Minggu, 29 Juli 2012

Miskin Bukan Hambatan untuk Maju


Miskin Bukan Hambatan untuk Maju
Luki Aulia ; Wartawan Kompas
KOMPAS, 24 Juli 2012

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Dade (18) dan Vera (18) bisa kuliah ke luar negeri. Bisa menyelesaikan pendidikan SMA saja sudah sangat beruntung. Maklum, keduanya bukan dari keluarga yang berkecukupan. 

Dade Daflian Abryantoni adalah anak penjahit kecil-kecilan di Malang, Jawa Timur. Adapun Vera Dona anak penjaga toko di Palembang, Sumatera Selatan.

Sekitar tiga tahun lalu, hampir saja Dade mengurungkan impiannya melanjutkan sekolah ke SMA. Dengan penghasilan ayahnya, Sunarto, yang tidak menentu sebagai penjahit kecil-kecilan di rumah, Dade semula memilih bekerja membantu orangtuanya.
Sebagai anak tunggal dari pasangan Sunarto-Sri Kustya Dewi, Dade merasa bertanggung jawab membantu ekonomi keluarganya. Apalagi karena sekarang ibunya tidak lagi bekerja sebagai buruh pabrik rokok karena sudah tidak kuat.

Ketika hampir putus asa, tiba-tiba datang tawaran beasiswa dari SMA Negeri 10 Malang. Namun, bukan untuk bersekolah di sana, melainkan tawaran beasiswa Sampoerna Foundation.

”Saya tertarik karena ada beasiswanya. Ada syarat, harus buat karangan dalam bahasa Inggris. Karena bahasa Inggris saya tidak bagus, baru bisa selesai dua hari,” kata Dade yang sebelumnya bersekolah di SMP Negeri 1 Malang.

Pengalaman serupa dirasakan Vera yang berasal dari Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Penghasilan kedua orangtuanya sebagai penjaga toko selalu pas-pasan untuk membiayai kebutuhan sekolahnya ketika masih di SMP Negeri 1 Indralaya.
Kini, dengan bantuan dan beasiswa tiga tahun di Sampoerna Academy, Vera meraih kesempatan kuliah ilmu politik di University of Hawaii at Manoa, Amerika Serikat. Kesempatan itu tidak mudah diperoleh karena ia harus berusaha keras meraih nilai terbaik dalam SAT dan TOEFL.

”Setelah terpilih, saya disuruh pilih universitasnya. Akhirnya saya pilih di Hawaii,” kata Vera.

Ayahnya semula khawatir karena Vera jauh dan akan sendirian. Namun, ibunya mendukung karena bisa kuliah di luar negeri merupakan kesempatan langka. ”Kini kedua orangtua mendukung. Mudah-mudahan doa orangtua menjadi berkah,” kata Vera.

Fasih Bahasa Inggris

Sampoerna Foundation membuka kesempatan sekolah jenjang SMA bagi siswa dari keluarga prasejahtera, tetapi berprestasi. Sekolah itu didirikan di Malang, Palembang, dan Bogor dengan jumlah siswa keseluruhan 993 orang. Siswa diseleksi dari keluarga yang betul-betul miskin, tetapi punya kemauan kuat belajar. Selama tiga tahun, siswa mendapat beasiswa dan tinggal di asrama.

”Tinggal di asrama untuk pembentukan karakter, melatih disiplin, kemandirian, dan mempererat rasa kekeluargaan sesama siswa,” kata Managing Director Putera Sampoerna Foundation Nenny Soemawinata.

Karena berasal dari keluarga prasejahtera, banyak siswa yang awalnya kaget dengan kondisi asrama. Misalnya, ada beberapa siswa yang tak mengenal selimut, tak biasa tidur di tempat tidur empuk, kuatnya rasa minder atau rasa tidak percaya diri siswa, pemalu, dan tak fasih berbahasa Inggris.

Namun, semuanya itu berubah setelah tiga tahun sekolah dan tinggal di asrama. Rasa percaya diri siswa tumbuh dan berkembang, siswa memiliki disiplin tinggi, jiwa kepemimpinan tumbuh, hingga fasih berbahasa Inggris. Maklum saja, bahasa Inggris menjadi bahasa sehari-hari di sekolah itu. Semua mata pelajaran disampaikan dalam bahasa Inggris kecuali Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan serta Bahasa Indonesia.

”Bahkan, tugas-tugasnya pun dikerjakan dalam bahasa Inggris,” kata Dade yang berasal dari Tanjungrejo, Malang, dan akan melanjutkan pendidikan ke teknik mesin di Lone Star Community College, Amerika Serikat.

Bukan hanya Dade yang akan melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Tahun ini Sampoerna Academy yang didirikan Sampoerna Foundation meluluskan 226 siswa dari SMA yang ada di Malang dan Palembang.

Dari 226 siswa tersebut, 15 orang diterima di perguruan tinggi negeri melalui jalur undangan dan 129 siswa lulus jalur ujian tulis seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri. Selain itu, 25 siswa juga akan melanjutkan pendidikan ke sejumlah perguruan tinggi di Amerika Serikat, seperti Texas Tech University, University of Missouri, University of Minnesota, West Virginia University, University of Hawaii at Manoa, University of Kentucky, serta Lone Star Community College.

Amerika Serikat menjadi pilihan karena baru universitas-universitas tersebut yang menjalin kerja sama dengan Sampoerna Foundation. Dalam kerja sama itu, Sampoerna Foundation memberikan beasiswa dan pinjaman biaya hidup bagi mahasiswa selama kuliah.

Setelah lulus menjadi sarjana dan bekerja, mereka harus mengembalikan pinjaman biaya hidup tersebut kepada Koperasi Siswa Bangsa yang didirikan siswa-siswa Sampoerna Academy.

Pengembalian pinjaman tersebut tanpa bunga dan ditujukan untuk pinjaman adik-adik kelas mereka agar program pengiriman siswa kuliah ke luar negeri bisa terus berjalan,” kata Nenny.

Jauh dari Orangtua

Berpisah dari orangtua dan tinggal nun jauh di Amerika Serikat tentu tak terbayangkan sebelumnya. Namun, para orangtua merasa bangga kepada anak-anak mereka.
”Ia harus lebih baik daripada saya,” kata Suwito bersama istrinya, Srinawati. Anak mereka, Evie Susilowati, akan melanjutkan kuliah di jurusan teknik penerbangan di University of Minnesota. Suwito kini berdinas di kepolisian Madiun, Jawa Timur.

Rasa bangga juga menyelimuti orangtua siswa yang lain. Mereka tidak menyangka anak mereka bisa kuliah di Amerika Serikat tanpa mengeluarkan biaya sedikit pun atau bisa kuliah di perguruan tinggi terkemuka di Tanah Air.

Mereka merasa yakin, lilitan kemiskinan tidak bisa dijadikan alasan bagi anak-anak mereka untuk maju, belajar, dan meraih cita-cita demi kemajuan bangsa. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar