Pahlawan
Devisa Diobral
HS Dillon ; Anggota
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 1998-2002
|
KORAN
TEMPO, 21 November 2012
Untuk kesekian
kalinya kita dikejutkan oleh tindakan provokatif yang dilakukan sekelompok
orang di negeri jiran. Selebaran iklan yang "mengobral tenaga kerja
Indonesia (TKI)" sungguh mengoyak harga diri kita sebagai bangsa.
Mencermati
provokasi yang selalu berulang di Malaysia, muncul kesan bahwa mereka
menafikan kehadiran TKI meningkatkan kekayaan nasional mereka akibat wanita
terdidik Melayu dapat bekerja leluasa di luar rumah. Memang patut
dipertanyakan kepekaan rasa orang Melayu terhadap saudara serumpun ataupun
saudara seagama yang mayoritas; apalagi Kerajaan Malaysia merupakan negara
religius yang melestarikan kelembagaan/tatanan feodal Melayu.
Kejadian-kejadian
ini lebih memilukan lagi apabila dibandingkan dengan perlakuan terhadap TKI
oleh warga Hong Kong, yang sama sekali tidak memiliki ikatan agama dan etnis apa
pun. Sudah saatnya pemuka adat Melayu, Minang, dan Bugis menggugah para
kerabatnya di Semenanjung untuk lebih menghargai saudara-saudara mereka;
tidak ada salahnya juga apabila para pemimpin partai politik berlandaskan
agama kita tampil untuk mengingatkan rekan sejawat mereka di Malaysia bahwa,
sebagai negara berlandaskan agama, mereka perlu lebih mengemukakan harkat
kemanusiaan.
Tetapi tidak
cukup hanya memperingatkan warga Malaysia. Kita sendiri pun harus
berintrospeksi dan retrospeksi. Apakah kita hanya gemar melakukan upacara
atau sudah cukup cerdas menghargai para pahlawan secara substansial? Apakah
benar kita sudah berkarya dan berbagi secara cerdas agar saudara-saudara kita
tidak tergusur derita oleh kemiskinan di pedesaan sehingga rentan diperkosa
kemanusiaannya oleh orang asing?
Paradigma
Pembangunan
Program
pembangunan ekonomi nasional berbasis sektor pertanian yang dulu memungkinkan
rakyat di pedesaan "naik kelas" keluar dari kemiskinan kini
melenceng jauh sehingga semakin tidak jelas basis ekonomi yang hendak dituju.
Kelambanan pemerintah memanfaatkan lahan pertanian di luar Jawa telah
berakibat semakin mahalnya biaya untuk mengembangkan sektor pertanian. Gerak
cepat dan fleksibilitas pendanaan pemodal besar hanya menyisakan lahan
marginal dan bermasalah di luar Jawa untuk program pemerintah.
Konsep dasar
pembangunan ekonomi yang paling sesuai dengan komposisi dan kualitas pada
tahapan ini adalah yang berawal dengan peningkatan kapasitas usaha tani skala
kecil dan usaha kecil-mikro (UKM). Terobosan awal ini harus didukung penuh
oleh kebijakan pengembangan teknologi, penyuluhan, pendidikan/pelatihan,
kredit, infrastruktur, dan kelembagaan (termasuk di dalamnya aspek legalitas
kepemilikan sumber daya dan usaha). Benar bahwa kebutuhan anggaran untuk
mengimplementasikan konsep pembangunan tersebut sangat besar, tapi tiada
pilihan lain apabila kita memang benar bertekad meningkatkan harkat rakyat.
Manakala tata pemerintahan (public
governance) bisa diwujudkan secara merata, niscaya akan terjadi penghematan
yang dapat diarahkan pada penanggulangan kemiskinan.
Pembangunan
ekonomi akan semakin berkesinambungan manakala kemampuan usaha tani skala
kecil dan UMK dapat dibarengi pertumbuhan dan pengembangan industrialisasi
yang berbasis teknologi padat karya serta menggunakan pola usaha inti plasma.
Kombinasi industrialisasi padat karya dengan pola usaha inti plasma akan
berkembang menjadi kekuatan yang dahsyat guna menyerap tenaga kerja terdidik
atau yang sudah mendapat pelatihan khusus.
Bagaimana
caranya mewujudkan konsep pembangunan guna menghasilkan transformasi
struktural sehingga mata pencarian rakyat semakin meningkat nilai tambahnya?
Langkah pertama adalah mengkaji ulang strategi pembangunan, meliputi
efektivitas perencanaan, implementasi, serta monitoring dan evaluasi
kebijakan, serta program pembangunan nasional. Cakupan untuk dikaji ulang
meliputi semua kebijakan investasi dan perdagangan kita, mulai peruntukan
lahan hutan konversi dan reformasi agraria, infrastruktur, industrialisasi,
UKM, pertanian (dalam artian luas), pendidikan (termasuk agama) dan
pelatihan, hingga ke kebijakan afirmatif untuk penduduk marginal. Harus
diingat bahwa pelaku sekaligus tujuan utama pembangunan adalah manusia, dan
konstitusi kita menekankan pentingnya diwujudkan "kemanusiaan yang adil dan beradab". Karena itu, selain
pro-growth dan pro-environment, kebijakan pembangunan perlu senantiasa
mengemukakan matra pro-job dan pro-poor.
Potensi
Besar
Bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang besar dalam artian yang sebenarnya, baik dari
sisi jumlah penduduk maupun potensi sumber daya alamnya. Jumlah penduduk yang
besar telah dijadikan pasar yang sangat baik oleh berbagai perusahaan
multinasional, sementara potensi sumber daya alam kita telah
"diekstraksi" oleh perusahaan raksasa lainnya. Data terakhir yang
membuat kita terhenyak adalah belanja rokok masyarakat saat ini telah
mencapai Rp 175 triliun per tahun, sementara impor pangan kita juga terus
melejit hingga mencapai Rp 45 triliun selama periode Januari-Juni 2011. Kedua
pengeluaran tersebut, apabila dijumlah dan kemudian dibagi dengan nilai UMR,
sekitar Rp 2 juta per bulan; ternyata lebih dari cukup untuk mengatasi
seluruh penganggur terbuka yang mencapai 7,24 juta orang. Tidak dapat
disangkal bahwa timbulnya gejala TKI adalah kesalahan kita juga.
Potensi lain
yang cukup besar dan semestinya menjadi salah satu opsi untuk membantu
peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah zakat. Badan Amil Zakat Nasional
menghitung potensi zakat Indonesia mencapai Rp 217,3 triliun, walaupun yang
baru bisa dimobilisasi hanya sekitar Rp 1,7 triliun. Selain nilai ekonomi,
dimensi sosial zakat sangat penting dalam mewujudkan perilaku berbagi dan
membangun solidaritas untuk secara bersama-sama membantu saudara kita yang
masih miskin.
Sudah saatnya
semua komponen bangsa menyatukan persepsi dan memperteguh tekad untuk
bersama-sama mewujudkan bangsa Indonesia yang besar dan disegani, sehingga
kita semakin bangga menjadi warga Indonesia. Bagaimana caranya? Mari kita
pilih wakil rakyat yang mempunyai nurani dan rekam jejak keberpihakan kepada
masyarakat. Selain itu, kita perlu mendesak institusi pemerintah pusat dan
daerah untuk merancang dan mengimplementasikan program pembangunan
berlandaskan hak asasi manusia. Tidaklah berkelebihan manakala kita mengimbau
para sesepuh, guru, dan tokoh agama agar tampil sebagai teladan guna
menginspirasi tumbuh suburnya manusia Indonesia yang memiliki kepribadian
yang beretika, menjalankan kewajibannya terhadap bangsa dan negara, serta
senantiasa berpihak kepada rakyat kecil.
Manakala kita sungguh-sungguh
mencerdaskan kehidupan bangsa, sudah pasti kita akan dapat mewujudkan
keadilan sosial-termasuk menyediakan kesempatan kerja dan berusaha yang
bermartabat bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak akan terdengar lagi warta
tentang diobralnya pahlawan kita. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar