Prioritas
RAPBN 2013
Effnu Subiyanto ; Aktivis dan Peneliti, Mahasiswa Doktor Ilmu
Ekonomi FEB Unair
SUARA KARYA, 26 Juli 2012
Mengingat begitu luasnya wilayah Republik ini
tidak akan mungkin pemerintah pusat mampu mengingat setiap masalah yang terjadi
pada tahun sebelumnya, apa yang dibutuhkan, berapa dan kapan diharapkan. Untuk
inilah seharusnya
APBN dibangun cross sectional tidak
hanya top down namun juga bottom-up. Pemerintah pusat dapat
merencanakan disain makro-nya namun pemerintah daerah harus diberikan ruang
untuk mengekspresikan dirinya lebih detail sesuai daerahnya.
Dari banyak kejadian, operasional pemerintahan
daerah di pulau terluar tidak cukup memiliki dana. Oleh karena itu, banyak
pulau diduga hilang diakuisisi oleh Malaysia. Ketidak-mampuan membiayai
kekayaan budaya pula yang menyebabkan ragam seni kita diserobot pula oleh
Malaysia. Di Indonesia banyak sekali kejadian mempunyai rasa memiliki namun
tidak punya bukti atau ada bukti kepemilikan namun tidak memiliki.
Kalau melihat maju mundur posisi geopolitik
Indonesia, Malaysia, Singapura dan Australia, penjagaan pulau-pulau terluar
nusantara harus menjadi prioritas. Beberapa pulau yang sudah lepas dan tidak
tertutup kemungkinan pulau lain dalam incaran terutama Malaysia, maka frekuensi
prevalensi militer dan atau kunjungan birokrat harus ditingkatkan. Pembenahan
infrastruktur harus diperhatikan dan mulai dipikirkan. Persoalan penduduk pulau
terluar ini harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh.
Pemerintah daerah tidak boleh lepas tangan dan
menyalahkan pusat jika menemukan dirinya tidak memiliki cukup anggaran untuk
meningkatkan program prevalensi ini. Saling menyalahkan dari daerah kepada
pusat sekarang bisa jadi disebabkan karena daerah tidak pernah diajak
memberikan kontribusi dan saran terhadap struktur APBN mengenai problem pulau
terluar.
Lepasnya Pulau Ligitan dan Sipadan, setelah
dievaluasi dan diteliti disebabkan karena frekuensi kunjungan pemerintah ke
pulau terluar hampir tidak ada disebabkan oleh keterbatasan anggaran. Presensi
pemerintah Malaysia malah lebih sering dan akhirnya menginternalisasi kepada
penduduk Ligitan dan Sipadan bahwa pulau yang ditempati masuk wilayah Malaysia.
Proses ini berlangsung bertahun-tahun sejak 1969 dan pada 2002 lepaslah pulau
kaya itu ke tangan Malaysia.
Prioritas yang mendesak berikutnya adalah
diperlukan pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan di seluruh
pulau Indonesia. Kondisi kemacetan parah yang selalu terjadi saat ini sudah
tidak dapat ditahan lagi. Di samping BBM menjadi boros karena rata-rata
kecepatan kendaraan hanya 5-7 km/ jam di perkotaan Indonesia, waktu sering
terbuang percuma di jalan dan ungkapan penduduk Indonesia 'tua di jalan' bukan hanya
isapan jempol. Pekerja di Jakarta harus berangkat pagi setelah subuh demikian
pula harus pulang di atas jam 9 malam untuk menghindari kemacetan parah.
Dari website Kementerian Keuangan, pemerintah
mengajukan asumsi makro dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan
Fiskal (KEM-PPKF) tahun anggaran 2013, yang disampaikan Menteri Keuangan Agus
Martowardojo dalam rapat paripurna di gedung DPR (16/5/2012).
Asumsi-asumsi tersebut antara lain pertumbuhan
ekonomi sebesar 6,8-7,2 persen, inflasi 4,5-5,5 persen, suku bunga SPN 3 bulan
sebesar 4,5-5,5 persen, nilai tukar rupiah pada Rp 8.700-Rp 9.300 per dolar AS,
harga Indonesian Crude Price (ICP) 100-120 dolar AS per barel, serta lifting
minyak 910-940 ribu barel per hari.
Optimis pemerintah, diperkirakan pada 2013,
kinerja global akan membaik dengan tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 4,1
persen. Selain itu, negara berkembang dan emerging economies masih akan
menyumbang pertumbuhan ekonomi global dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 6
persen. Volume perdagangan dunia diperkirakan akan tumbuh di level yang cukup
tinggi, 5,6 persen dengan dukungan ekspor sebesar 7,2 persen dan impor 8,1
persen.
Nuansa perencanaan APBN 2013 tetap konservatif
atas basis input dan output. Sandaran utama pembiayaan adalah harga minyak
dengan lifting-nya padahal selalu tidak tercapai satu dekade ini dan yang kedua
pasti ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Terlihat ketidak-seriusan dalam
perencanaan karena dari pengalaman jika realisasi APBN tidak sesuai toh
pemerintah dapat mengajukan APBNP. Pada saat inilah dilakukan engineering angka
dan data dan ujung-ujungnya kesejahteraan rakyat dikorbankan.
Perencanaan APBN yang selalu mengandalkan
revisi di tengah perjalanan tahun anggaran hendaknya tidak dilembagakan kembali
oleh kementerian keuangan. Perlu komunikasi intensif pusat dan daerah agar
anomali anggaran diminimalisasi namun goal coverage dalam menyerap seluruh item
permasalahan pada tingkat optimal. Kementerian keuangan harus memberikan data
dan angka ideal APBN namun karena alasan keterbatasan sumbangan dalam produksi
maka beberapa item anggaran tidak dapat dilaksanakan pada tahun berjalan. Reasoning ini perlu agar rakyat paham
bahwa platform APBN memang by desain diatur demikian.
Pola asumsi RAPBN yang berangkat dari hitungan
konservatif input dan output perlu direformasi karena sudah tidak applicable dengan kondisi sekarang.
Rancangan yang bersifat strategis dan long
term lebih baik karena area coverage-nya
lebih luas dan akhirnya akan menghindarkan perubahan di tengah jalan. Revisi
tentu saja dibolehkan namun jika sering terjadi maka akan timbul pertanyaan
seberapa kapabel para pemikir ekonomi Indo-nesia? Ini juga bisa mendatangkan
tanda tanya seputar kredibilitas pemimpinnya.
Terakhir, tidak mudah
mengendalikan kinerja pemerintah yang terdiri dari 33 provinsi dan 497
kabupaten betapapun jenius menteri keuangan, atau profesor ekonomi wakil
presiden dan pintarnya presidennya. Sangat diperlukan pengawasan secara khusus oleh orang khusus untuk
memantau setiap perkembangan kinerja masing-masing daerah. Dengan jumlah PNS
departemen keuangan yang mencapai 62 ribu orang tentunya tidak sulit mencari
530 orang saja. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar