Minggu, 25 Juli 2021

 

Strategi Segi Lima untuk Keluar dari Pandemi

J Satrijo Tanudjojo ;  Global CEO di Tanoto Foundation

KOMPAS, 24 Juli 2021

 

 

                                                           

Indonesia sedang berjuang menghadapi jumlah kasus Covid-19 yang meningkat drastis di tengah terbebaninya sistem kesehatan dan berkurangnya pasokan oksigen.

 

Apakah keadaan akan bisa membaik? Meski sudah menggulirkan kampanye vaksin nasional, Indonesia sedang memiliki gelar yang kurang membanggakan sebagai salah satu dari lima negara selain Brasil, Argentina, India, dan Kolombia yang memiliki jumlah kasus harian dan angka kematian terbanyak serta sekarang menjadi pusat pandemi di Asia Tenggara. Kita sekarang harus belajar lebih cepat dan bertindak lebih tegas.

 

Gugus tugas Covid-19 Singapura, yang terdiri dari berbagai kementerian, telah membuat garis besar berisi apa yang kami percaya sebagai kewajiban mutlak bagi negara yang ingin keluar dari pandemi: vaksin, testing, perawatan, dan kewajiban sosial. Kami yakin bahwa menambahkan poin kelima, yaitu kolaborasi dan kemitraan, bisa membantu mempercepat pemulihan Indonesia.

 

Jika pendekatan segi lima ini belum cukup menantang untuk negara dengan 17.508 pulau yang bentangan dari timur ke baratnya 5.100 kilometer, juga sebagai negara dengan populasi terbanyak keempat sedunia, kita harus menghadapi berbagai tantangan sambil membangun fondasi baru untuk menguatkan daya lenting sistem.

 

Strategi lima sisi

 

Lima sisi ini saling bergantung dan berhubungan karena kekurangan di satu sisi akan memengaruhi yang lain.

 

Pertama, vaksin berperan sebagai penyelamat nyawa. Kita menyaksikan bagaimana negara dengan cakupan vaksinasi lebih tinggi memiliki tingkat rawat inap dan kematian lebih rendah. Dengan vaksin, ancaman mematikan virus menjadi jauh lebih tumpul. Selain pasokan yang cukup dan logistik memadai, kesuksesan vaksinasi nasional bergantung pada kolaborasi sektor publik dan swasta serta peningkatan kesadaran dan literasi sains di masyarakat.

 

Dalam perang melawan Covid-19, keraguan serta perlawanan terhadap vaksin merupakan sesuatu yang amat disayangkan dan tak peka dalam urgensi menyelamatkan nyawa dan meringankan beban sistem kesehatan kita. Sampai awal Juli 2021, hanya 5,1 persen dari seluruh penduduk Indonesia yang sudah menerima vaksinasi lengkap sebanyak dua dosis.

 

Mengingat jumlah kasus yang meningkat tajam dalam minggu-minggu terakhir, sudah sangat mendesak untuk dilakukan dorongan vaksinasi yang intensif di Indonesia.

 

Negara dengan tingkat vaksinasi tertinggi di dunia, Israel, bisa memberikan 10,9 juta dosis vaksin Covid-19 (dua dosis) kepada 60,3 persen populasinya. Kementerian Kesehatan Israel melaporkan penurunan drastis kasus harian ke angka 149 per hari pada April dan hampir nol pada Juni. Bahkan, India, yang tadinya episenter Covid-19 di Asia sebelum diambil alih Indonesia, telah membagikan 3 juta-4 juta dosis vaksin per hari demi menanggulangi gelombang kedua pandemi.

 

Kedua, untuk menurunkan penularan, testing menjadi sangat penting dan harus disiapkan serta dapat diakses semua orang.  Survei serologi Dinas Kesehatan Jakarta dengan 5.000 sampel menunjukkan, hampir setengah penduduk Jakarta (sekitar 4,7 juta orang) sudah pernah terinfeksi.

 

Kapasitas pengetesan yang sangat tak memadai tidak hanya memperlambat diagnosis dan perawatan, tetapi juga memperpanjang pertempuran melawan Covid-19. Deteksi awal, khususnya untuk segmen populasi dengan risiko tinggi, akan memungkinkan intervensi awal dan menahan laju penularan.

 

Ketiga, pengendalian dan perawatan. Berkat komunitas internasional, perusahaan dan organisasi lokal, Indonesia dapat menambah pasokan oksigen medis dan konsentrator oksigen untuk penanganan kasus berat. Sebelumnya, perusahaan dan organisasi menyalurkan peralatan tes, kebutuhan medis, dan alat pelindung diri (APD).

 

Pertanyaan ke depannya adalah apakah kita bisa memiliki kemampuan, kapasitas, dan infrastruktur untuk merawat setiap pasien serta menyelamatkan nyawa mereka? Bagaimana kita bisa merencanakan dan bersiap untuk kondisi darurat selanjutnya?

 

Keempat, kewajiban sosial setiap individu menjadi penting untuk mengawal jalan keluar dari pandemi. Kita harus menyadari bahwa semua orang memainkan peranan penting dalam keselamatan dan keamanan masyarakat luas. Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita untuk menerima vaksin jika belum, untuk dites jika merasa tidak sehat, dan mencari perawatan yang tepat untuk memfasilitasi kesembuhan.

 

Kewajiban sosial ini dapat tumbuh jika literasi sains berkembang secara signifikan. Kita harus bisa memahami dan menghargai fakta yang memang berdasarkan pada bukti serta menjaga diri dari gempuran berita bohong dan informasi yang keliru. Memiliki pemahaman yang kuat mengenai manfaat vaksin dan pengetesan dapat membantu kita untuk mengambil keputusan yang berguna bagi diri kita sendiri, orang-orang terdekat, dan masyarakat.

 

Kolaborasi dan kemitraan

 

Kelima, poin yang dapat kita telusuri lebih jauh adalah kolaborasi dan kemitraan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Pada titik ini, situasi darurat kesehatan publik seperti pandemi ini telah membuat kita sadar bahwa berbagai agenda dan harapan kita akan hidup sehat, karier yang produktif, berkembangnya kemampuan, atau mobilitas sosial saling terkait dan bergantung pada upaya kita bersama dalam menghadapi virus ini.

 

Sebab, jika kita tak melakukannya, harga yang harus dibayar adalah jiwa yang melayang. Kecuali secara moral kita dapat melenceng dari tujuan kolektif melawan musuh bersama, kita sangat membutuhkan kolaborasi dan kemitraan.

 

Kami mengamati bagaimana komunitas internasional, lembaga filantropi swasta, dan organisasi non-pemerintah bekerja erat dengan pemerintah untuk memperluas dan mempercepat kampanye vaksinasi, selain meningkatkan kapasitas pengetesan dan perawatan. Ini perbaikan jangka pendek yang bisa dilakukan serta menunjukkan bagaimana strategi jangka panjang kita dapat secara sistematis menormalisasi dan mengakomodasi kemitraan untuk mencapai tujuan utama.

 

Berkat meningkatnya jumlah kemitraan antara sektor swasta dan publik, kami menyaksikan terjadinya percepatan kampanye vaksinasi nasional. Di luar Indonesia, kolaborasi dan kemitraan global wajib menyoroti ketimpangan distribusi vaksin, terutama bagi negara-negara berkembang, dan harus didasarkan pada nilai-nilai pokok, seperti solidaritas, kesetaraan, keadilan sosial, dan HAM.

 

Dengan lalu lintas informasi dan konten yang semakin ramai, para influencer, pesohor, serta tokoh masyarakat dan agama juga berperan untuk menyebarkan anjuran pemerintah serta pesan yang berdasarkan bukti kepada masyarakat luas. Sejumlah organisasi swasta turut serta dalam melakukan advokasi mengenai vaksin dan kesehatan publik.

 

Media massa arus utama juga memegang peranan penting untuk menyokong imbauan pemerintah perihal vaksinasi. Namun, memiliki informasi dan pesan yang tepat saja belum sepenuhnya efektif, kita harus memastikan bahwa jangkauan pesan tersebut optimal, tepat waktu, dan punya efek berkelanjutan. Dengan semakin banyaknya orang yang berpandangan serupa, yang bertujuan menyelamatkan jiwa dan menjaga keselamatan bangsa, pada akhirnya kita dapat mengalahkan berita bohong dan keengganan vaksinasi.

 

Jika kita terus mengupayakan vaksinasi, pengetesan, perawatan, kewajiban sosial, serta kolaborasi dan kemitraan yang berkesinambungan, bersama kita akan menemukan jalan keluar dari pandemi dan menyongsong kenormalan baru. Dengan berbagai latar belakang, kita dapat memiliki tujuan yang sama, membangun pemahaman kolektif dan mendukung satu sama lain, serta semakin memiliki kejernihan dengan berkembangnya literasi sains.

 

Ada banyak yang dapat kita pelajari dari komunitas internasional dan kita juga harus memiliki ketetapan, komitmen, dan kepemimpinan yang tegas untuk mewujudkan harapan demi masa depan yang lebih baik. Indonesia mampu mengatasi pandemi ini dan menjadi bangsa yang lebih tangguh karenanya. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar