Sabtu, 31 Juli 2021

 

Belajar dari Indonesia, Negara Arab Memburu Vaksin

Musthafa Abd Rahman ;  Wartawan Kompas di Kairo, Mesir

KOMPAS, 30 Juli 2021

 

 

                                                           

Meledaknya kasus Covid-19 varian Delta yang berasal dari India di Indonesia mendorong negara-negara Arab melakukan langkah preventif agar kasus yang sama tidak terjadi di wilayah mereka. Sebelumnya, pada April dan Mei lalu, dunia Arab cukup sukses mencegah kasus meledaknya penularan penyakit yang disebabkan virus korona jenis baru itu dengan cara melakukan lockdown.

 

Sejumlah negara Arab, seperti Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab, telah melarang warga Indonesia berkunjung. Sebaliknya, mereka juga melarang warganya berkunjung ke Indonesia. Bahkan, Arab Saudi mengimbau warganya yang sedang berkunjung ke Indonesia segera kembali.

 

Pengamat kesehatan dan media kembali gencar memberi peringatan kepada pemerintah negara-negara Arab agar lebih waspada terhadap varian Delta yang penularannya sangat cepat dan kini melumpuhkan banyak negara. Menurut pengamat kesehatan, varian yang pertama kali ditemukan di India itu sudah menyebar di sejumlah negara Arab. Naiknya jumlah positif Covid-19 di beberapa negara Arab, seperti Tunisia, Aljazair, Arab Saudi, dan UEA, akibat varian Delta tersebut.

 

Aljazair menerapkan jam malam mulai pukul 20.00 hingga pukul 06.00 pagi waktu setempat mulai Senin (26/7/2021) selama 10 hari. Negara ini juga kembali menutup tempat wisata, pusat olahraga, dan meniadakan pergelaran budaya. Hal yang sama dilakukan Mauritania mulai Selasa (27/7) hingga waktu yang akan diumumkan kemudian.

 

Tunisia adalah negara Arab yang paling parah mendapat serangan Covid-19 varian Delta saat ini. Kementerian Kesehatan Tunisia mengakui, sistem kesehatan Tunisia lumpuh menghadapi penularan yang cukup tinggi.

 

Sejak awal Juli lalu, terdapat sekitar 4.000 hingga 10.000 kasus positif Covid-19 per hari di Tunisia. Pada saat yang sama, mereka terpaksa menerapkan lockdown di beberapa kota.

 

Negara ini sejak 13 Maret telah melakukan vaksinasi atas penduduknya dan mengklaim sekitar 2 juta penduduknya telah divaksin. Tunisia memasang target sebanyak 7 juta dari sekitar 11 juta penduduknya telah divaksin pada September mendatang.

 

Kementerian kesehatan Tunisia mengklaim akan menerima 500.000 dosis vaksin Sinovac pada akhir Juli ini dari China. Mereka juga bertekad membeli 3,5 juta dosis vaksin Johnson & Johnson dari AS.

 

Kantor WHO di Timur Tengah menyebut, varian Delta menjadi faktor utama dari tiga faktor atas tren naiknya jumlah positif Covid-19 di dunia Arab pada Juli ini, setelah mengalami penurunan signifikan selama dua bulan sebelumnya. Direktur WHO untuk Wilayah Timur Tengah Ahmed Al-Mandhari mengakui dan sekaligus mengkhawatirkan meningkatnya kasus positif baru di Timur Tengah pada Juli ini.

 

Ia mengungkapkan, ada tiga faktor di balik meningkatnya kasus tersebut. Pertama, meningkatnya volume perjalanan internasional pada Juli ini yang kebetulan bulan itu adalah musim panas. Kedua, proses vaksinasi yang masih minim dan jauh dari target, serta kurangnya komitmen melaksanakan protokol kesehatan di dunia Arab. Ketiga, merebaknya Covid-19 varian Delta di 98 negara, termasuk di 13 negara Arab.

 

Menurut Al-Mandhari, negara-negara Arab harus segera melakukan vaksinasi terhadap penduduknya secara masif sebagai satu-satunya cara untuk mencegah lebih banyak penduduknya terpapar Covid-19. Namun, ujar Al-Mandhri, sayangnya vaksin tidak terdistribusi secara adil, termasuk di dunia Arab, sehingga masih banyak negara Arab yang sampai saat ini belum mendapat suplai vaksin memadai.

 

Al-Mandhri menyebut, dunia Arab masih butuh lebih dari 500 juta dosis vaksin hingga akhir tahun 2021 untuk melakukan vaksinasi atas sedikitnya 40 persen dari penduduknya. Akan tetapi, lanjutnya, vaksin yang terdistribusi di dunia Arab saat ini masih jauh di bawah jumlah tersebut.

 

Sejauh ini, proses vaksinasi hanya berjalan baik di negara-negara Arab Teluk kaya (Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Bahrain, Oman, dan Uni Emirat Arab). Sementara negara-negara Arab lain masih terseok-seok dalam proses vaksinasi.

 

Arab Saudi mengklaim telah berhasil memvaksinasi 53 persen dari sekitar 34 juta jiwa penduduknya. Negara ini akan mensyaratkan telah divaksin kepada penduduknya untuk bisa melakukan kegiatan umum dan menggunakan transportasi umum mulai 1 Agustus mendatang.

 

Arab Saudi selama ini mengandalkan vaksin Moderna, Pfizer, dan AstraZeneca untuk vaksinasi penduduknya. Arab Saudi meluncurkan aplikasi Sehhaty yang bisa diunduh semua warganya secara mudah untuk mendapatkan vaksinasi gratis.

 

Uni Emirat Arab juga telah berhasil melakukan vaksinasi secara masif atas penduduknya. Menurut kantor berita Bloomberg, UEA mendapat 15,5 juta dosis vaksin yang cukup untuk memvaksin 72,1 persen penduduknya dengan dua kali dosis vaksin. Penduduk UEA kini sekitar 9,89 juta jiwa.

 

Kuwait memilih jasa militer untuk mendorong dan melaksanakan vaksinasi atas penduduknya agar bisa cepat dan efektif. Proses vaksinasi di negara ini masih berlangsung cukup intensif. Adapun Bahrain membangun koordinasi antara kementerian kesehatan dan kementerian lainnya, khususnya kementerian pertahanan, dalam proses vaksinasi.

 

Sementara negara-negara Arab di luar Arab Teluk kesulitan mendapatkan suplai vaksin. Selama ini, negara-negara Arab non-Teluk sangat mengandalkan pasokan vaksin melalui skema COVAC (mekanisme internasional yang dirancang WHO untuk menjamin ketersediaan vaksin di seluruh dunia secara cepat, adil, dan setimpal). Namun, pasokan vaksin melalui skema ini ternyata tidak memadai.

 

Akhirnya sejumlah negara Arab memutuskan kerja sama dengan pabrikan vaksin Sinovac dan Sinopharm di China untuk mendapatkan izin produksi di dalam negeri. Kementerian Kesehatan Mesir, misalnya, mengklaim telah menandatangani kesepakatan dengan Sinovac untuk membangun pabrik di Mesir guna memperoduksi 40 juta vaksin hingga akhir 2021.

 

Mesir menargetkan minimal 40 persen dari sekitar 101 juta penduduknya sudah divaksin hingga akhir tahun ini. Perdana Menteri Mesir Mostafa Madbouly mengungkapkan, pada awal Juli lalu telah dimulai produksi vaksin Sinovac tahap pertama sebanyak satu juta dosis, dengan pabrik yang dibangun di Mesir telah mampu memproduksi sekitar 300.000 dosis per hari. Menurut PM Madbouly, tantangan terbesar saat ini adalah koordinasi dengan China untuk mendapat pasokan bahan baku yang cukup dan rutin agar target tercapai.

 

Serupa dengan Mesir, negara-negara Arab Maghrib (Libya, Tunisia, Aljazair, Maroko, dan Mauritania) juga memilih memproduksi vaksin di dalam negeri. Negara-negara Arab Maghrib kini menjajaki kerja sama dengan China untuk bisa memproduksi vaksin Sinovac dan Sinopharm.

 

Kini, tidak ada pilihan lain bagi negara-negara Arab kecuali segera bisa memproduksi vaksin sendiri untuk memenuhi target dapat melakukan vaksinasi terhadap sebagian besar penduduknya secepat mungkin untuk membendung Covid-19 varian Delta yang sangat berbahaya. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar