Kamis, 22 November 2012

Pahlawan Devisa Diobral


Pahlawan Devisa Diobral
HS Dillon ;  Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 1998-2002
KORAN TEMPO, 21 November 2012


Untuk kesekian kalinya kita dikejutkan oleh tindakan provokatif yang dilakukan sekelompok orang di negeri jiran. Selebaran iklan yang "mengobral tenaga kerja Indonesia (TKI)" sungguh mengoyak harga diri kita sebagai bangsa. 
Mencermati provokasi yang selalu berulang di Malaysia, muncul kesan bahwa mereka menafikan kehadiran TKI meningkatkan kekayaan nasional mereka akibat wanita terdidik Melayu dapat bekerja leluasa di luar rumah. Memang patut dipertanyakan kepekaan rasa orang Melayu terhadap saudara serumpun ataupun saudara seagama yang mayoritas; apalagi Kerajaan Malaysia merupakan negara religius yang melestarikan kelembagaan/tatanan feodal Melayu. 
Kejadian-kejadian ini lebih memilukan lagi apabila dibandingkan dengan perlakuan terhadap TKI oleh warga Hong Kong, yang sama sekali tidak memiliki ikatan agama dan etnis apa pun. Sudah saatnya pemuka adat Melayu, Minang, dan Bugis menggugah para kerabatnya di Semenanjung untuk lebih menghargai saudara-saudara mereka; tidak ada salahnya juga apabila para pemimpin partai politik berlandaskan agama kita tampil untuk mengingatkan rekan sejawat mereka di Malaysia bahwa, sebagai negara berlandaskan agama, mereka perlu lebih mengemukakan harkat kemanusiaan.
Tetapi tidak cukup hanya memperingatkan warga Malaysia. Kita sendiri pun harus berintrospeksi dan retrospeksi. Apakah kita hanya gemar melakukan upacara atau sudah cukup cerdas menghargai para pahlawan secara substansial? Apakah benar kita sudah berkarya dan berbagi secara cerdas agar saudara-saudara kita tidak tergusur derita oleh kemiskinan di pedesaan sehingga rentan diperkosa kemanusiaannya oleh orang asing?
Paradigma Pembangunan 
Program pembangunan ekonomi nasional berbasis sektor pertanian yang dulu memungkinkan rakyat di pedesaan "naik kelas" keluar dari kemiskinan kini melenceng jauh sehingga semakin tidak jelas basis ekonomi yang hendak dituju. Kelambanan pemerintah memanfaatkan lahan pertanian di luar Jawa telah berakibat semakin mahalnya biaya untuk mengembangkan sektor pertanian. Gerak cepat dan fleksibilitas pendanaan pemodal besar hanya menyisakan lahan marginal dan bermasalah di luar Jawa untuk program pemerintah.
Konsep dasar pembangunan ekonomi yang paling sesuai dengan komposisi dan kualitas pada tahapan ini adalah yang berawal dengan peningkatan kapasitas usaha tani skala kecil dan usaha kecil-mikro (UKM). Terobosan awal ini harus didukung penuh oleh kebijakan pengembangan teknologi, penyuluhan, pendidikan/pelatihan, kredit, infrastruktur, dan kelembagaan (termasuk di dalamnya aspek legalitas kepemilikan sumber daya dan usaha). Benar bahwa kebutuhan anggaran untuk mengimplementasikan konsep pembangunan tersebut sangat besar, tapi tiada pilihan lain apabila kita memang benar bertekad meningkatkan harkat rakyat. Manakala tata pemerintahan (public governance) bisa diwujudkan secara merata, niscaya akan terjadi penghematan yang dapat diarahkan pada penanggulangan kemiskinan. 
Pembangunan ekonomi akan semakin berkesinambungan manakala kemampuan usaha tani skala kecil dan UMK dapat dibarengi pertumbuhan dan pengembangan industrialisasi yang berbasis teknologi padat karya serta menggunakan pola usaha inti plasma. Kombinasi industrialisasi padat karya dengan pola usaha inti plasma akan berkembang menjadi kekuatan yang dahsyat guna menyerap tenaga kerja terdidik atau yang sudah mendapat pelatihan khusus.
Bagaimana caranya mewujudkan konsep pembangunan guna menghasilkan transformasi struktural sehingga mata pencarian rakyat semakin meningkat nilai tambahnya? Langkah pertama adalah mengkaji ulang strategi pembangunan, meliputi efektivitas perencanaan, implementasi, serta monitoring dan evaluasi kebijakan, serta program pembangunan nasional. Cakupan untuk dikaji ulang meliputi semua kebijakan investasi dan perdagangan kita, mulai peruntukan lahan hutan konversi dan reformasi agraria, infrastruktur, industrialisasi, UKM, pertanian (dalam artian luas), pendidikan (termasuk agama) dan pelatihan, hingga ke kebijakan afirmatif untuk penduduk marginal. Harus diingat bahwa pelaku sekaligus tujuan utama pembangunan adalah manusia, dan konstitusi kita menekankan pentingnya diwujudkan "kemanusiaan yang adil dan beradab". Karena itu, selain pro-growth dan pro-environment, kebijakan pembangunan perlu senantiasa mengemukakan matra pro-job dan pro-poor.
Potensi Besar 
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dalam artian yang sebenarnya, baik dari sisi jumlah penduduk maupun potensi sumber daya alamnya. Jumlah penduduk yang besar telah dijadikan pasar yang sangat baik oleh berbagai perusahaan multinasional, sementara potensi sumber daya alam kita telah "diekstraksi" oleh perusahaan raksasa lainnya. Data terakhir yang membuat kita terhenyak adalah belanja rokok masyarakat saat ini telah mencapai Rp 175 triliun per tahun, sementara impor pangan kita juga terus melejit hingga mencapai Rp 45 triliun selama periode Januari-Juni 2011. Kedua pengeluaran tersebut, apabila dijumlah dan kemudian dibagi dengan nilai UMR, sekitar Rp 2 juta per bulan; ternyata lebih dari cukup untuk mengatasi seluruh penganggur terbuka yang mencapai 7,24 juta orang. Tidak dapat disangkal bahwa timbulnya gejala TKI adalah kesalahan kita juga.
Potensi lain yang cukup besar dan semestinya menjadi salah satu opsi untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah zakat. Badan Amil Zakat Nasional menghitung potensi zakat Indonesia mencapai Rp 217,3 triliun, walaupun yang baru bisa dimobilisasi hanya sekitar Rp 1,7 triliun. Selain nilai ekonomi, dimensi sosial zakat sangat penting dalam mewujudkan perilaku berbagi dan membangun solidaritas untuk secara bersama-sama membantu saudara kita yang masih miskin.
Sudah saatnya semua komponen bangsa menyatukan persepsi dan memperteguh tekad untuk bersama-sama mewujudkan bangsa Indonesia yang besar dan disegani, sehingga kita semakin bangga menjadi warga Indonesia. Bagaimana caranya? Mari kita pilih wakil rakyat yang mempunyai nurani dan rekam jejak keberpihakan kepada masyarakat. Selain itu, kita perlu mendesak institusi pemerintah pusat dan daerah untuk merancang dan mengimplementasikan program pembangunan berlandaskan hak asasi manusia. Tidaklah berkelebihan manakala kita mengimbau para sesepuh, guru, dan tokoh agama agar tampil sebagai teladan guna menginspirasi tumbuh suburnya manusia Indonesia yang memiliki kepribadian yang beretika, menjalankan kewajibannya terhadap bangsa dan negara, serta senantiasa berpihak kepada rakyat kecil.
Manakala kita sungguh-sungguh mencerdaskan kehidupan bangsa, sudah pasti kita akan dapat mewujudkan keadilan sosial-termasuk menyediakan kesempatan kerja dan berusaha yang bermartabat bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak akan terdengar lagi warta tentang diobralnya pahlawan kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar