Kekuatan
Figur SBY Masih Menentukan
Toto Suryaningtyas ; Litbang Kompas
KOMPAS,
23 Juli 2012
Memasuki 33 bulan usia
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, penilaian publik tampak
beranjak. Setelah beberapa triwulan paceklik apresiasi, kini apresiasi terhadap
Presiden dan pemerintahan menunjukkan tanda-tanda pergerakan. Meski demikian,
secara keseluruhan belum ada lonjakan apresiasi berarti.
Kesesuaian antara yang
diharapkan publik dan respons Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa
bulan ini membawa pengaruh positif bagi kenaikan apresiasi. Penampilan yang
lebih selektif serta kemampuan menjauh diri dari sejumlah dugaan kasus korupsi
yang membelit kader Partai Demokrat membuat persepsi publik positif.
Sebagaimana terpantau dari
jajak pendapat triwulanan kali ini, terjadi peningkatan berarti apresiasi
publik dalam menilai citra SBY. Triwulan sebelumnya (April 2012), rapor citra
SBY hanya 48,0 persen, tetapi kini naik menjadi 57,8 persen. Proporsi penilaian
saat ini sama dengan penilaian jajak pendapat pada Januari 2012 yang sedikit
lebih rendah dibanding penilaian jajak pada Juli 2011 lalu.
Citra penilaian positif
terhadap figur SBY ini merupakan rebound
kedua setelah penilaian
publik sempat jeblok di triwulan ke-24 (Oktober 2011).
Saat itu 48,7 persen responden menilai citra SBY buruk dan hanya 40 persen yang
menilai baik.
Sudah lama publik
menyuarakan kurangnya ketegasan SBY terhadap berbagai isu korupsi dan koalisi
parpol. Meski demikian, SBY tampak menjaga stabilitas politik nasional dengan
memilih kompromistis terhadap berbagai persoalan tersebut. Di satu sisi,
stabilitas memang cenderung terjaga yang berimplikasi pada stabilitas ekonomi
makro dan proses transisi demokrasi yang relatif lancar.
Di sisi lain, sikap SBY yang
mulai menunjukkan ketegasan memperingatkan sejumlah kader tampaknya direspons
positif publik. Sejumlah kader seperti Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum dan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng disebut-sebut
dalam kasus korupsi pusat pelatihan olahraga Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Tampaknya, SBY mulai serius
menggarap berbagai isu politik yang melemahkan sendi-sendi pemerintahannya. Hal
itu tampak antara lain dalam instruksi terhadap sejumlah menteri asal parpol
yang dinilai tak memprioritaskan tugas-tugas pemerintahan. ”Yang memang tidak
bisa membagi waktu dan harus menyukseskan tugas politik, parpol mana pun, saya
persilakan baik-baik untuk mundur,”(Kompas, 20 Juli 2012).
Tidak terhindarkan, jabatan
sebagai Presiden sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat membuat SBY
sulit mengelak dari geliat politik menuju Pemilu Presiden 2014. Di satu sisi,
semakin diyakini figur SBY jadi kekuatan utama yang menjaga kohesi suara
pemilih sekaligus pengurus.
Dalam bahasa pengamat
politik LIPI, Syamsuddin Haris, sosok SBY digambarkan sebagai ”berada di atas
Partai Demokrat”. Hal itu bisa bermakna, merosotnya citra Presiden sama dengan
merosotnya apresiasi publik terhadap Demokrat. Sementara merosotnya popularitas
Demokrat belum tentu berlaku terhadap popularitas SBY.
Citra Pemerintahan
Hasil jajak pendapat
triwulanan kali ini juga memperlihatkan perbedaan penilaian publik atas citra
SBY dibandingkan citra pemerintahan yang dipimpinnya. Meski citra SBY beranjak
membaik, citra pemerintahan tetap negatif. Citra pemerintahan di mata publik
dinilai baik hanya oleh 33,6 persen responden, sedikit naik dari triwulan
sebelumnya (31,5 persen). Sementara responden yang menilai buruk 62,6 persen.
Di mata publik, salah satu
sebab adalah lemahnya koordinasi dan kinerja kabinet. Tak heran, sejak awal
penilaian poling (Januari 2010),
apresiasi responden hanya berada di kisaran 20 persen, sementara ketidakpuasan
terus meningkat, kini menjadi hampir 70 persen responden.
Dari jawaban responden
tersirat kelemahan kinerja kabinet tak terlepas dari langkah SBY dalam memimpin
kabinet serta tudingan maraknya korupsi di tubuh pemerintah. Penilaian minor
terhadap citra pemerintahan itu senada dengan penilaian terhadap kinerja bidang
politik keamanan, hukum, ekonomi, dan kesejahteraan sosial. Bidang hukum
menjadi yang paling minim apresiasi, disusul bidang ekonomi, kesejahteraan
sosial, dan politik keamanan.
Seperti hasil sebelumnya,
jaminan terhadap kebebasan pers adalah yang paling konsisten diapresiasi
responden, yang tak hanya triwulan sebelumnya, tetapi juga dari triwulan
pertama (Januari 2010). Angka apresiasi ada di kisaran 70 persen. Sementara
penilaian yang paling buruk adalah kiprah pemerintah mengatasi perpecahan
bangsa, yakni hanya 25 persen.
Dalam bidang hukum, sorotan
paling negatif dialamatkan pada kemampuan pemerintah menangani korupsi. Lebih
dari tiga perempat responden menyatakan tidak puas. Sementara yang puas sedikit
beranjak dari triwulan sebelumnya.
Bulan Politik
SBY memperkirakan, setelah
Ramadhan, suasana akan memasuki ”bulan-bulan politik”.
Hal ini tak lain dari
memanasnya kompetisi memperebutkan pengaruh dan popularitas. Apalagi, pada 20
September dilaksanakan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Hasil Pilkada DKI
akan jadi ”lampu kuning” atau ”lampu hijau” bagi Demokrat dalam Pilpres 2014.
Sebagaimana terekam dalam
jajak pendapat kali ini, tampak popularitas Demokrat turun. Proporsi jawaban
responden yang mengaku memilih Demokrat turun drastis dari 44,2 persen (2009)
menjadi 12,8 persen jika saat ini dilakukan pemilu legislatif. Sebagai figur
sentral Demokrat, menjadi penting bagi SBY untuk menghitung kembali strategi
politik yang akan dikembangkan di sisa paruh kedua waktu pemerintahannya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar