Senin, 26 Juli 2021

 

Kebiasaan Berpikir Kritis

AM Lilik Agung ;  Mitra Pengelola GALERI HC, Lembaga Pengembangan SDM

KOMPAS, 25 Juli 2021

 

 

                                                           

Bank Dunia mengeluarkan rilis terbaru tentang gross national income (GNI) sejumlah negara, 9 Juli 2021. Dari rilis tersebut tersua angka, GNI Indonesia turun dari 4.050 dollar AS per kapita menjadi 3.870 dollar AS per kapita.

 

Terjadi penurunan 180 dollar AS, tetapi cukup menjadikan Indonesia turun kelas dari pendapatan menengah atas menjadi pendapatan menengah bawah. Patokan yang dipakai Bank Dunia, negara dengan pendapatan menengah atas pada angka 4.046 dollar AS hingga 12.535 dollar AS, sementara pendapatan menengah bawah berada pada kisaran 1.035 dollar AS-4.045 dollar AS.

 

Oleh portal berita daring global yang beroperasi di Indonesia, rilis Bank Dunia ini diberi judul bombastis, ”Huf! Ekonomi RI di Bawah Malaysia & Sejajar Timor Leste”. Disusul dengan infografis yang juga bombastis, bergambar Presiden Joko Widodo bermasker dalam posisi duduk dengan pandangan nanar. Di sampingnya ada grafik turun tajam dengan judul ”Fakta-Fakta Ekonomi RI Turun Kelas Setara Timor Leste & Samoa”.

 

Tautan berita dan infografis ini kemudian menjadi viral pada berbagai laman media sosial. Para pengkritik pemerintah mendapat residu baru untuk menyerang pemerintah. Intinya bahwa pemerintah gagal dalam menanggulangi dampak pandemi, dengan bukti bahwa ekonomi Indonesia sekarang sejajar dengan Timor Leste.

 

Berita yang ditulis oleh portal berita prestisius itu benar adanya. Semua sesuai dengan fakta. Hanya tidak tepat. GNI Indonesia dibandingkan dengan Timor Leste terpaut sangat jauh, yaitu 3.870 dollar AS dibanding 1.830 dollar AS. GNI Timor Lester sejajar dengan Myanmar dan Kamboja. Bahkan, GNI Indonesia setelah tergerus pandemi tetap jauh di atas Filipina (3.430 dollar AS) dan Vietnam (2.660 dollar AS).

 

Dibandingkan dengan negara ASEAN, Indonesia hanya kalah dengan Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand. Bahkan, dengan negara serumpun, secara besaran dan persentase penurunan GNI Indonesia masih moderat karena Singapura terjerembap dari 58.390 dollar AS ke 54.920 dollar AS. Sedangkan Malaysia dari 11.230 dollar AS meluncur menjadi 10.580 dollar AS. (https://data.worldbank.org/indicator)

 

Dua penyebab utama

 

Jamak dibahas bahwa maraknya berita hoaks dan pelintiran di Indonesia karena rendahnya kemampuan literasinya masyarakat. Hanya saja dalam tahun-tahun terakhir juga menggerus masyarakat yang melek informasi. Bahkan, masyarakat melek informasi justru mengamplifikasi berita hoaks atau pelintiran untuk membuat kehebohan. Ada dua penyebab utama.

 

Pertama, portal berita daring yang berburu clickbait (umpan klik). Berbasis umpan klik ini portal berita daring akan mendapat iklan yang maksimal dibandingkan dengan berita bagus, tetapi minim pembaca. Alhasil, banyak dijumpai berita dengan judul bombastis, tetapi tidak selaras dengan isinya. Ataupun kejadian berada pada tempat antah berantah yang kebetulan selaras dengan peristiwa nasional. Bahkan, tidak jarang ditampilkan berita lama yang konteksnya sama sekali sudah berbeda.

 

Fenomena umpan klik tidak hanya dilakukan oleh portal berita daring kemarin sore, tetapi juga dilakukan oleh portal berita daring arus utama. Berita memang bukan hoaks, tetapi lebih pada pelintiran. Kasus berita tentang ekonomi Indonesia yang sejajar dengan Timor Leste adalah pelintiran. Fakta dan data semua tersaji dengan sahih. Selaras dengan kriteria yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Hanya saja posisi Indonesia pada tempat paling atas dan Timor Leste pada lokasi paling buncit. Menyejajarkan GNI Indonesia dengan Timor Leste alhasil tidak tepat.

 

Kedua, persepsi terseleksi. Sederhananya, mayoritas masyarakat mencari berita yang selaras dengan persepsinya. Tidak mencari berita yang benar, tetapi berita pembenaran. Alhasil, masyarakat akan berburu berita-berita untuk pembenaran persepsinya, tidak peduli dari mana sumber berita itu. Bermunculan portal berita abal-abal yang memproduksi berita abal-abal dan portal berita arus utama yang mengejar umpan klik, persepsi terseleksi ini mendapat asupan nan segar. Bahwa apa yang ada dalam pemikirannya mendapat pembenaran dari informasi yang didapatnya.

 

Amplifikasi berita hoaks dan pelintiran yang dilakukan masyarakat melek literasi mirip cendawan pada musim hujan, tumbuh subur. Ujungnya membelah masyarakat yang sudah terbelah karena perbedaan politik, suku, dan agama ataupun satu agama, tetapi beda aliran.

 

Berpikir kritis

 

Mahaguru kecerdasan, Howard Gardner, pada 2005 mengeluarkan buku dengan tajuk Five Minds for the Future. Ada lima pola pikir penting untuk masa depan, yaitu terdisiplin, sintesis, kreatif, respek, dan etis. Kajian Gardner ternyata relevan untuk kondisi sekarang, terutama untuk pola pikir terdisiplin dan sintesis.

 

Pada inflasi informasi saat ini, manusia terjebak dalam rimba informasi yang tiada ujung pangkal. Pola pikir terdisiplin mengajarkan untuk fokus pada topik atau konsep yang betul-betul penting, baik dari isi (konten) maupun metodologinya. Setelah memilih topik, kemudian sediakan waktu dan sumber daya yang banyak untuk mendalami topik ini. Dekati topiknya menggunakan sejumlah cara dan referensi. Pola pikir terdisiplin ini yang dapat menjadi pijakan berpikir kritis di tengah rimba raya informasi.

 

Pola pikir sintesis merupakan kemampuan menjalin informasi dari berbagai sumber yang berbeda menjadi satu kesatuan utuh. Ada berbagai macam cara dalam melakukan sintesis yang oleh Howard Gardner dikelompokkan menjadi delapan model. Salah satu dari delapan model itu adalah konsep kompleks. Inti dari konsep kompleks adalah suatu konsep yang bisa menjalin atau memadukan berbagai fenomena menjadi keterpaduan yang lengkap.

 

Kembali pada kasus ekonomi Indonesia yang sejajar dengan Timor Leste. Pola pikir sintesis dapat dipraktikkan untuk menganalisis kasus ini. Cukup masuk pada portal resmi Bank Dunia. Pada portal itu tersedia data lengkap, berikut juga kriteria negara masuk dalam daftar berpendapatan tinggi, menengah atas, menengah bawah, dan rendah. Dari data Bank Dunia ini dapat dijalin menjadi satu kesatuan utuh dan keterpaduan yang lengkap bahwa ekonomi Indonesia jauh di atas Timor Leste. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar