Antisipasi
Kelelahan Tenaga Kesehatan dalam Darurat Covid-19 Titi Savitri Prihatiningsih ; Presiden South East Asia Regional
Association for Medical Education (SEARAME) dan Ketua Bidang Pendidikan PB
IDI 2018-2021 |
KOMPAS, 27 Juli 2021
Covid-19
menggila. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang
diterapkan di Jawa-Bali 3-20 Juli 2021, diperpanjang hingga 25 Juli, dan
kemudian diperpanjang lagi hingga 2 Agustus. Pelayanan
kesehatan kolaps. Sebanyak 23 pasien isolasi mandiri di rumah dilaporkan
meninggal sebelum di bawa ke rumah sakit (RS). Beberapa pasien meninggal
dalam perjalanan, karena berputar-putar mencari RS yang kosong. Berbagai
kantor berita asing memasang tajuk utama Indonesian health system closed to
collapse. Raungan
sirine, pemandangan kamar RS yang penuh, antrean pemulasaraan dan penguburan
jenazah, serta angka-angka kenaikan kasus dan kematian akibat Covid-19 di
Indonesia, menyesakkan dada dan mengkhawatirkan. Sudah
lebih dari 1,5 tahun bangsa Indonesia menghadapi pandemi Covid-19. Banyak
pelajaran yang bisa dipetik dari negara-negara lain yang sudah sukses
mengendalikan Covid-19. Salah
satu yang perlu diwaspadai adalah kelelahan tenaga kesehatan (burn out).
Telah banyak penelitian dilakukan di tingkat global tentang efek pandemi ini
terhadap kelelahan tenaga medis. Penyebab
kelelahan adalah beban kerja yang bertambah, kekhawatiran terpapar selama
menangani pasien Covid-19, penggunaan alat pelindung diri (APD) lengkap
secara terus-menerus sehingga menimbulkan ketidaknyamanan, serta kekhawatiran
terhadap kondisi keluarganya akibat pembatasan tempat praktik. Di
dalam kondisi darurat Covid-19 saat ini, telah terjadi penambahan jumlah
tempat tidur rumah sakit sejak 17 Mei 2021 sebanyak 36.973. Tanpa ada
penambahan tenaga medis secara masif, dokter yang sudah kelelahan selama 1,5
tahun berjuang melawan pandemi Covid-19 akan semakin rentan akibat beban
kerja yang bertambah. Apalagi
ditambah jumlah tenaga medis yang gugur, yang hingga tanggal 17 Juli 2021
berjumlah 545 orang. Ini semakin mengurangi kapasitas tenaga medis dalam
menghadapi lonjakan pasien Covid-19 yang datang ke rumah sakit. Kelelahan
juga melanda dokter puskesmas. Dengan jumlah dokter yang terbatas, puskesmas
mendapat beban kerja tambahan yang cukup besar. Selain menangani pasien yang
datang – baik pasien Covid-19 maupun non Covid-19, puskesmas diberi tugas
untuk melakukan contact tracing dan mengejar target vaksinasi. Selain
itu, puskesmas juga mendapat tugas memantau pasien tanpa gejala dan pasien
dengan gejala ringan yang melakukan isolasi mandiri di shelter ataupun di
rumah. Walaupun telah diupayakan penggunaan telemedicine oleh Kementerian
Kesehatan, di daerah belum tentu masyarakat terbiasa dan paham bagaimana
menggunakan aplikasinya, selain mungkin ada keterbatasan akses internet.
Sehingga, tetap diperlukan tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk melakukan
pemantauan. Ancaman
terhadap timbulnya kelelahan para dokter dan dokter spesialis dalam memberi
pelayanan pasien selama pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama 1,5
tahun ini juga telah disuarakan oleh hampir 1.000 dokter yang mengikuti
Webinar tentang Penyelamatan Darurat Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, yang
diselenggarakan oleh Forum Komunikasi IDI Wilayah, IDI Cabang dan Perhimpunan
pada tanggal 11 Juli 2021. Situasi darurat Pemerintah
telah mengumumkan PPKM Darurat tanggal 3-20 Juli 2021 yang telah dua kali
diperpanjang. Dalam kondisi darurat ini diperlukan cara berpikir dan cara
bertindak darurat. Diperlukan penambahan jumlah tenaga medis yang masif dalam
waktu singkat. Apa yang bisa dilakukan? Mendayagunakan tenaga dokter umum. Ada
tiga dokter umum yang dapat didayagunakan, yaitu yang telah menyelesaikan
program magang (internship), yang sedang menjalani program internship dan
retaker ujian nasional. Para
dokter yang telah selesai menjalani program internship yang tersebar di
seluruh Indonesia dapat segera direkrut oleh Dinas Kesehatan dan
didistribusikan untuk membantu pelayanan di puskesmas. Para dokter yang
sedang menjalani program internship dapat ditempatkan di rumah sakit rujukan
Covid-19 ataupun ditempatkan di puskesmas untuk membantu pelayanan di
puskesmas selama satu tahun. Retaker
ujian nasional adalah calon dokter yang sedang menunggu ujian nasional.
Mereka adalah mahasiswa program studi pendidikan dokter yang telah
menyelesaikan seluruh persyaratan kurikulum dan persyaratan penilaian
mahasiswa yang terdiri dari berbagai macam aktivitas penilaian dan ujian yang
diselenggarakan oleh fakultas kedokterannya masing-masing. Untuk
menyelesaikan kurikulum pendidikan dokter dibutuhkan waktu 5,5 hingga tujuh
tahun. Lebih lama dari rata-rata program sarjana dan profesi. Total
jumlah SKS (satuan kredit semester) yang harus dijalani lebih dari 200 SKS.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012, ada 736
penyakit yang dipelajari dengan 144 penyakit harus dikuasai sampai tuntas
(lulusan dokter dapat menangani pasien dengan penyakit tersebut di fasilitas
kesehatan tingkat primer). Ada
261 penyakit yang seorang lulusan dokter harus mampu mendiagnosis sebelum
merujuk. Untuk dapat menjalankan praktik kedokteran, ada 275 keterampilan
klinis yang telah dipelajari selama proses pendidikan. Program
studi pendidikan dokter di Indonesia telah menerapkan kurikulum berbasis
kompetensi. Seluruh program studi pendidikan dokter wajib mengikuti
akreditasi yang dilakukan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi
Kesehatan (LAMPTKes). Akreditasi
adalah Sistem Penjaminan Mutu Eksternal untuk memastikan kelayakan
penyelenggaraan program studi dan pemenuhan terhadap Standar Nasional
Pendidikan Tinggi. Hanya perguruan tinggi yang telah terakreditasi yang
memiliki wewenang untuk meluluskan dan mewisuda seperti yang tercantum pada
UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan UU No
12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Adapun
LAMPTKes telah diakui oleh lembaga dunia World Federation for Medical
Education sebagai lembaga akreditasi yang kredibel. Mendayagunakan "retaker"
UKMPPD Fasilitas
Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) menjadi titik fokus pelayanan kesehatan di
masyarakat. Saat ini dengan melonjaknya jumlah kasus yang bergejala ringan
sampai berat, kapasitas rumah sakit telah mencapai titik optimal —bahkan ada
yang melebihi kapasitas yang ada—untuk melayani pasien Covid-19. Oleh karena
itu pasien dengan gejala ringan yang telah berkunjung ke rumah sakit akan
disarankan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. Selama
melakukan isolasi mandiri di rumah, saat ini terjadi kekurangan tenaga medis
yang melakukan pemantauan secara langsung. Pada pasien Covid-19, gejala
ringan dapat berkembang menjadi sedang dan masuk ke dalam kondisi berat dalam
waktu yang singkat. Karena
telah menyelesaikan seluruh persyaratan kurikulum di fakultas kedokterannya
masing-masing, para retaker ini dapat diluluskan oleh perguruan tingginya
sesuai kewenangan otonomi akademik seperti dijamin di UU Sisdiknas dan UU
Pendidikan Tinggi. Namun,
mereka belum dapat izin dan kewenangan untuk melakukan praktik kedokteran.
Oleh karena itu, mereka direkrut sebagai relawan medis dan diperbantukan di
puskesmas. Mereka bekerja di bawah pengarahan, pengawasan dan supervisi
dokter puskesmas. Tugas
utama mereka adalah membantu dokter puskesmas dalam melakukan contact
tracing, perawatan pasien tanpa gejala dan pasien dengan gejala ringan yang
melakukan isolasi mandiri di shelter pemerintah, shelter swadaya masyarakat
atau pun di rumah-rumah, melakukan vaksinasi, serta melakukan edukasi
masyarakat melalui promosi kesehatan dan pencegahan Covid-19. Dalam
situasi sekarang, untuk mengurangi beban rumah sakit dan mengurangi pasien
dengan gejala berat dan kritis yang berdatangan ke rumah sakit, perlu
dilakukan upaya maksimal untuk promosi kesehatan dan pencegahan Covid-19 di
akar rumput. Saat
ini, 70 persen pasien yang datang ke rumah sakit, sudah bergejala sedang,
berat dan kritis. Banyak dokter puskesmas yang telah gugur dalam bertugas.
Perlu upaya pencegahan optimal terhadap penularan, pencegahan perburukan
gejala dari ringan menjadi sedang atau dari yang sedang menjadi berat, dan
dari berat menjadi kritis. Pasien
Covid-19 dapat mengalami perburukan gejala dari sedang menjadi berat, lalu
menjadi kritis hanya dalam hitungan hari. Di
sinilah puskesmas yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dapat lebih
dioptimalkan perannya. Untuk memperkuat kapasitas puskesmas dalam melakukan
tugas ini, dapat mendayagunakan para dokter pasca internship, dokter
internship dan calon dokter yang telah menyelesaikan seluruh pendidikan
seperti telah dijelaskan. Tentu
dibutuhkan terobosan proses administrasi yang ‘di luar prosedur normal’ agar
pendayagunaan dapat dilakukan. Ingat!! Ini kondisi darurat, jangan
menggunakan cara berpikir dan prosedur normal. Gunakan cara berpikir dan
prosedur darurat. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar