Sabtu, 24 Juli 2021

 

Komunikasi Sosial ”Dahwen” dan Covid-19

JC Tukiman Taruna ;  Pengajar Mata Kuliah Community Development Planning; Dewan Penyantun Unika Soegijapranata, Semarang

KOMPAS, 21 Juli 2021

 

 

                                                           

Aliran informasi sebagai salah satu bentuk komunikasi sosial atau komsos dahwen (bacalah seperti Anda mengucapkan ”pamer”)—selanjutnya penulis sebut ”komsos dahwen”—rupanya sengaja sedang dikembangkan sebagai model narasi pendidikan politik (picisan) oleh segelintir orang (dan organisasi) justru di tengah kegentingan pandemi Covid 19 pada saat ini.

 

Mengapa dan apa tujuannya? Berdasarkan aliran informasi dan narasi yang dikembangkan, kita dapat menduga kesengajaan itu bertujuan untuk ”mematangkan situasi”, seraya ingin menimbulkan stres-stres baru di tengah-tengah kondisi yang memang sedang serba sulit atau genting saat ini.

 

”Dahwen”

 

Aliran informasinya tampak ringan-ringan dan umum saja, semisal ”Yah, kalau sudah merasa kewalahan, mundur sajalah”, ada juga ”Kalau utang sudah bertumpuk-tumpuk, apa lagi yang masih dapat dan akan diperbuat, kecuali ngutang lagi?”. Berikutnya dilontarkan juga, seperti kalau begini terus, ”Kita bisa gagal, lho!”.

 

Informasi tidak mengalir secara harfiah (R Wayne Pace dan Don F Faules, 2006, hal 170); dan dalam kenyataannya, informasi sendiri sebenarnya tidak bergerak, karena yang sesungguhnya terjadi adalah ada penciptaan pesan.

 

Kemudian, ada cara-cara penyampaian atau penyebaran pesan itu (siapa melakukan apa), dan berikutnya pihak penyampai pesan bebas memberikan dan menambahkan interpretasi atas pesan itu.

 

Aliran informasi atau penyebaran pesan ini, lebih-lebih jika dilakukan oleh organisasi, umumnya dilakukan secara serentak dan beruntun. Disebut serentak apabila lewat orang-orang tertentunya (kader andalan partai, misalnya), organisasi itu menciptakan pesan untuk disebarluaskan dalam waktu yang nyaris bersamaan.

 

Dan disebut beruntun manakala penyebaran itu menggunakan suatu pola tertentu, misal ”siapa berbicara kepada siapa/apa”, disebarkan secara beruntun dalam waktu yang tidak beraturan (hlm 173).

 

Dalam fase ”siapa berbicara kepada siapa/apa” inilah dapat dipastikan berkembang narasi dahwen sebagai ”bumbu penyedap penting” agar ketersebarannya semakin menarik.

 

Siapa pun atau atau apa pun organisasinya, godaan menaburkan bumbu penyedap dahwen pasti sangatlah dominan. Dahwen bermakna seneng nyruwe, seneng cawe-cawe, yakni narasi bercorak intervensi ataupun berisi celaan, sok lebih tahu, bahkan sok mau mengatur.

 

Dan mengapa narasi semacam itu disampaikan, karena terkandung motivasi dasarnya, yakni dahwen ati open (bacalah open seperti Anda mengatakan dahwen). Peribahasa itu menegaskan bahwa dalam diri orang-orang dahwen, besarlah kecenderungan nacad nanging (amarga) kepingin dimelik dhewe, yaitu mencela padahal sebenarnya menginginkannya.

 

Dalam narasi ”Kalau memang kewalahan, mundur saja” terkandunglah narasi ”Saya/ada yang lebih mampu”.

 

Strategi komsos terbaik

 

Rasanya jelas betapa komsos dahwen tidaklah tepat, lebih-lebih di saat kegentingan Covid-19 seperti sekarang ini. Oleh karena itu, ubahlah model komsos dahwen ini dengan salah satu dari lima strategi komunikasi sosial yang tepat, agar Anda atau organisasi Anda tidak diberi label sedang dan senang melakukan pendidikan politik picisan karena memanfaatkan keprihatinan sosial demi keuntungan diri sendiri.

 

Pace dan Faules (hal 343- st) menyarankan lima pilihan strategi komsos, yakni strategi (1) perkuat harapan, (2) keterhubungan, (3) kehati-hatian, (4) daya tahan, dan (5) kesediaan memaafkan.

 

Dalam keprihatinan bersama menghadapi Covid-19 saat ini, strategi pertama dan keempat sangat mendesak kita lakukan.

 

Strategi komsos perkuat harapan berintikan: kita yakin Covid-19 dapat kita atasi karena kita tetap dan masih memiliki niat, energi, dan potensi bahkan talenta; dan dalam keyakinan ini mari kita perkuat harapan, dan jauhkan rasa putus asa.

 

Sementara strategi komsos daya tahan berkaitan erat dengan kualitas kepribadian (terutama para pemimpinnya), sebagaimana tecermin dalam (a) tetap tingginya komitmen, (b) memiliki keseimbangan tentang kontrol dirinya, dan (c) terus berani menghadapi tantangan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar