Menemukan
Kembali Makna Agama
Ali Masykur Musa ; Anggota
BPK RI dan Ketua Umum PP ISNU
SINDO, 26 Juli 2012
AGAMA selalu menjadi topik hangat pada bulan
Ramadan. Semua orang saling menyahut untuk menjalankan perintah Tuhan. Media
massa saling berlomba menjadi corong nyaring menyuarakan mana yang baik dan
mana yang buruk.
Sepertinya Ramadan
diproduksi oleh manusia sebagai waktu yang paling tepat untuk merayakan gegap
gempita beragama, khususnya Islam. Pada Ramadan, Indonesia seolah-olah hanya
menjadi milik kaum muslimin. Gebyar menyambut Ramadan dan hiruk-pikuk kaum
muslimin menjalankan puasa adalah fenomena rutin tahunan.Jika diberi
kesempatan,saban tahun kita bisa melihatnya.
Spandukspanduk menyambut kedatangan Ramadan bertumpuk di jalanan. Iklan-iklan produk dengan kemasan Ramadan bergantian menghiasi layar televisi, berjejal di telinga dan mata. Masjid-masjid dan musala serta berbagai macam instansi semangat mengadakan acara buka bersama di mana-mana. Ramadan tidak hanya gemerlap dengan perayaan beragama. Ramadan juga berarti terbukanya pintu perenungan untuk diri kita sendiri.
Ramadan adalah bertemunya dua sisi kehidupan yang selalu membuntuti kita: ramai dan sepi. Tanpa kita sadari secara terang, sesungguhnya tipis sekali jaraknya dengan dunia materi. Di satu sisi, Ramadan bisa dipandang sebagai pertanda maraknya kehidupan beragama, khususnya di negeri ini.Di lain sisi,yang paling penting adalah pertanyaan untuk diri kita sendiri,dengan semarak Ramadan sudah seberapa dalam makna kehidupan beragama kita.
Menemukan Kehadiran Agama
Agama adalah karya Tuhan.Tuhan memberikan perintah beragama dan yang menerima perintah beragama kepada manusia, dan Tuhan telah memberi segala perangkat untuk menjalankan perintah itu. Agama adalah serangkaian dogma, ritual, dan syariat, sedangkan manusia adalah subjek yang menjalankannya. Agama tidak memiliki kewajiban, tidak punya hak,dan tidak dibebani tanggung jawab apa pun.
Justru manusia yang dikenai kewajiban untuk menjalankan, memelihara, dan mengagungkannya. Jadi, agama itu kendaraan dan manusia adalah pengemudinya. Laju lambannya kendaraan ditentukan oleh pengemudi itu sendiri. Perilaku berkendaraan juga 100% tercermin oleh yang mengarahkan kemudi kendaraan tersebut. Artinya, wajah suatu agama tercermin oleh tindak tanduk para pemeluknya.
Jika manusia sudah bisa mengarahkan laju kendaraan secara baik dan benar maka bisa disebut sebagai ahsani taqwim, sebaik-baiknya ciptaan Allah yang berpredikat insan kamil. Allah menurunkan formula bimbingan-Nya ke bumi dengan nama Islam. Islam telah dimatangkan oleh Allah sebagai agama. Islam adalah agama yang lengkap. Islam menyediakan inti-inti nilai, esensi, beserta komprehensifnya untuk diterjemahkan oleh para utusan-Nya menjadi sistem nilai.
Kemudian, agama diterapkan dan diwujudkan pada semua dan setiap langkah perilaku manusia dan masyarakat. Perwujudan agama dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus adalah akhlak. Bersyukurlah kita sebagai hamba yang diberi kesempatan dan kekuatan menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadan. Puasa adalah salah satu metode yang sempurna untuk menginternalisasikan nilai-nilai beragama sebagai manifestasi kesalehan sosial.
Bukan tanpa alasan jika Allah memberikan waktu khusus bagi manusia yang sering kali tenggelam dengan kesibukan duniawinya untuk beristirahat sejenak, berpuasa, khususnya pada Ramadan ini. Melalui ibadah puasa itulah, dimensi transendental dan sosial berbalut menyatu. Sudahkah kita menemukan kembali makna agama saat Ramadan ini? ●
Spandukspanduk menyambut kedatangan Ramadan bertumpuk di jalanan. Iklan-iklan produk dengan kemasan Ramadan bergantian menghiasi layar televisi, berjejal di telinga dan mata. Masjid-masjid dan musala serta berbagai macam instansi semangat mengadakan acara buka bersama di mana-mana. Ramadan tidak hanya gemerlap dengan perayaan beragama. Ramadan juga berarti terbukanya pintu perenungan untuk diri kita sendiri.
Ramadan adalah bertemunya dua sisi kehidupan yang selalu membuntuti kita: ramai dan sepi. Tanpa kita sadari secara terang, sesungguhnya tipis sekali jaraknya dengan dunia materi. Di satu sisi, Ramadan bisa dipandang sebagai pertanda maraknya kehidupan beragama, khususnya di negeri ini.Di lain sisi,yang paling penting adalah pertanyaan untuk diri kita sendiri,dengan semarak Ramadan sudah seberapa dalam makna kehidupan beragama kita.
Menemukan Kehadiran Agama
Agama adalah karya Tuhan.Tuhan memberikan perintah beragama dan yang menerima perintah beragama kepada manusia, dan Tuhan telah memberi segala perangkat untuk menjalankan perintah itu. Agama adalah serangkaian dogma, ritual, dan syariat, sedangkan manusia adalah subjek yang menjalankannya. Agama tidak memiliki kewajiban, tidak punya hak,dan tidak dibebani tanggung jawab apa pun.
Justru manusia yang dikenai kewajiban untuk menjalankan, memelihara, dan mengagungkannya. Jadi, agama itu kendaraan dan manusia adalah pengemudinya. Laju lambannya kendaraan ditentukan oleh pengemudi itu sendiri. Perilaku berkendaraan juga 100% tercermin oleh yang mengarahkan kemudi kendaraan tersebut. Artinya, wajah suatu agama tercermin oleh tindak tanduk para pemeluknya.
Jika manusia sudah bisa mengarahkan laju kendaraan secara baik dan benar maka bisa disebut sebagai ahsani taqwim, sebaik-baiknya ciptaan Allah yang berpredikat insan kamil. Allah menurunkan formula bimbingan-Nya ke bumi dengan nama Islam. Islam telah dimatangkan oleh Allah sebagai agama. Islam adalah agama yang lengkap. Islam menyediakan inti-inti nilai, esensi, beserta komprehensifnya untuk diterjemahkan oleh para utusan-Nya menjadi sistem nilai.
Kemudian, agama diterapkan dan diwujudkan pada semua dan setiap langkah perilaku manusia dan masyarakat. Perwujudan agama dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus adalah akhlak. Bersyukurlah kita sebagai hamba yang diberi kesempatan dan kekuatan menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadan. Puasa adalah salah satu metode yang sempurna untuk menginternalisasikan nilai-nilai beragama sebagai manifestasi kesalehan sosial.
Bukan tanpa alasan jika Allah memberikan waktu khusus bagi manusia yang sering kali tenggelam dengan kesibukan duniawinya untuk beristirahat sejenak, berpuasa, khususnya pada Ramadan ini. Melalui ibadah puasa itulah, dimensi transendental dan sosial berbalut menyatu. Sudahkah kita menemukan kembali makna agama saat Ramadan ini? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar