Minggu, 18 Juli 2021

 

Sangat Lamban dan Tampak Bodoh

Bandung Mawardi ;  Kuncen Bilik Literasi, Penulis Buku

KOMPAS, 18 Juli 2021

 

 

                                                           

Orang-orang bergairah berdebat masalah politik. Ratusan atau ribuan kata tergunakan dalam berdebat. Politik masih tema paling seru bagi orang-orang cerewet dan minta perhatian. Pendapat, komentar, tanggapan, atau bantahan disampaikan orang-orang lekas merumitkan politik. Mereka memastikan Indonesia terlarang cuti atau libur dari perdebatan politik.

 

Politik belum menjemukan. Kita buktikan kehebohan perdebatan dimulai dengan kritik oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia. Kritik menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Perdebatan dipicu sebutan dalam bahasa Inggris: the king of lip service.

 

Para mahasiswa mengerti maksud sebutan dalam kancah politik. Orang-orang belum terbiasa dengan diksi-diksi berbahasa Inggris bingung mengikuti berita-berita di koran atau menonton acara perdebatan di televisi. Sekian orang menduga para mahasiswa sulit berbahasa Indonesia. Politik telah melariskan dan memoncerkan bahasa Inggris.

 

Kita mengutip perkataan Megawati Soekarnoputri dimuat di Koran Solo, 30 Juni 2021: ”Politik itu, apalagi kaum perempuannya, suka merasa tabu berpolitik, padahal saya bilang, kalau berbicara harga cabai, itu berpolitik. Politik itu sebetulnya pertanyaan, why. Why begini why begitu, maunya begini maunya begitu, that is politic.”

 

Bukti lagi bahwa politik di Indonesia menjadi seru dan membingungkan akibat penggunaan bahasa Inggris. Megawati Soekarnoputri pasti memiliki selera berbahasa Inggris: ”Meskipun umur saya sudah segitu, fighting spirit saya never die.” Kita menduga wong cilik kebingungan mencari arti perkataan Megawati Soekarnoputri. Politik di Indonesia terbukti tak memadai apabila dijelaskan cuma dengan bahasa Indonesia.

 

Kita mengurusi lagi kritik BEM Universitas Indonesia. Sebutan dalam bahasa Inggris itu mendapat tanggapan kaum politik dan intelektual. Mereka bisa berbahasa Inggris. Kita maklum mereka membaca buku-buku berbahasa Inggris demi mengerti politik. Mereka mungkin membaca koran dan majalah berbahasa Inggris untuk membuat pendapat dalam masalah politik. Kemampuan berbahasa Inggris membuat mereka berhak dicap ”intelektual” dan ”terhormat”. Kita maklum lagi bahwa bahasa Indonesia dalam politik kurang laku.

 

Sekian hari berlalu, Presiden Joko Widodo memberi jawaban setelah dikritik para mahasiswa. Kita membaca jawaban dikutip dalam Jawa Pos, 30 Juni 2021: ”Dulu ada yang bilang saya ini klemar-klemer, ada yang bilang juga saya itu plonga-plongo. Kemudian ganti lagi ada yang bilang saya ini otoriter, kemudian ada juga yang ngomong saya ini bebek lumpuh.” Kita seperti mendapat ”hiburan” politik. ”Hiburan” dalam penggunaan bahasa.

 

Mahasiswa dan kaum politik berdebat dengan pemicu sebutan berbahasa Inggris. Tokoh mendapat kritik menjawab dengan bahasa Indonesia dan Jawa. Jawaban mungkin menimbulkan kelucuan: klemar-klemer dan plonga-plongo. Presiden Joko Widodo menghindari penggunaan bahasa Inggris. Kata-kata dianggap memenuhi maksud untuk menanggapi kritik justru bahasa Jawa, bukan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Orang-orang di Solo mengerti pilihan kata Presiden Joko Widodo.

 

Klemar-klemer itu istilah biasa disampaikan bagi orang bekerja sangat lamban. Orang-orang sedang berdebat dengan bahasa Inggris bisa membuka Kamus Indonesia-Jawa susunan Sutrisno Sastro Utomo. Di halaman 377, kita membaca entri lamban berarti alon dan sangat lamban itu klemar-klemer.

 

Orang-orang ingin mengerti plonga-plongo wajib membaca entri bodoh di halaman 89. Sutrisno menerjemahkan bodoh dengan puluhan kata. Kita mementingkan masalah plonga-plongo saja. Sutrisno menulis bahwa ”tampak bodoh” dalam bahasa Jawa itu lundhu-lundhu, londho-londho, plonga-plongo, lholhak-lholhok. Kita menggunakan kamus agar mengerti perkataan Presiden Joko Widodo dalam bahasa Jawa. Penggunaan bahasa Jawa mungkin lebih merepotkan ketimbang bahasa Inggris dalam politik. Begitu. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar