Rabu, 18 Juli 2012

Leadership dan Reformasi

Leadership dan Reformasi
Irfan Ridwan Maksum ; Anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) RI, Guru Besar Tetap Ilmu Administrasi Negara FISIP UI dan UMJ
SINDO, 18 Juli 2012


Ukuran keberhasilan administrasi negara adalah jika sasaran dalam manajemen pemerintahan yang diturunkan dari ideologi negara berhasil diwujudkan.

Ukuran-ukuran ini juga dapat mewakili ukuran keberhasilan reformasi yang diusung oleh sebuah negara bangsa. Jika kita tinjau reformasi Indonesia,wajar terdapat diskursus mengenai negara gagal untuk Indonesia karena ukuran- ukuran keberhasilan tersebut belum sepenuhnya terwujud dengan baik setelah satu dekade lebih reformasi. Kita harus serius memikirkannya.

Dimensi-Dimensi Reformasi

Banyak cara mengenali reformasi. Reformasi yang dikembangkan sebuah negara mau tidak mau menyangkut manajemen pemerintahan. Manajemen pemerintahan ini tergantung dari governance, birokrasi, dan leadership dari administrasi negara tersebut (Turner dan Hulme,1995). Cara Turner dan Hulme ini bisa diacu sebagai jalan menemukan dimensi-dimensi reformasi. Sebetulnya secara singkat mengenali reformasi dapat dilakukan dengan mengangkat lokus dan fokusnya.

Lokus reformasi menyangkut tempat di mana dilakukan reformasi dan fokus reformasi menyangkut substansi (soal apa) reformasi dilakukan: SDM, keuangan, dll. Dalam hal lokus, harus dicatat terdapat berbagai paradigma reformasi yang membawa perbedaan cara menerjemahkan lokus ini. Paradigma bottom up membawa lokusnya di berbagai bidang reformasi yang berasal dari lingkungan organisasi negara bangsa. Lokusnya bisa dimulai dari reformasi ekonomi, budaya, teknologi, hukum,politik,dan lainlain. Jika paradigmanya top down, lokusnya berangkat dari lokus pemerintah pusat kepala pemerintahan atau birokrasi eselon atas, birokrasi sektoral atau birokrasi regional (daerah).

Sementara itu mengenai fokus reformasi, gampang diidentifikasi, tetapi ketika pelaksanaan terbentur ego sektoral. Di ranah besar, apakah refromasi politik lebih dahulu daripada reformasi ekonomi, hukum, dan atau budaya? Di ranah messo, apakah reformasi pegawai negeri sipil lebih dahulu daripada reformasi sistem keuangan atau apakah reformasi militer atau sipil dahulu? Atau mana sektor unggulan yang harus direformasi terlebih dahulu? Di ranah teknis, apakah SOP dahulu atau teknologi input data yang dipeperbaiki awal, alat deteksi kerusakan atau sistem pengaduan masyarakatnya terlebih dahulu? Kalaupun paralel, bagaimana proses menyelaraskannya?

Dan tanggung jawab siapakah yang melaraskan fokus- fokus reformasi tersebut? Saat ini refromasi nasional kita memasuki tahapan yang amat rumit dan tingkat keahlian tinggi. Kelembaman akibat reformasi di penghujung 1990-an mulai tampak, reformasi dikendalikan oleh unsur-unsur teknokrasi kembali di dalam tubuh birokrasi. Elemen internasional pun sudah tidak mampu masuk menjadi pendongkrak reformasi yang dikehendaki sejak awal. Jika ada elemen yang minor dalam mengusung reformasi akan mendapat ganjalan justru dari birokrasi kita sendiri.

Penyakit korupsi Indonesia karena itu amat sulit diberantas. Eko Prasojo (2008) mengatakan bahwa penyakit kronis korupsi Indonesia telah terjadi di semua lini bidang kekuasaan: legislatif, yudikatif, dan eksekutif.Korupsi dalam negara bangsa adalah penyakit kronis dari bangsa tersebut. Penyakit tersebut mampu membuat bangsa yang bersangkutan bangkrut dan mudah terkoyak, bahkan lenyap.

Jikapun ada penolong bangsa lain, hampir dapat dipastikan bangsa lain tersebut akan menikmati keuntungan-keuntungan setelah proses penyembuhan penyakit tersebut. Penyakit korupsi tidak dapat padam sama sekali dari dalam sebuah bangsa. Di permukaan bisa sudah tidak tampak, bahkan bisa dinyatakan indeks korupsinya sangat rendah, tetapi potensinya tetap hidup. Jadi penyakit ini juga merupakan bahaya laten.

Strategi Fokus

Fokus reformasi ini membutuhkan leadershipyang tangguh yang mampu mengidentifikasi mana leverage effect yang paling luas cakupannya yang kemudian menjadi prioritas reformasi sehingga fokus dalam prioritas tersebut menjadi fokus utama. Ini yang hilang dalam reformasi Indonesia. Semua mengharapkan pemilu akan menghasilkan leadership bangsa Indonesia yang mumpuni. Ini diharapkan dari sistem pemilu yang andal yang harus direformasi dan diusung oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kuat.

Pemimpin yang terpilih harus mampu menangkap sinyalemen strategi fokus dalam reformasi Indonesia dengan identifikasi cakupan perubahan yang paling signifikan. Dengan demikian, kemampuan membaca perubahan dan motivasi serta komitmen perubahan menjadi kriteria penting kepemimpinan Indonesia ke depan. Kepekaan batin menangkap apa yang dimaui oleh masyarakat Indonesia juga adalah ciri dari pemimpin masa depan Indonesia. Berani meninggalkan kemewahan dan fasilitas yang membuat kontradiksi masalah sosial yang sedang dipecahkan, misalnya memakai kendaraan mewah, pesawat pribadi, voojrider yang berlebihan.

Kesantunan pribadi pemimpin masa depan Indonesia menjadi contoh yang dapat membuat efek perubahan dari masyarakat banyak di berbagai level Indonesia dapat efektif. Mulai berani mempersilahkan tim inspektorat, akuntan publik, atau KPK mengaudit Istana sendiri adalah satu terobosan tersendiri dalam mengawali untuk strategi fokus yang akan dilakukannya selama memimpin Indonesia ke arah yang lebih baik. Kroni, kepartaian, golongan, kekeluargaan adalah halhal yang tabu yang harus ditinggalkan dari pemimpin Indonesia masa depan.

Komunikasi dengan masyarakat bawah dan kesederhanaan adalah ciri khas pemimpin tersebut. Visi internasional menegakkan keadilan juga harus dipegang teguh oleh pemimpin tersebut. Dengan seperti ini kita akan bebas dari kegagalan reformasi. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar