Anomali
Ekonomi dan Krisis Global
Joseph Henricus Gunawan ; Peneliti Sosial Ekonomi,
Alumnus University of Southern Queensland (USQ), Australia
Alumnus University of Southern Queensland (USQ), Australia
SUARA
KARYA, 26 Juli 2012
Gejolak finansial yang berawal dari krisis
utang di Yunani, kini semakin meluas dan menyeret negara-negara pemakai euro ke
dalam jurang resesi. Belum terlepas dari gejolak krisis finansial Spanyol yang
berada di peringkat keempat negara yang menguasai perekonomian zona euro dan
peringkat ke-12 kekuatan ekonomi dunia, masalah kebangkrutan semakin meluas ke
Siprus, negara selanjutnya yang terkena efek domino dari krisis utang.
Krisis finansial zona euro semakin membelit
serta belum menemukan titik terang penyelesaian hingga mencemaskan pasar dan
kawasan zona euro serta dunia. Mendung kelabu ekonomi global kian menggantung.
Apalagi, setelah Italia, negara dengan perekonomian terbesar ketiga di zona
euro kian terancam menjadi korban krisis finansial dalam zona euro. Sebelumnya,
ada beberapa negara zona euro yang telah terkena badai krisis, yakni Yunani,
Irlandia, dan Portugal.
Tingkat pengangguran di zona euro menembus
rekor tertinggi baru pada Mei 2012, yakni 11,1 persen. Sebanyak 17,56 juta jiwa
kehilangan pekerjaan di 17 negara zona euro sepanjang bulan Mei 2012, terutama
di Prancis dan Spanyol. Badan Statistik Uni Eropa (UE) atau Eurostat menyatakan
bahwa data tersebut adalah rekor baru sejak 1995.
Eurostat melaporkan jumlah
warga zona euro yang kehilangan pekerjaan bertambah hampir 2 juta jiwa dalam 14
bulan terakhir ini.
Indonesia dengan struktur pertumbuhan ekonomi
yang ditopang oleh konsumsi domestik dan ekspor produk manufaktur yang
didominasi komoditas setengah jadi seperti minyak sawit mentah (CPO/Crude Palm
Oil), hortikultura, agribisnis, dan kelompok usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM) seharusnya dapat memanfaatkan momen peluang di tengah memburuknya krisis
ekonomi Eropa dan melambatnya (slow down)
ekonomi China. Apalagi, tingkat pertumbuhan ekonomi zona euro rendah pada
beberapa bulan ke depan, bahkan bisa terjadi kontraksi pada periode
Juli-September 2012.
Memang, kesepakatan dalam KTT Uni Eropa di
Brussels, Belgia, akhir Juni lalu dinilai berhasil meringankan beban
negara-negara korban zona euro sekaligus mengurangi kecemasan pasar. Kepala Dewan
Eropa, Herman Achille Van Rompuy menyatakan bahwa rekapitalisasi langsung dari
dana talangan sebesar 500 miliar euro baru akan bisa diimplementasikan sesudah
terbentuk satu badan khusus yang akan ditugasi Uni Eropa sebagai mitra kerja
Bank Sentral Eropa (ECB) untuk mengawasi perbankan seluruh Eropa.
Para pemimpin dari 27 negara anggota UE sepakat
mengizinkan dana penyelamatan bernama Mekanisme Stabilitas Eropa (ESM)
diaktifkan menggantikan Fasilitas Stabilitas Keuangan Eropa (EFSF) untuk
memulihkan kembali kepercayaan pasar, menstabilkan utang pemerintah
negara-negara anggota UE sekaligus mengendalikan pasar finansial atau untuk
menurunkan bunga surat utang anggota yang bermasalah.
Krisis zona euro masih jauh dari berakhir.
Indonesia harus mewaspadai imbas krisis utang dan penurunan pertumbuhan ekonomi
di Eropa yang telah mengerem laju perekonomian AS, dapat meluber berdampak
krisis global dan berisiko besar menghambat pertumbuhan ekonomi dunia.
Dengan kekayaan sumber daya alam melimpah ruah,
konsumsi masyarakat kuat dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,56 juta
jiwa, investasi tumbuh pesat, serta fiskal sehat, niscaya dunia masih tetap
melirik Indonesia. Karena, diyakini masih bisa bertumbuh untuk jangka panjang
apabila pemerintah sukses membenahi birokrasi, mempercepat pembangunan
infrastruktur sekaligus menyelesaikan persoalan ketersediaan sumber daya energi
yang kurang memadai, dan menurunkan berbagai ekonomi biaya tinggi.
Hingga akhir Juni 2012 semester I, penyerapan
belanja modal mencapai Rp 30,64 triliun atau baru 18,2% dari pagu anggaran
senilai Rp 168,67 triliun, sedangkan penyerapan belanja barang mencapai Rp
41,81 triliun atau 22,4% dari pagu anggaran sebesar Rp 186,58 triliun. Oleh
karena itu, percepatan penyerapan anggaran negara dengan belanja pemerintah
pusat (APBN) dan daerah (APBD) yang tepat waktu, tepat guna, dan tepat sasaran
bakal mendongkrak dan menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional yang tahun
2012 ini diproyeksikan 6,5 persen guna mengimbangi pilar pertumbuhan lain
seperti konsumsi domestik, investasi, dan ekspor yang mulai melemah.
Ini mengingat tren pelemahan ekspor Indonesia
sebagaimana tercermin dalam nilai neraca perdagangan Indonesia selama 2 bulan
berturut-turut sejak April 2012. Walaupun, berdasarkan data ekspor Mei 2012
dari BPS, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa 7,63 miliar dolar AS. Sedangkan
AS dengan nilai ekspor 6,14 miliar dolar AS masih di bawah negara ASEAN dengan
nilai ekspor 12,85 miliar dolar AS, China 8,88 miliar dolar AS, dan Jepang 7,27
miliar dolar AS. Menurut BPS, pada Mei 2012, nilai defisit neraca perdagangan
Indonesia mencapai 485,9 juta dolar AS dan sebelumnya April 2012 yakni sebesar
600 juta dolar AS.
Pemerintah dengan langkah sistematik harus
memfasilitasi memacu SDM yang cakap,
mampu, cekatan, sehat, inovatif, dan
menguasai iptek. Sekaligus, memfa-silitasi pengusaha nasional mengubah mindset,
orientasi, strategi bisnis dari lokal dan regional menuju global serta mampu
menaikkan daya saing.
Selain itu, pemerintah
harus memperbaiki law enforcement dan
menyediakan kepastian hukum bagi pelaku dunia usaha dengan segera merampungkan
regulasi, perbaikan transmisi kebijakan keuangan serta kebijakan energi,
kebijakan industri nasional, kebijakan investasi pada sektor ekonomi rakyat
produktif, dan krusialnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Ini penting agar mampu memicu pertumbuhan berkualitas dan pemerataan
ekonomi yang berakselerasi, bisa melaju, dan berlari lebih kencang mengejar
ketertinggalan dari negara lain. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar