Sabtu, 31 Juli 2021

 

Pandemi dan Pendisiplinan Masyarakat

Rosdiansyah ;  Dosen Ilmu Komunikasi pada UPN Surabaya, Peneliti Budaya Massa

DETIKNEWS, 30 Juli 2021

 

 

                                                           

Entah sampai kapan pandemi ini berlangsung. Tak ada yang berani memastikan sebab varian baru COVID-19 bermunculan dengan berbagai karakternya yang harus diwaspadai siapapun. Kesiagaan tampak dari mereka yang peka situasi melalui cara menjaga diri lebih baik.

 

Hari-hari penuh kekhawatiran, berita duka nyaris tiap hari menghiasi grup-grup chat Whatsapp. Silih berganti, seakan tiada henti. Satu grup memberitahu kabar duka, tak berselang lama grup berbeda mengumumkan belasan anggota grup melakukan isolasi mandiri (isoman).

 

Foto-foto warga berjubel di lorong-lorong rumah sakit atau pusat-pusat layanan kesehatan terunggah beruntun dalam grup-grup Whatsapp. Para warga grup tak mungkin mengabaikan foto-foto itu, dan mereka melihat seksama orang-orang sakit antri layanan kesehatan. Memantik rasa iba, rasa kasihan sekaligus menerbitkan kehati-hatian bagi siapapun dalam situasi pandemi ini.

 

Tak bisa dipungkiri, rumah sakit menjadi pusat perhatian masyarakat saat ini. Siapapun sangat mengapresiasi kesibukan luar biasa para tenaga kesehatan (nakes). Observasi dan evaluasi perkembangan tingkat kesehatan pasien menjadi rutinitas sehari-hari para nakes ini. Dengan sabar dan telaten, mereka mencermati para pasien dari hari ke hari.

 

Pemeriksaan fisik, riwayat penyakit lalu terapi menjadi bagian penting dalam 'the body of medical knowledge' (bagian pengetahuan medis atau kedokteran). Adalah Michel Foucault, sang filsuf Prancis, yang telah mengupas pelajaran-pelajaran penting sekaligus menarik dari kehadiran rumah sakit dalam sejarah umat manusia.

 

Pada tahun 1963, Foucault menerbitkan buku bertajuk Naissance de la Clinique yang satu dekade kemudian baru diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris berjudul The Birth of Clinic (1973). Sembari merujuk ke kamus medis karya Vicq d'Azyr, Foucault menulis, keorganisasian sistem pendidikan di dalam rumah sakit merupakan solusi universal bagi masalah-masalah dari pelatihan medis.

 

Reformasi besar dalam sejarah kesehatan manusia terjadi ketika rumah sakit berhasil membawa pandangan rasional. Sebelum rumah sakit hadir, cara-cara pengobatan pasien sangat tergantung pada mantra dan mistik. Itulah yang terjadi dalam kuil-kuil pengobatan, termasuk di dalam kuil Aesculapius, sang dewa pengobatan. Begitu rumah sakit hadir, perubahan besar terjadi. Pengamatan seksama serta evaluasi rasional menjadi bagian penting.

 

Termasuk evaluasi hasil pengujian dari laboratorium klinik. Dari situlah kemudian diagnosis ditegakkan. Artinya, kebenaran medis ditemukan. Menyingkap sumber penyakit. Lalu, mengobati pasien agar kesehatannya pulih. Foucault secara cermat menceritakan perjalanan sejarah terbentuknya metode penyembuhan dari penyakit itu ketika rumah sakit militer Saint-Eloi di Montpellier dipimpin Baumes, seorang mantan guru besar universitas setempat, pada tahun 1794.

 

Di bawah Baumes, rumah sakit bukan hanya tempat untuk penyembuhan orang sakit dari penyakit. Melainkan, juga menjadi tempat untuk menerapkan sistem pengajaran. Berbagai observasi serta evaluasi dikembangkan sehingga keseharian rumah sakit pun berubah. Para pengamat berpengalaman mengajar mereka yang magang untuk mengetahui liku-liku penyakit serta tahap pengobatan. Rumah sakit berubah fungsi menjadi semacam sekolah atau pelatihan. Bahasa dogmatis menjadi tahap penting dari transmisi kebenaran. Tak lagi diujarkan, melainkan melalui tatapan.

 

Menatap adalah mengobservasi sekaligus mengevaluasi apa yang ada di depan mata. Melihat seksama, rinci serta cermat bagaimana gejala penyakit timbul lalu menentukan tahap pengobatan. Bagi Foucault, inilah sintaksis baru. Kebenaran tak lagi semata diujarkan layaknya di ruang perkuliahan, sebab praktek serta eksplorasi pengamatan langsung menjadi lebih signifikan.

 

Mendisiplinkan Diri

 

Tindakan preventif jelas juga penting daripada sekadar mengandalkan tindakan kuratif. Seringkali kegagalan dalam tindakan preventif (pencegahan) terjadi bukan karena hambatan penjelasan medis untuk disebar ke masyarakat. Melainkan, kegagalan itu berpangkal dari sulitnya mendisiplinkan masyarakat.

 

Kedisplinan berkaitan pada pengawasan. Jika kedisplinan disadari dengan baik lalu meningkat, maka pengawasan bisa dikendorkan. Sebaliknya, jika kedisiplinan menurun, maka otomatis pengawasan perlu ditingkatkan. Soal dinamika kedisiplinan ini juga telah dikupas Foucault dalam berbagai karyanya.

 

Di antaranya, buku Security, Territory, Population (2007), Foucault menyinggung peran dan fungsi regulator dalam mengawasi pergerakan orang serta barang. Pendisiplinan masyarakat erat kaitannya pada kiprah regulator sebagai arsitek ruang disiplin. Dalam situasi darurat, regulator akan menunjukkan diri sebagai penguasa yang memiliki kedaulatan teritorial.

 

Sejarah umat manusia telah menunjukkan itu, ketika suatu wilayah dipandang berada dalam marabahaya, maka otomatis penguasa wilayah bertindak cepat. Virus berwujud supermikro yang menyebar cepat menulari manusia merupakan marabahaya itu saat ini. Boleh jadi, cara salah satunya mengetahui kehadiran virus adalah melalui gejala tubuh terinfeksi seperti demam.

 

Walaupun Foucault bukan dokter, namun penjelasannya tentang krisis tubuh akibat demam dalam kitabnya The Birth of the Clinic sangat fantastik. Demam merupakan mekanisme pertahanan tubuh menghadapi benda asing yang masuk. Ketika wabah virus meluas, maka dibutuhkan kedisiplinan menjaga kesehatan tubuh.

 

Termasuk dalam soal isolasi mandiri yang kini sedang jadi "tren". Mengisolasi diri memang tidak enak apalagi bagi orang gampang jenuh. Namun, itulah cara mendisiplinkan diri agar tubuh tetap sehat serta bugar. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar