Sabtu, 24 Juli 2021

 

Bijak Beramal pada Masa Pandemi

I Gusti Ngurah Yudia Sinartha ;  Asisten Direktur di Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Bank Indonesia

KOMPAS, 22 Juli 2021

 

 

                                                           

Kompas pada Sabtu, 3 Juli 2021, menurunkan sebuah berita bertajuk ”Kewaspadaan Tak Boleh Berkurang”. Berita ini mengulas tentang indikasi kelompok teroris makin intens melakukan komunikasi dan penggalangan dana di tengah pandemi Covid-19. Dilaporkan juga bahwa Kepala BNPT Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, aktivitas teroris dalam melakukan propaganda, perekrutan, dan penggalangan dana kian meningkat selama pandemi Covid-19 dengan mengoptimalkan penggunaan internet.

 

Kemajuan teknologi informasi sangat berpengaruh terhadap pesatnya inovasi dan perkembangan teknologi finansial, termasuk layanan sistem pembayaran. Tren ini di satu sisi berdampak positif untuk memperluas akses terhadap layanan jasa keuangan dan mempermudah transaksi ekonomi. Namun, di sisi lain dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan berbagai tindakan melawan hukum, misalnya pendanaan terorisme.

 

Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013, pendanaan terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris. Bagi teroris, penggalangan dana bukan tujuan utama, tetapi krusial untuk mewujudkan aksinya.

 

Sama dengan organisasi pada umumnya, organisasi teroris juga membutuhkan dana untuk membiayai semua aktivitas operasional, mulai dari perencanaan dan perekrutan sampai dengan eksekusi aksi teror. FATF dalam laporan Emerging Terrorist Financing Risks (2015) menguraikan bahwa secara garis besar kelompok teroris mengalokasikan dana yang dihimpun ke dalam lima kategori, yaitu operasi, propaganda dan perekrutan, pelatihan, gaji dan kompensasi bagi anggota, serta kegiatan sosial.

 

Kegiatan sosial di bidang kesehatan dan pendidikan secara khusus dilakukan oleh teroris sebagai strategi meraih simpati publik dengan dalil minimnya perhatian pemerintah. Adapun dalam usaha mengumpulkan dana, kelompok teroris secara cerdik memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

 

Penggunaan media sosial bukanlah hal baru bagi teroris dalam upaya menghimpun dana dan donasi untuk melancarkan aksi teror. Teroris sangat adaptif dengan inovasi teknologi komunikasi karena meningkatkan kapabilitas dan ruang gerak mereka.

 

Pada 2019, sebuah studi hasil kolaborasi antara Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG) dan Middle East and North Africa Financial Action Task Force (MENAFATF) menunjukkan bahwa teroris memanfaatkan media sosial sebagai sarana komunikasi dalam menggalang dana dan berbagi informasi keuangan. Kemudian, Sekretaris Jenderal PPB (2020) dalam pidatonya di depan Dewan Keamanan juga telah memperingatkan otoritas di seluruh dunia bahwa organisasi teroris mengambil kesempatan untuk semakin aktif bergerak, termasuk dalam mengumpulkan dana karena fokus perhatian pemerintah diarahkan pada upaya penanganan pandemi Covid-19.

 

Tak dapat dimungkiri bahwa pandemi ini turut meningkatkan eksposur risiko karena terjadi peningkatan komunikasi dan transaksi secara daring sehingga masyarakat menjadi semakin terpapar pada kejahatan siber dan pendanaan terorisme. Masyarakat juga makin rentan untuk dimanfaatkan sebagai sumber dana teroris seiring dengan bertambah maraknya aktivitas penggalangan dana dengan klaim untuk kegiatan sosial yang dilakukan secara daring belakangan ini.

 

Kehadiran situs-situs urun dana (crowdfunding) juga meningkatkan risiko karena dirancang khusus untuk tujuan menghimpun dana dan donasi. Sebagai pihak yang menjadi target utama, masyarakat harus bijak dalam beramal agar dana yang disumbangkan diteruskan kepada sesama yang benar-benar membutuhkan.

 

Ada tiga hal yang harus dipertimbangkan masyarakat sebelum melakukan donasi. Pertama, kenali badan amal yang ingin dibantu. Pastikan lembaga penerima sumbangan merupakan organisasi amal yang terdaftar. Hal ini untuk mitigasi risiko lembaga amal ilegal dan terlibat dalam kegiatan yang melanggar hukum, termasuk pendanaan terorisme.

 

Kedua, lembaga amal yang dibantu harus memiliki tata kelola organisasi dan keuangan yang transparan, berpengalaman dalam aktivitas kemanusiaan dan tidak terafiliasi dengan teroris atau organisasi teroris. Pertimbangan ini penting agar penyaluran donasi tepat sasaran dan optimal mendukung kegiatan sosial kemanusiaan.

 

Ketiga, berikan donasi melalui situs resmi dari lembaga amal yang dituju. Hindari tautan-tautan mencurigakan yang berkedok kegiatan amal karena dapat ditunggangi oleh para pelaku terorisme dan membuka celah terjadi pencurian data pribadi.

 

Masyarakat Indonesia terkenal dermawan. Predikat ini terbukti dengan dinobatkannya Indonesia sebagai negara paling dermawan pada tahun 2020 oleh Charities Aid Foundation berdasarkan World Giving Index 2021. Pada masa pandemi semangat kesetiakawanan sosial memang perlu terus dijaga agar semua komponen bangsa Indonesia dapat bergandengan tangan dalam mengatasi berbagai tekanan sosial ekonomi. Namun, ini membutuhkan kerja sama dari segenap lapisan masyarakat agar kegiatan beramal tetap dilakukan dengan bijak.

 

Penting digarisbawahi bahwa pendanaan merupakan urat nadi bagi aktivitas terorisme sehingga masyarakat yang bijak dalam beramal akan turut membantu mencegah dan memutus rantai aksi teror. Dengan demikian, fokus pemerintah dan pihak swasta serta masyarakat dalam upaya nasional mengatasi dampak Covid-19 akan berjalan lebih optimal berkat dukungan kondisi keamanan yang kondusif. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar