Minggu, 25 Juli 2021

 

Perkuat Komunitas Lokal untuk Melawan Covid-19

Wihana Kirana Jaya ;  Staf Khusus Menteri Perhubungan

KOMPAS, 24 Juli 2021

 

 

                                                           

Komunitas adalah pilar ketiga society, setelah pasar dan pemerintah, seperti dikemukakan oleh Rajan (2019), dan fondasi utama ekonomi demokratik, sebagaimana disebutkan oleh Kelly dan Howard (2019).

 

Menghadapi pandemi Covid-19, posisi komunitas-komunitas lokal perlu diperkuat, baik dari aspek ekonomi (termasuk ketahanan pangan) maupun aspek kesehatan masyarakat, menuju kekebalan komunal (herd immunity).

 

Merespons perkembangan yang cukup dramatis dari situasi pandemi di negara kita, pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat Jawa-Bali pada 3-20 Juli, yang diperpanjang hingga akhir 25 Juli, sebagaimana diumumkan Presiden Jokowi, 20 Juli 2021. Masa perpanjangan ini sama dengan berlakunya Surat Edaran (SE) Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pembatasan Aktivitas Masyarakat Selama Libur Hari Raya Idul Adha 1442 H dalam Masa Pandemi Covid-19.

 

Sinkron dengan SE ini, Kementerian Perhubungan mengeluarkan SE Menteri Perhubungan No 51, 52, 53, dan 54 Tahun 2021 yang mengatur persyaratan perjalanan orang dalam negeri dengan transportasi darat, laut, udara, dan perkeretaapian. Beleid ini intinya membatasi mobilitas/perjalanan orang dengan moda transportasi sepanjang terkait dengan sektor esensial dan kritikal.

 

Itu pun dengan persyaratan lebih ketat, termasuk keterangan vaksinasi dan negatif Covid-19.

 

Mudik bukan faktor utama

 

Berdasarkan data Worldometer, pekan pertama setelah hari-H Lebaran (13 Mei 2021), rerata bergerak (moving average) kasus harian 3.952. Memasuki pekan kedua, rerata bergerak naik 38,47 persen menjadi 5.514 per hari atau dalam seminggunya 38.598 kasus infeksi baru. Hari-H Lebaran dalam hal ini menjadi baseline karena interaksi antara ”pemudik nekat” dengan keluarga, kerabat, dan masyarakat di daerah destinasi mudik berlangsung intensif hari itu.

 

Pada pekan ketiga, rerata bergerak hanya naik 2,67 persen menjadi 5.661. Mengacu pada masa inkubasi hingga 14 hari sejak hari-H, maka lonjakan 38,47 persen kasus harian (terutama kluster keluarga) pada pekan kedua bisa diduga dampak mudik Lebaran, yang pada pekan ketiga (27 Mei-3 Juni) relatif bisa dikendalikan. Pada musim mudik Idul Fitri lalu, pemerintah telah mengeluarkan larangan mudik untuk membatasi penyebaran virus, berlaku 6-17 Mei.

 

Penyekatan di wilayah Jabodetabek bahkan diperpanjang hingga 31 Mei 2021.

 

Menurut Polda Metro Jaya, jumlah ”pemudik nekat” dari Jakarta dan sekitarnya mencapai sekitar 1,5 juta. Hasil survei Kemenhub sebelumnya menunjukkan, sekitar 3,5 juta jiwa berpotensi nekat mudik kendati mudik dilarang.

 

Mencermati indikasi di atas, terutama dalam rentang waktu tiga pekan setelah hari-H Lebaran, dapat dikatakan bahwa implementasi larangan mudik Idul Fitri yang disertai penyekatan di lapangan cukup efektif, baik dalam mengendalikan pemudik nekat maupun potensi lonjakan kasus harian. Maka, lonjakan kasus harian yang luar biasa sejak pertengahan Juni hingga Juli sangat kecil kaitannya dengan mudik Lebaran.

 

Varian Delta

 

Setelah slowdown pada pekan ketiga pasca-Lebaran, tiba-tiba rerata bergerak naik 23,19 persen menjadi 6.974 kasus pada pekan keempat, disusul kenaikan 31,79 persen menjadi 9.191 pada pekan kelima, dan terus meroket dengan kenaikan 61,21 persen menjadi 14.817 kasus pekan keenam.

 

Memasuki pekan ke-7, 8, dan 9, angka kenaikan masih sangat tinggi. Pada pekan ketujuh (24 Juni-1 Juli), rerata bergerak naik 44,37 persen menjadi 21.392, naik lagi 43,36 persen menjadi 30.668 pekan kedelapan, dan bertambah 43,94 persen menjadi 44.145 pekan kesembilan (8 -15 Juli). Dengan rerata bergerak 44.145 per hari, berarti dalam seminggu jumlah kasus baru mencapai 309.015!

 

Setelah rekor kasus harian 56.757 (15 Juli), tren menunjukkan penurunan, yakni 54.000 (16 Juli), 51.952 (17 Juli), 44.721 (18 Juli), dan 38.325 (20 Juli). Perkembangan kasus harian yang tiba-tiba sangat cepat jelas bukan pola biasa. Ini dimungkinkan oleh ”campur tangan” varian Delta yang menurut banyak sumber, reproduksinya lebih cepat dan masa inkubasinya lebih pendek.

 

Hasil penelitian LIPI (17 Juli 2021) mengungkapkan, dari data genom SARS-CoV-2 yang berhasil diidentifikasi selama tiga pekan, lebih dari 95 persen merupakan varian Delta dan sisanya varian Alfa dan varian lokal Indonesia.

 

Ekstensi PPKM darurat

 

Hasil implementasi PPKM darurat Jawa-Bali dua pekan pertama (3-15 Juli) belum optimal, sebagaimana diakui koordinator PPKM darurat Jawa-Bali, Jenderal (Purn) Luhut B Pandjaitan. Per 8 Juli, hampir seluruh wilayah Jawa dan Bali menunjukkan penurunan mobilitas yang tidak cukup tinggi, yakni 10-20 persen, bahkan untuk Bali dan Kabupaten Banyuwangi penurunan mobilitas di bawah 10 persen.

 

Pada pekan kedua PPKM darurat, secara umum terjadi peningkatan (kembali) mobilitas. Hal ini, antara lain, tampak dari indeks cahaya malam, terutama pada kawasan-kawasan industri atau wilayah yang memiliki banyak izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI), seperti Jakarta Utara, Jakarta Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten/Kota Tangerang, Kabuparen Sidoarjo, dan Kota Surabaya.

 

Informasi Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menunjukkan, selama dua pekan pertama PPKM darurat masih cukup banyak perusahaan manufaktur non-esensial/kritikal beroperasi 100 persen. Lebih dari 10 persen pekerja pabrik terinfeksi Covid-19 (kluster industri).

 

Urgensi untuk memperpanjang PPKM darurat dengan pengawasan lebih ketat memiliki beberapa alasan kuat. Pertama, varian Delta yang lebih berbahaya mendapatkan momentum untuk mengganas sejak Juni lalu bersamaan dengan relaksasi mobilitas dan/atau restriksi kegiatan (sosial dan ekonomi) masyarakat, setelah berakhirnya penyekatan terkait larangan mudik Lebaran.

 

Kedua, tingginya tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) rumah sakit, ruang isolasi dan ICU, dan kebutuhan oksigen di berbagai kota/daerah episenter Covid-19, khususnya Jabodetabek, cukup mengkhawatirkan jika angka lonjakan kasus baru tak ditekan dengan upaya maksimal. Sementara tingkat kematian harian sangat tinggi. Angka death toll harian Indonesia tertinggi di dunia, 1.338 per 19 Juli, 2021.

 

Ketiga, dengan tambahan target anak dan remaja, target vaksinasi naik dari 181,5 juta menjadi 208 juta sehingga realisasi masih jauh dari target. Per 19 Juli, 2021, tingkat vaksinasi pertama baru 42.095.531 (20,21 persen) dan vaksinasi kedua 16.400.351 (7,87 persen).

 

Keempat, menjaga tren penurunan setelah kasus harian mencapai puncaknya 15 Juli, yakni 56.757 hingga menjadi 38.325 (per 20 Juli). Setelah masa perpanjangan PPKM darurat berakhir, diharapkan bisa ditekan di bawah 10.000.

 

Namun, perpanjangan PPKM darurat sangat perlu disertai dengan peningkatan penegakan disiplin protokol kesehatan, tidak hanya di titik-titik penyekatan, tapi juga unit-unit usaha/industri hingga ke tingkat komunitas. Selain itu, gotong royong antarkomponen bangsa, baik pemerintah, swasta, filantropi, maupun masyarakat amat dibutuhkan dalam penanganan pandemi, termasuk dalam percepatan vaksinasi.

 

Di Bandara Soekarno-Hatta, misalnya, diselenggarakan vaksinasi gratis baik bagi penumpang pesawat maupun masyarakat umum berkat kerja sama antara Kementerian Kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, PT Angkasa Pura (AP) II, dan Traveloka. Demikian pula 15 bandara di bawah AP I, di antaranya bandara internasional Ngurah Rai (Denpasar) menyelenggarakan vaksinasi gratis. PT Pelni dan PT KAI juga berkontribusi dalam kegiatan serupa di sejumlah pelabuhan dan stasiun. Bahkan, PT MRT Jakarta pun tak ketinggalan memberikan vaksinasi gratis. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar