Tuntutan
Budaya Mutu
Biyanto ; Dosen
IAIN Sunan Ampel,
Asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT)
JAWA POS, 25 Juli 2012
PRESTASI membanggakan diraih tiga
kampus Indonesia di level dunia. ITB, UI, dan UGM berhasil masuk 100 besar
universitas ternama di Asia. Bahkan, ITB berhasil masuk peringkat ke-82 dari
200 universitas ternama di dunia. Data ini dapat diakses melalui The 4 International Colleges and
Universities (www.4icu.org) atau World Universities
Web Ranking.
Sebelumnya, pada September 2011, UI dinobatkan sebagai satu-satunya universitas di Indonesia yang berhasil masuk Top 300 Universities in the World. Berdasar penilaian Quacquarelli Symonds (QS) World University Ranking, UI menduduki peringkat ke-217. Indikator yang digunakan dalam pembuatan ranking ini meliputi academic reputation (40 persen), employer reputation (10 persen), student/faculty ratio (20 persen), citations per faculty (20 persen), international faculty (5 persen), dan international students (5 persen).
Pemeringkatan universitas secara berkala ini penting untuk menjamin terwujudnya budaya mutu. Cara ini juga diharapkan dapat meningkatkan kinerja pimpinan perguruan tinggi (PT) untuk berkompetisi menjadi yang terbaik dalam penjaminan mutu (quality assurance). Pada Juni 2009, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) pernah memublikasikan hasil evaluasi Sistem Penjaminan Mutu Internal bagi PT seluruh Indonesia. Pada saat itu, ada 387 PT yang diberi instrumen dan dinilai.
Hasilnya, Dikti menetapkan 68 kampus yang layak disebut berpredikat good practices dalam melaksanakan penjaminan mutu. Dasar penilaian yang digunakan meliputi kurikulum, proses pembelajaran, kompetensi (mahasiswa, lulusan, dan dosen), suasana akademik, sarana prasarana, keuangan, penelitian dan publikasi, pengabdian masyarakat, manajemen lembaga, sistem informasi, serta kerja sama dalam dan luar negeri. Penjaminan mutu berarti proses penetapan dan pemenuhan standar pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga stakeholders memperoleh kepuasan.
Secara konstitusional, penjaminan mutu PT merupakan kewajiban. Diktum UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan urgensi kebijakan yang mengatur standar untuk menjamin mutu pendidikan (pasal 50 ayat 2). PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan juga mengatur aspek detail dalam proses penjaminan mutu. Demikian juga rumusan Higher Educational Long Term Strategy (HELTS) yang diluncurkan Kemendikbud telah menegaskan urgensi quality assurance sebagai wujud tanggung jawab PT pada publik.
Tidak bisa tidak, setiap PT diharuskan untuk melakukan kegiatan audit, baik internal maupun eksternal, oleh lembaga-lembaga independen seperti Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Yang perlu ditekankan bahwa sistem penjaminan mutu ini harus dilakukan secara berkelanjutan (continuous improvement) agar ada jaminan bahwa lulusan pendidikan tinggi adalah pribadi yang cerdas dan kompetitif. Dalam jangka panjang, penerapan penjaminan mutu PT diharapkan dapat meningkatkan indeks perkembangan manusia (human development index) sehingga memiliki daya saing di level internasional.
Bangun dari Kenyamanan
Karena telah menjadi amanah konstitusi dan tuntutan global, setiap pendidikan tinggi harus melakukan penjaminan mutu. Sebab, di masa mendatang eksistensi PT negeri dan swasta tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah. Nasib PT akan sangat ditentukan oleh penilaian mutu oleh stakeholders.
Hermawan Kartajaya, guru marketing dunia, pernah menyatakan bahwa stakeholders memiliki positioning yang sangat tinggi. PT yang tidak cerdas merespons kemauan pelanggan (customer) pasti akan ditinggalkan. Jika situasi sudah demikian, dapat dibayangkan nasib PT tersebut. Karena itu, salah satu tugas PT adalah menjaga kepercayaan pelanggan dengan cara meningkatkan layanan agar stakeholders terpuaskan.Substansi pengertian mutu sesungguhnya berkaitan dengan terpenuhinya standar dan janji yang telah diutarakan PT pada stakeholders dalam penyelenggaraan tridharma. Persoalan pemenuhan standar dan janji sebagai salah satu indikator PT bermutu ini penting dikemukakan. Sebab, banyak PT yang telah menentukan standar dan janji pada pelanggan, tetapi dalam perjalanannya tidak pernah diukur pemenuhannya.
Kondisi yang barangkali masih menguntungkan bagi PT yang belum mewujudkan budaya mutu adalah kondisi masyarakat yang tidak banyak menuntut dan tidak tahu mutu layanan PT. Akibatnya, PT merasa nyaman dengan apa yang dilakukan. Tetapi, harus disadari, perkembangan masyarakat telah menunjukkan sikap yang semakin kritis.
Fenomena masyarakat yang tidak mau tahu dengan mutu layanan pendidikan sesungguhnya tidak hanya dijumpai di level pendidikan tinggi. Pendidikan tingkat dasar dan menengah juga menjumpai kondisi yang sama. Masyarakat umumnya tidak memiliki kesadaran terhadap arti pentingnya penjaminan mutu pendidikan. Yang terpenting adalah anaknya dapat mengenyam pendidikan. Sementara persoalan mutu pendidikan dianggap bukan urusan mereka, melainkan tugas lembaga pendidikan. Padahal, masyarakat sebagai pengguna sejatinya memiliki hak untuk memperoleh layanan yang terbaik.
Menguatnya kesadaran mutu dari masyarakat akan mendorong sistem pendidikan nasional menuju banyak prestasi di level nasional dan internasional. Untuk itu, pimpinan lembaga pendidikan tidak bisa tidak harus melaksanakan penjaminan mutu sebagai wujud akuntabilitas pada masyarakat. Penjaminan mutu harus menjadi budaya seluruh komponen dalam satuan pendidikan. ●
Sebelumnya, pada September 2011, UI dinobatkan sebagai satu-satunya universitas di Indonesia yang berhasil masuk Top 300 Universities in the World. Berdasar penilaian Quacquarelli Symonds (QS) World University Ranking, UI menduduki peringkat ke-217. Indikator yang digunakan dalam pembuatan ranking ini meliputi academic reputation (40 persen), employer reputation (10 persen), student/faculty ratio (20 persen), citations per faculty (20 persen), international faculty (5 persen), dan international students (5 persen).
Pemeringkatan universitas secara berkala ini penting untuk menjamin terwujudnya budaya mutu. Cara ini juga diharapkan dapat meningkatkan kinerja pimpinan perguruan tinggi (PT) untuk berkompetisi menjadi yang terbaik dalam penjaminan mutu (quality assurance). Pada Juni 2009, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) pernah memublikasikan hasil evaluasi Sistem Penjaminan Mutu Internal bagi PT seluruh Indonesia. Pada saat itu, ada 387 PT yang diberi instrumen dan dinilai.
Hasilnya, Dikti menetapkan 68 kampus yang layak disebut berpredikat good practices dalam melaksanakan penjaminan mutu. Dasar penilaian yang digunakan meliputi kurikulum, proses pembelajaran, kompetensi (mahasiswa, lulusan, dan dosen), suasana akademik, sarana prasarana, keuangan, penelitian dan publikasi, pengabdian masyarakat, manajemen lembaga, sistem informasi, serta kerja sama dalam dan luar negeri. Penjaminan mutu berarti proses penetapan dan pemenuhan standar pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga stakeholders memperoleh kepuasan.
Secara konstitusional, penjaminan mutu PT merupakan kewajiban. Diktum UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan urgensi kebijakan yang mengatur standar untuk menjamin mutu pendidikan (pasal 50 ayat 2). PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan juga mengatur aspek detail dalam proses penjaminan mutu. Demikian juga rumusan Higher Educational Long Term Strategy (HELTS) yang diluncurkan Kemendikbud telah menegaskan urgensi quality assurance sebagai wujud tanggung jawab PT pada publik.
Tidak bisa tidak, setiap PT diharuskan untuk melakukan kegiatan audit, baik internal maupun eksternal, oleh lembaga-lembaga independen seperti Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Yang perlu ditekankan bahwa sistem penjaminan mutu ini harus dilakukan secara berkelanjutan (continuous improvement) agar ada jaminan bahwa lulusan pendidikan tinggi adalah pribadi yang cerdas dan kompetitif. Dalam jangka panjang, penerapan penjaminan mutu PT diharapkan dapat meningkatkan indeks perkembangan manusia (human development index) sehingga memiliki daya saing di level internasional.
Bangun dari Kenyamanan
Karena telah menjadi amanah konstitusi dan tuntutan global, setiap pendidikan tinggi harus melakukan penjaminan mutu. Sebab, di masa mendatang eksistensi PT negeri dan swasta tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah. Nasib PT akan sangat ditentukan oleh penilaian mutu oleh stakeholders.
Hermawan Kartajaya, guru marketing dunia, pernah menyatakan bahwa stakeholders memiliki positioning yang sangat tinggi. PT yang tidak cerdas merespons kemauan pelanggan (customer) pasti akan ditinggalkan. Jika situasi sudah demikian, dapat dibayangkan nasib PT tersebut. Karena itu, salah satu tugas PT adalah menjaga kepercayaan pelanggan dengan cara meningkatkan layanan agar stakeholders terpuaskan.Substansi pengertian mutu sesungguhnya berkaitan dengan terpenuhinya standar dan janji yang telah diutarakan PT pada stakeholders dalam penyelenggaraan tridharma. Persoalan pemenuhan standar dan janji sebagai salah satu indikator PT bermutu ini penting dikemukakan. Sebab, banyak PT yang telah menentukan standar dan janji pada pelanggan, tetapi dalam perjalanannya tidak pernah diukur pemenuhannya.
Kondisi yang barangkali masih menguntungkan bagi PT yang belum mewujudkan budaya mutu adalah kondisi masyarakat yang tidak banyak menuntut dan tidak tahu mutu layanan PT. Akibatnya, PT merasa nyaman dengan apa yang dilakukan. Tetapi, harus disadari, perkembangan masyarakat telah menunjukkan sikap yang semakin kritis.
Fenomena masyarakat yang tidak mau tahu dengan mutu layanan pendidikan sesungguhnya tidak hanya dijumpai di level pendidikan tinggi. Pendidikan tingkat dasar dan menengah juga menjumpai kondisi yang sama. Masyarakat umumnya tidak memiliki kesadaran terhadap arti pentingnya penjaminan mutu pendidikan. Yang terpenting adalah anaknya dapat mengenyam pendidikan. Sementara persoalan mutu pendidikan dianggap bukan urusan mereka, melainkan tugas lembaga pendidikan. Padahal, masyarakat sebagai pengguna sejatinya memiliki hak untuk memperoleh layanan yang terbaik.
Menguatnya kesadaran mutu dari masyarakat akan mendorong sistem pendidikan nasional menuju banyak prestasi di level nasional dan internasional. Untuk itu, pimpinan lembaga pendidikan tidak bisa tidak harus melaksanakan penjaminan mutu sebagai wujud akuntabilitas pada masyarakat. Penjaminan mutu harus menjadi budaya seluruh komponen dalam satuan pendidikan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar