Bermain
Data Pandemi, Bermain Nyawa Manusia Anthony Budiawan ; Managing Director Political Economy and
Policy Studies (PEPS) |
WATYUTINK, 27 Juli 2021
Jumlah kasus baru harian Covid-19
mengalami penurunan terus dalam beberapa hari belakangan ini. Kasus baru
harian per 26 Juli 2021 anjlok menjadi 28.228 orang. Dalam dua hari ini saja,
kasus baru harian turun hampir 40 persen. Tentu saja data tersebut, penurunan
kasus baru harian akhir-akhir ini, terlihat agak ganjil. Karena hampir sulit
dipercaya kasus baru harian bisa turun secara drastis. Jumlah kasus baru harian
Covid-19 sangat mudah “dipengaruhi” (atau direkayasa). Oleh karena itu,
metode perhitungan harus konsisten. Agar bisa diperoleh informasi dan data
yang berguna: data yang obyektif dan bertanggung jawab. Agar pandemi Covid-19
bisa dikendalikan sebaik-baiknya. Karena kasus baru
terinfeksi harian dipengaruhi oleh 1) jumlah test dan 2) komposisi test: PCR
versus Antigen. Komposisi test yang tidak konsisten akan menghasilkan
informasi atau data yang tidak bermakna. Artinya, tidak bisa dijadikan
rujukan untuk pengendalian pandemi. Tidak bisa dijadikan dasar untuk
mengetahui apakah kasus pandemi sudah membaik atau malah memburuk. Pertama, jumlah absolut
orang terinfeksi harian tidak mempunyai arti sama sekali kalau tidak
didampingi data lainnya. Data pada Tabel 1A tidak mempunyai arti apa-apa
kecuali hanya sebagai angka belaka. Penurunan kasus baru terinfeksi harian
dari rekor 56.757 orang pada 15 Juli 2021 menjadi 38.325 orang pada 20 Juli
2021 tidak mempunyai makna. Oleh karena itu, agar
informasi dan data kasus baru terinfeksi harian ini bermakna, maka perlu data
jumlah test untuk mengetahui positivity rate. Yaitu, berapa besar tingkat
penularan Covid-19 yang sedang terjadi di masyarakat. Semakin besar tingkat
penularan maka semakin buruk pandemi ini. Dari table 1B dapat
dilihat bahwa jumlah test pada 20 Juli 2021 hanya 114.674 orang. Jauh lebih
rendah dari jumlah test 15 Juli 2021 sebanyak 185.321 orang. Sehingga
menghasilkan jumlah orang terinfeksi pada 20 Juli 2021 jauh lebih rendah dari
15 Juli 2021. Tetapi, kalau dilihat dari
tingkat penularan, yaitu positivity
rate, kasus terinfeksi 20 Juli 2021 jauh lebih tinggi (33,4 persen)
dibandingkan 15 Juli 2021 (30,6 persen). Artinya, tingkat penularan Covid-19
masih sangat tinggi. Masyarakat rentan tertular. Karena itu, tidak boleh ada
kerumunan. Artinya, PPKM Darurat yang
berakhir pada 20 Juli seharusnya diperketat. Begitu juga menjelang akhir PPKM
pada 25 Juli 2021, positivity rate
masih sangat tinggi: 31,2 persen. Dengan demikian, PPKM seharusnya diperketat
untuk menurunkan kasus terinfeksi secepatnya. Lockdown. Bukan dengan
level-level-an. Kedua, kasus positivity rate juga dipengaruhi
komposisi test: PCR atau antigen. Karena kedua test ini mempunyai positivity rate yang jauh berbeda.
Sehingga perubahan komposisi test akan berdampak pada angka positivity rate total. Asumsikan, tingkat positivity rate test PCR 50 persen,
artinya ada 1 orang terinfeksi Covid-19 dari setiap 2 orang yang di test PCR.
Dan test antigen 10 persen, artinya ada 1 orang terinfeksi Covid-19 dari
setiap 10 orang yang di test antigen. Kalau jumlah test
ditentukan sebanyak 200.000 orang, terdiri dari test PCR 120.000 orang (60
persen) dan test antigen 80.000 orang (40 persen), maka jumlah orang
terinfeksi menjadi 68.000 orang, Yaitu, 60.000 orang dari test PCR (120.000 x
50 persen) dan 8.000 orang dari test antigen (80.000 orang x 10 persen).
Artinya, positivity rate secara total menjadi 34 persen (68.000 orang dari
200.000 orang). Tetapi, kalau komposisi
jumlah test PCR dan jumlah test antigen dibalik masing-masing menjadi 40
persen untuk PCR dan dan 60 persen untuk antigen, maka jumlah orang
terinfeksi dari test PCR menjadi 40.000 (= 40 persen jumlah test x 200.000
orang x 50 persen positivity rate).
Sedangkan jumlah orang terinfeksi dari test antigen menjadi 12.000. Sehingga
total terinfeksi menjadi 52.000, atau hanya 26 persen. Kalau jumlah test
dikurangi menjadi 100.000 orang, maka jumlah orang terinfeksi akan berkurang
menjadi setengahnya juga. Yaitu, kalau komposisi PCR dan antigen 60 persen vs
40 persen maka jumlah orang terinfeksi menjadi 34.000. Turun drastis dari
68.000. Sedangkan kalau komposisi test PCR versus antigen menjadi 40 persen
vs 60 persen, maka jumlah orang terinfeksi menjadi 26.000. Dari contoh di atas dapat
dilihat betapa mudahnya “memengaruhi” jumlah orang terinfeksi harian. Melalui
1) jumlah test dan 2) komposisi test (PCR vs antigen). Komposisi test pada bulan
Juli 2021 dapat dilihat di table yang tersedia. Test PCR semakin berkurang
dalam seminggu terakhir. Membuat kasus positivity rate secara total
seolah-olah turun. Informasi ini bisa menyesatkan. Karena komposisi test
antara PCR dan antigen tidak konsisten. Dalam hal ini, positivity rate dari test PCR harus
menjadi pegangan utama dalam menentukan apakah kondisi pandemi membaik atau
memburuk: bukan dari jumlah orang terinfeksi, dan bukan dari total positivity
rate. Ternyata kasus pandemi
berdasarkan test PCR sejauh ini belum membaik. Positivity rate masih sangat tinggi. Seperti dapat dilihat dari
table 4. Artinya, pengendalian pandemi covid-19 sejauh ini belum berhasil
menurunkan jumlah orang terinfeksi. Mari kita imajinasi. Kalau
jumlah test pada 26 Juli kemarin diambil dari 250.000 orang, dan komposisi
test terdiri dari 60 persen PCR dan 40 persen antigen, maka pada hari itu
akan ada 67.000 jumlah orang terinfeksi. Maka, sangat berbahaya
kalau penurunan kasus terinfeksi harian diperoleh melalui perubahan test:
perubahan jumlah test dan perubahan komposisi test. Karena perubahan ini
dapat menyembunyikan bahaya sesungguhnya. Yaitu, bermain dengan data
pandemi, berarti bermain dengan nyawa manusia. Karena kesalahan informasi
bisa mengakibatkan fatal. Kebijakan yang diambil bisa salah fatal. Yaitu
relaksasi “lockdown” sebelum waktunya. Yang akhirnya bisa membuat kasus
terinfeksi melonjak dan tidak terkendali. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar