Agama
dan Topografi Keadaban Max Regus ; Dekan FKIP Unika Santo Paulus Ruteng, NTT |
KOMPAS, 3 Juli 2021
Covid-19 mengambil begitu
banyak dari kehidupan kita. Keruntuhan ada di mana-mana. Rantai kematian
masih mengurung kita. Sebagiannya seperti sedang menyaksikan akhir sejarah. Meski begitu, Covid-19
tidak “semestinya” menjauhkan kita dari keadaban. Kita niscaya menggenggam
harapan ini. Agama mungkin bisa membantu kita pada aspek ini. Posisi agama, di bawah
badai pandemi, tetap menjadi isu menarik. Pendekatan dogmatis-teologis memang
masih dominan dalam membaca posisi agama. Namun, agama juga perlu dibedah
dari titik pandang lain. Kita mesti melihat agama dalam kaitannya dengan
pembangunan keadaban sosial. Bahkan, dimensi ini bisa dianggap sebagai suatu
kemendesakan. Kemarahan
vs keramahan Sekurang-kurangnya,
mengenai posisi sosial agama, kita merujuk pada dua pandangan berikut.
Pertama, agama memiliki peran kunci dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai
agama dapat mengarahkan perkembangan peradaban. Kedua, agama dianggap tidak
memiliki peran dalam kehidupan sosial. Bahkan agama cenderung menyumbang
energi ketunaadaban (Berger, 2005). Agama berkaitan dengan
ekspresi multidimensi suatu masyarakat. Dua posisi di atas menegaskan
pengaruh agama dalam membentuk topografi keadaban. Potret permukaan keadaban
merefleksikan posisi sosial agama. Dan, ekspresi keberagamaan
dalam tata laku sosial bisa muncul dalam dua wajah. Berkebalikan maupun
sejajar dengan ukuran-ukuran keadaban. Baik dalam amuk kemarahan maupun
sapaan keramahan. Posisi semacam ini mengungkapkan
bahwa keyakinan agama sama sekali tidak berada dalam ruang hampa sosial.
Agama niscaya terhubung pada konteks tertentu. Kecenderungan ini
beririsan dengan anggapan bahwa fondasi dogmatik agama (forum internum)
niscaya berkait erat dengan dimensi luas ranah sosial (forum externum).
Kualitas keadaban ini menyata dalam ekspresi, perilaku sosial, dan disposisi
etis-moral dalam ruang hidup kemasyarakatan. Menggeser
pendekatan Kita perlu mengedepankan
kesadaran pembangunan keadaban dalam melihat posisi agama. Ikhtiar ini
dianggap penting dengan beberapa alasan. Pertama, kita akan berpapasan dengan
cakrawala yang lebih luas dalam memandang “yang lain”. Kita lalu tidak hanya
fokus pada satu cara pandang keberagamaan saja. Pendekatan ini, intinya, akan
mengeksplorasi keragaman sosial secara terbuka. Di ujungnya, ada pemberian
ruang yang makin luas bagi perbedaan. Kedua, di banyak
masyarakat, pertanyaan tentang budaya “unggul” dan “murni” muncul sebagai
godaan yang mencelakakan. Budaya tertentu, kadang-kadang, memandang dirinya
lebih unggul daripada lainnya. Kemudian, dari titik ini muncul pemaksaan apa
yang dianggap unggul itu kepada orang lain dengan kekerasan. Pandangan ini kemudian
mengkristal dalam polarisasi tajam di antara berbagai kelompok sosial. Di
seberangnya, pendekatan baru ini bersentuhan dengan kesadaran tentang
keragaman sebagai proses sosial. Ketiga, semua agama telah
melewati proses sejarah yang sangat panjang. Juga melalui seleksi alam.
Semuanya pernah berpapasan dengan pengalaman masa lalu dengan konteks
berbeda. Pendekatan keadaban akan membantu kita mengidentifikasi
faktor-faktor yang mendukung atau mematikan perkembangan keadaban sosial.
Ikhtiar ini akan membantu kita dalam menyusun tanggapan baru atas tantangan
yang mengancam kemanusiaan. Nilai-nilai
bersama Secara konstruktif,
konteks akan “memaksa” agama membuat kehadirannya ‘berdaya’ mengubah
(transformatif) kehidupan sosial. Di Indonesia, keberagaman mendefinisikan
genetika sosial kita. Pengarusutamaan perjumpaan
sosial memberikan ruang bagi kita untuk mengembangkan toleransi. Kita
kemudian mungkin lebih mudah menghargai perbedaan daripada merendahkan orang
lain dengan kekerasan. Dengan demikian,
perspektif keadaban dalam mempelajari agama akan sangat membantu kita memahami
satu sama lain serentak menghindari kristalisasi konflik sosial. Cara pandang lain dalam
memahami kehadiran agama akan memberikan kesempatan kepada kita memperkuat
interaksi antar kelompok sosial. Proses memahami agama melalui sudut pandang
keadaban menjadi fasilitas kesadaran terbaik dalam membangun pemahaman dan
menciptakan harmoni sosial. Pendekatan peradaban ini akan membantu
agama-agama memahami nilai-nilai bersama (common values) untuk hidup
berdampingan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar