Sabtu, 24 Juli 2021

 

Poros Maritim dan MP3EI

Christianto Wibisono ;  Pengamat Ekonomi

KOMPAS, 23 Juli 2021 (8 Oktober 2014)

 

 

                                                           

ISTILAH poros maritim dan tol laut lahir pada debat calon presiden, 5 Juli 2014.

 

Setengah abad lalu, pada 27 Agustus 1964, Presiden Soekarno  melantik Kabinet Dwikora dan mendirikan Kompartemen Mari- tim dengan Mayor Jenderal KKO Ali Sadikin sebagai Menko Maritim merangkap Menteri Perhubungan Laut. Ali Sadikin menjabat Menteri Perhubungan Laut

sejak 13 November 1963, merupakan yang kedua dalam sejarah RI menggantikan Abdulmutalib Danuningrat.

 

Ditelusuri lebih jauh, Kabinet Karya pimpinan Djuanda yang berciri kabinet profesional nirpartisan mendirikan Kementerian Pelayaran pada 9 April 1957 dengan Komodor Mohammad Nazir sebagai Menteri Pelayaran pertama dan terakhir.

 

Tahun 1957 merupakan tonggak bersejarah bagi bangsa Indonesia dalam arti baik ataupun buruk. Secara emosional, buruh yang didalangi Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia mengambil alih semua perusahaan Belanda pada Desember 1957. Pengambilalihan KPM yang jadi tulang punggung pelayaran interinsuler berdampak pada kekosongan dan kehancuran sistem logistik nasional Indonesia. Sejak itu, perlu setengah abad sebelum kapasitas armada perhubungan Indonesia kembali setara dengan era KPM. Namun, biaya sistem logistik Indonesia sudah telanjur termahal sedunia. Ini tecermin dari fakta ongkos angkut jeruk pontianak ke Jakarta lebih mahal daripada jeruk mandarin dari Shanghai ke Tanjung Priok.

 

Secara konsepsional, PM Djuanda berhasil merumuskan konsep negara kepulauan yang memerlukan 25 tahun hingga disetujui PBB menjadi Deklarasi UNCLOS 1982. Dua pakar terkemuka yang merupakan tritunggal bersama Djuanda dalam perjuangan Wawasan Nusantara ini adalah Mochtar Kusumaatmadja dan Hasjim Djalal.

 

Kabinet Dwikora yang dikocok ulang 24 Februari 1966 menjadi malapetaka buat Bung Karno karena semakin memperkuat arus demonstrasi kekuatan anti Bung Karno. Kabinet 100 menteri itu hanya berumur 32 hari dan dikocok ulang lagi pada 28 Maret 1966. Hari itu, Kompartemen Maritim di bawah Ali Sadikin hanya berumur 19 bulan dan dibubarkan 28 Maret 1966. Ali Sadikin turun pangkat jadi Deputi Menteri pada Kabinet Dwikora III. Sebulan kemudian Bung Karno melantik Ali Sadikin jadi Gubernur DKI pada 28 April 1966.

 

Era Abdurrahman Wahid

 

Pada Kabinet Persatuan Nasional, barulah Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Departemen Kelautan dan Perikanan dengan menteri pertama Sarwono Kusumaatmadja. Menteri Kelautan kedua pada Kabinet Gotong Royong Megawati adalah Rokhmin Dahuri. Menteri ketiga Laksamana Freddy Numberi pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada KIB II, menteri keempat Fadel Muhammad, yang diganti oleh Sharif Cicip Sutardjo pada 19 Oktober 2011.

 

Jelang pembentukan kabinet oleh presiden terpilih Jokowi, ide pembentukan Kementerian Maritim jadi keniscayaan. Dalam kaitan pro-kontra, sebagian pakar dan politikus memosisikan Poros Maritim tak cocok dengan Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) serta proyek Jembatan Selat Sunda (JSS).

 

Pada 22 September 2014, sejumlah tokoh Indonesia timur mencetuskan deklarasi jalur rempah sebagai tandingan atas jalur sutra yang dijalani Marco Polo. Dalam konteks sejarah dan geopolitik, kita wajib merenungkan posisi geostrategis kita secara realistis dan asertif. Laut sebagai jalan tol, bukan pemisah. Karena itu, jangan bikin jembatan (berorientasi darat). Yang perlu direnungkan adalah bagaimana menyinergikan kontinental dan maritim sebagai alternatif saling menunjang, bukan bertentangan.

 

Sekarang ada pipa darat dari Myanmar ke Kunming, Tiongkok, sehingga migas dari Timur Tengah cukup diangkut dengan kapal dari Teluk Persia ke Teluk Benggala di Myanmar dan langsung pipa darat ke barat daya Tiongkok. Baru-baru ini dires- mikan jalan darat Vietnam-India dan jalan raya Vietnam-Tiongkok. Jalur sutra darat memungkinkan orang dari Singapura naik kereta api atau mobil ke Malaysia lalu ke Tiongkok. Terus dengan The Orient Express masuk jalan Trans-Siberia, Vladivostok, hingga Moskwa. Tentu paralel dengan jalur sutra darat dari Tiongkok ke Eropa rintisan Marco Polo.

 

Dalam konteks itu, proyek JSS yang tak pernah direstui MP3EI secara konkret (karena justru dipermasalahkan Menteri Keuangan, tak pernah terealisasi pada era Presiden SBY) bisa diperdebatkan. Apakah Jawa dan Sumatera terus akan dihubungkan hanya melalui feri, seperti di Kowloon, Hongkong?

 

Kritis terhadap JSS dan MP3EI sah-sah saja. Namun, menutup pintu diskusi mencari kebijakan strategis fundamental berjangka panjang tentu bukan pilihan baik. Sejarah pengambilan putusan kebijakan negeri ini dalam membongkar pasang atau menolak dan menerima suatu kebijakan tak akan menguntungkan dalam jangka panjang jika diputuskan subyektif. Hanya karena apriori tidak menghargai lawan politik atau oposisi!

 

Poros Maritim tentu tidak bisa hanya slogan sebab keteledoran nasionalisasi KPM malah menghancurkan sistem logistik nasional yang malah jadi bumerang, menjadikan biaya logistik RI termahal sedunia 57 tahun setelah aksi populis itu. Poros Maritim benar-benar menuntut perubahan paradigma, orientasi, motivasi, aspirasi, dan inspirasi yang harus dipenuhi secara konkret dan bukan sekadar wacana.

 

Poros Maritim harus didukung seluruh aset negara bangsa Indonesia yang bisa merealisasikan ide bangsa yang hidup dari sumber daya maritim, bersinergi dengan sumber daya manusia daratan yang telanjur lamban dan kurang proaktif. Revolusi mental yang dicanangkan presiden terpilih tentu harus dibaca dalam semangat mentas dari mental lama business as usual. Birokrasi seenaknya menjadi predator dan penghambat kreativitas masyarakat. Birokrasi harus jadi fasilitator memberdayakan potensi kreatif masyarakat di pelbagai bidang kehidupan.

 

Perlu diskusi sehat, terbuka, dan lugas soal bagaimana merealisasikan ide poros maritim tepat sasaran dan tepat momentum serta sinkron dengan arus utama geopolitik abad XXI: jalur sutra atau jalur rempah. Yang terpenting jalur mental harus bersih dan beriktikad baik agar tidak ”mental (terpental)” dari hukum besi ekonomi politik yang tidak bisa dimanipulasi: 2+2 harus sama dengan 4 dan tidak boleh menjadi ”terserah bapak”, seperti zaman ABS Orde Baru. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar