkret
Forum Pemred adalah bagaimana mengembalikan esensi jurnalisme, informasi
berkualitas, dan pengabdian kepada publik yang menjadi tujuan akhir media-media
yang ada. Sudah makin nyata pers di Indonesia saat ini dalam kondisi yang tak
sehat. Pers yang bebas atau independen dari pengaruh kekuasaan, baik ekonomi
ataupun politik, semakin sedikit dan pada akhirnya publik juga yang menerima
kerugian ini.
Kerugian timbul ketika
pemberitaan yang muncul dari pelbagai outlet media kerap tampil secara bias,
mengesampingkan isu-isu penting untuk publik, tetapi mengedepankan kepentingan
para pemilik media. Belum lagi isi media yang makin menghindar dari risiko menjadi
jurnalisme yang baik, mengurangi upaya melakukan kerja jurnalisme investigasi.
Item berita yang lebih sensasional, yang mudah menghasilkan keuntungan, lebih
disukai para pengelola media hari ini. Publik jadi kehilangan media yang punya
integritas dan membela kepentingan mereka secara luas.
Kita tentu berharap
jurnalisme adalah kegiatan yang masih relevan untuk kepentingan publik di
Indonesia. Jurnalistik bukanlah entitas yang harus ditinggalkan atau dilupakan
ketika informasi dari media menjadi begitu melimpah (diistilahkan dengan bahasa
lebih halus media content—tak peduli apakah itu informasi, gosip, atau berita
bohong). Kita tak ingin melihat jurnalisme di Indonesia sebagaimana judul buku Will the Last Reporter Please Turn Out the
Light: The Collapse of Journalism and What Can Be Done to Fix It (Robert W
McChesney and Victor Pickard, eds 2011).
Apakah para pemred yang
berhimpun di sini juga menunjukkan sikap bahwa mereka selama ini sudah muak
mengabdi kepada kepentingan para pemilik media yang terlalu mengedepankan
kepentingan ekonomi dan politik mereka? Sudah saatnya media kembali ke semangat
dasar membela kepentingan publik yang memberi mereka legitimasi untuk melakukan
tindakan yang tak bisa dilakukan warga masyarakat biasa mana pun. Bill Kovach dan
Tom Rosenthiel jauh-jauh hari mengingatkan ini sebagai elemen pertama dan
mendasar dalam Elements of Journalism (2003).
Sejumlah Pertanyaan
Di luar tantangan di atas,
ada sejumlah pertanyaan terhadap Forum Pemred. Pertama, mengapa forum ini
muncul pada masa sekarang, dua tahun menjelang Pilpres 2014. Apakah ada
korelasi di antara dua hal ini?
Kedua, jika disebutkan pers
Indonesia harus menjaga independensi dari pengaruh kekuasaan, kelompok
kepentingan, dan kekuatan ekonomi, apakah berarti para pemred kian menyadari
selama ini ada pengaruh sangat besar ditunjukkan pemilik media masing-masing
yang kerap memiliki banyak agenda titipan yang harus diamankan redaksi atau
newsroom?
Ketiga, langkah konkret apa
yang akan dilakukan Forum Pemred untuk membuktikan upaya mereka menjaga
independensi pers Indonesia tersebut?
Sejumlah pihak bisa saja
menjadi sinis karena Forum Pemred mengumpulkan aneka jenis media, mulai dari
yang kredibel hingga yang kurang kredibel. Namun, kita berharap Forum Pemred
mau membuktikan kelahirannya bukanlah suatu yang sia- sia dan kiprahnya sangat
ditunggu oleh publik yang makin geram dengan isi media yang makin mengasingkan
diri mereka. Forum ini seharusnya juga bisa jadi forum untuk mendidik pemilik
media untuk tak seenaknya menjadikan media miliknya sebagai pengabdi
kepentingan pribadi atau perusahaan belaka, tetapi kembali pada esensi membela
kepentingan publik.
Perlawanan dari Dalam?
Apakah Forum Pemred ini
menjadi suatu kebangkitan atau perlawanan diam-diam kalangan profesional media?
Ishadi SK pernah menulis disertasi soal perlawanan ”kalangan profesional” dari
stasiun televisi swasta terhadap para pemilik televisi yang kala itu dikuasai
keluarga Soeharto. Disertasi Ishadi dari jurusan Ilmu Komunikasi itu berjudul
Praktik-praktik Diskursus di Ruang Pemberitaan RCTI, SCTV, dan Indosiar, dan
dipertahankan di depan sidang Senat Akademik UI, September 2002.
Apakah terlalu jauh jika
publik berharap forum ini bukan sekadar kelompok gaul sekelompok elite dalam
pembentukan opini massa, yang kemudian mengasingkan dirinya dari kebutuhan
publik, ataupun menafikan kondisi bahwa media kita sudah makin terkontaminasi
aneka kepentingan di luar diri pers? Apakah para pemred tak sedang melakukan
konsolidasi untuk berhadapan dengan kekuatan modal yang sangat mendikte itu?
Tantangan yang dihadapi
media informasi di Indonesia memang berat. Pergeseran pola konsumsi masyarakat,
terutama di perkotaan, yang lebih gemar menggunakan media online untuk akses
informasi membuat pusing banyak pihak. Kemajuan teknologi komunikasi yang ada
sering dianggap biang keladi menurunnya oplah dan iklan media-media
konvensional, terutama surat kabar dan majalah.
Di sisi lain, media televisi
dituntut segera mengikuti perkembangan zaman untuk bermigrasi ke pola penyiaran
digital, menggantikan penyiaran analog yang selama ini dikenal. Pemerintah
telah mematok migrasi ke dunia digital akan selesai pada 2018.
Apakah Forum
Pemred bisa menawarkan jawaban konkret untuk sejumlah tantangan berat ini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar