Puasa
dan Kesehatan Otak
Taruna Ikrar ; Departement of
Neurobiology, School of Medicine,
University of
California, Irvine, Amerika Serikat
REPUBLIKA,
27 Juli 2012
Berpuasa pada Ramadhan bagi kaum Muslimin, secara hakikat, bukan
hanya menahan dahaga dan lapar mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya
matahari. Tetapi, lebih dari itu adalah suatu latihan psikis, mental, dan tentu
saja fisik biologi. Secara psikis, orang yang menjalankan puasa akan semakin
memiliki jiwa dan perilaku sehat dan tentunya men jauhkan pikiran dan
perbuatan dari hal-hal yang bisa mencederai hakikat berpuasa, sehingga ke depan
bisa men jadi manusia yang berakhlak mulia.
Secara biologi, selama melaksanakan puasa tubuh mengalami proses
metabolisme atau makanan didaur ulang dalam sistem pencernaan sekitar delapan
jam, dengan perincian empat jam makanan disiapkan dengan keasaman tertentu
dengan bantuan asam lambung, untuk selanjutnya dikirim ke usus, empat jam
kemudian makanan diubah wujudnya menjadi sari-sari makanan di usus kecil
kemudian diabsorbsi oleh pembuluh darah dan dikirim ke seluruh tubuh. Waktu
sisa 6 jam merupakan waktu yang ideal bagi sistem percernaan untuk istirahat.
Puasa Ramadhan menjadi hal yang penting dipahami manfaatnya.
Apalagi jika dilakukan secara ikhlas dan disertai kepercayaan dan pengetahuan
yang me madai tentang manfaat pelaksanaan puasa bagi kesehatan tubuh,
khususnya dalam metabolisme dan sistem endokrim.
Manfaat Fisik
Dengan menjalankan puasa, berarti suatu aktivitas fisik dan
biologis, sebagai usaha untuk mengatur dan memperbaiki metabolisme tubuh. Hal
ini dapat dimengerti, karena pelaksanaan puasa mengajarkan dan melatih tubuh
secara disiplin untuk makan dan minum secara tidak berlebihan dan mengatur
kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Dengan demikian maka puasa akan
memberi manfaat kesehatan bagi orang yang menjalankannya.
Berpuasa akan melatih seseorang untuk hidup teratur dan disiplin
serta mencegah kelebihan makan. Menurut penelitian, puasa dapat menyehatkan
tubuh, sebab makanan berkaitan erat dengan proses metabolisme tubuh. Saat
berpuasa, karena ada fase istirahat setelah fase pencernaan normal, yang
diperkirakan sekitar 6 sampai 8 jam, maka pada fase tersebut terjadi degradasi
dari lemak dan glukosa darah.
Demikian pula ternyata terjadi peningkatan High Density Lipoprotein (HDL)
and apoprotein alfa1, dan penurunan low
Density Lipoprotein (LDL), hal ini sangat bermanfaat bagi kesehatan jantung
dan pembuluh darah, karena HDL berefek baik bagi kardiovaskuler sedangkan LDL berefek
negatif bagi kesehatan pembuluh darah.
Kondisi tersebut dapat menjauhkan serangan penyakit jantung dan
pembuluh darah. Bagi penyakit kardiovaskuler, tidak ada penanggulangan yang
lebih baik selain mencegahnya. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki gaya
hidup sehat, melaksanakan pola makanan yang sehat, serta dilanjutkan dengan
olahraga atau aktivitas yang teratur.
Demikian pula secara psikologis yang tenang, teduh, dan tidak
dipenuhi rasa amarah saat puasa ternyata dapat menurunkan adrenalin. Sebab,
saat marah terjadi peningkatan jumlah adrenalin sebesar 20-30 kali lipat.
Adrenalin akan memperkecil kontraksi otot empedu, menyempitkan pembuluh darah
perifer, meluaskan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah arterial,
dan menambah volume darah ke jantung dan jumlah detak jantung. Adrenalin juga
menambah pembentukan kolesterol dari lemak protein berkepadatan rendah.
Penelitian endokrinologi menunjukkan bahwa pola makan saat puasa
yang bersifat rotatif menjadi beban dalam akumulasi makanan di dalam tubuh.
Keadaan ini mengakibatkan pengeluaran hormon sistem pencernaan, seperti
amylase, pangkrease, dan insulin dalam jumlah besar, sehingga akan meningkatkan
kualitas hidup dan kesehatan tubuh. Dengan demikian, puasa bermanfaat
menurunkan kadar gula darah, kolesterol, dan mengendalikan tekanan darah.
Itulah sebabnya, puasa sangat dianjurkan bagi perawatan mereka yang menderita
penyakit diabetes, kolesterol tinggi, kegemukan, dan hipertensi.
Sedangkan yang terakhir, manfaat puasa terhadap fungsi dan
kesehatan otak dapat dijelaskan; baik secara langsung maupun tidak langsung
akan memberikan dampak positif. Berdasarkan penelitian plastisitas dan
neurogenesis, yaitu tentang kelenturan dan perkembangan otak, dijelaskan bahwa
pada dasarnya synapsis (jaringan/keneksi otak) dapat berkembang berdasarkan
faktor lingkungan, kejiwaan, dan makanan yang dikomsumsi oleh seseorang.
Bahkan, Dr Johansen-Berg, et al (Neuron Journal 2012) menjelaskan bahwa
synapsis di otak dapat mengalami perubahan selama 24 jam terekspose oleh
pembelajaran dan latihan.
Sehingga, saat seseorang melaksanakan puasa Ramadhan, selama
sebulan penuh, dengan berupaya secara maksimal mengatur cara makan serta
senantiasa berpikir positif, berpikir optimistis, serta tawadhu, dan berbuat
secara ikhlas, maka berdasarkan plastisitas, neurogenesis, dan fungsional
kompensasi jaringan otak akan diperbarui. Struktur otak akan terbentuk networking atau rute jaringan baru dalam
otak, yang tentunya akan membentuk pribadi dan manusia yang berpikiran sempurna
sesuai anjuran dan latihan Ramadhan.
Sehingga, setelah bulan Ramadhan, Muslim yang berpuasa akan
menjadi orangorang yang secara biologis, psikologis, fungsional menjadi orang
yang baru. Yaitu, manusia yang senantiasa berpikiran lebih baik, yang digambarkan
dengan perubahan struktur atau networking
(synapses) otak yang baru: yang senantiasa berpikiran positif, optimistis,
tawadhu, serta berserah diri kepada Tuhannya.
Demikian pula akan bermanfaat meningkatkan daya ingat, mengurangi
kematian sel-sel saraf, bahkan dalam tingkatan tertentu mempermuda regenerasi
sel-sel saraf yang baru. Demikian pula karena terjadi penurunan zat-zat lemak
seperti Cholesterol, Trigliserida, LDL,
dan terjadi peningkat HDL,
menyebabkan suasana kesehatan otak akan terhindar dari berbagai penyakit degenerative, seperti stroke dan hipertention brain. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar