Paradoks
Indonesia
Sayidiman Suryohadiprojo ; Mantan Gubernur Lemhannas
|
KOMPAS,
24 November 2012
Yang dimaksudkan dengan
paradoks Indonesia adalah keadaan yang bertentangan sekali antara pandangan
luar negeri yang memuji Indonesia sebagai negara yang sukses dalam berbagai
hal dan pendapat di dalam negeri yang mengecam banyaknya kelemahan bahkan
kegagalan.
Pujian
luar negeri terakhir kepada Indonesia yang amat hebat diberikan Inggris
ketika Ratu Elizabeth II memberikan penghargaan tinggi kepada Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono berupa bintang The
Knight Grand Cross in the Order of the Bath. Disertai berbagai pujian
kepada Presiden SBY tentang suksesnya menjadikan Indonesia negara demokrasi,
keberhasilan dalam ekonomi yang membuat Indonesia mengatasi berbagai masalah,
dan pujian setinggi langit lainnya. Sebelumnya sudah banyak pujian dari
pemimpin negara lain, termasuk AS dan Jepang.
Namun,
sebaliknya, di dalam negeri masyarakat mengalami tak sedikit berbagai
peristiwa buruk: maraknya tawuran bahkan bunuh-membunuh antarsiswa SMA di
Jakarta, antarmahasiswa di Makassar, antarrakyat desa di Lampung dan Sulawesi
Tengah. Masyarakat merasa tak kunjung membaik kesejahteraan, angka kemiskinan
rakyat tetap tinggi, kesenjangan kaya-miskin malah terus melebar, korupsi tak
kunjung berkurang. Makin banyak orang bicara tentang Indonesia sebagai negara
gagal.
Paradoks
ini tidak baik untuk bangsa Indonesia dan mengindikasikan kelemahan
struktural be- rat. Tentu kita senang presiden kita dapat penghargaan tinggi
dan pujian di luar negeri. Namun, kita bukan burung unta yang memasukkan
kepalanya dalam pasir untuk tidak melihat kondisi sekelilingnya yang parah.
Kita
bagian dari masyarakat yang masih sangat menderita yang tujuan hidupnya sejak
17 Agustus 1945 adalah hidup dalam masyarakat yang maju-adil-sejahtera dalam
negara Indonesia Merdeka.
Untuk
itu, seluruh bangsa sepakat bahwa dasar bagi negara Republik Indonesia yang
merdeka dan berdaulat adalah Pancasila sebab Pancasila tak hanya mengandung
nilai-nilai yang sesuai dengan perjuangan hidupnya, malah merupakan jati diri
bangsa Indonesia.
Bung
Karno, presiden pertama kita, menegaskan bahwa Pancasila bukan hasil kreasi
beliau, melainkan beliau gali dari akar-akar kehidupan bangsa.
Maka,
dapat dikatakan bahwa paradoks Indonesia adalah akibat kelalaian bangsa
Indonesia, khususnya para pemimpinnya, untuk secara konsekuen
mengimplementasikan Pancasila. Padahal, semua pihak, ya pemimpin, ya rakyat,
masih mengakui Pancasila sebagai dasar negara.
Sikap
munafik ini adalah akibat perkembangan dalam perjuangan bangsa. Ketika pada
27 Desember 1949, Belanda dan masyarakat internasional mengakui kemerdekaan
bangsa Indonesia, bangsa Indonesia yang keluar sebagai pemenang dari
perjuangan bukan hanya para pejuang yang secara gigih berjuang, melainkan
juga orang-orang Indonesia yang memihak penjajah menjadi bagian dari
Indonesia.
Para
pejuang kemerdekaan rela dan legowo menerima mereka, satu sikap hidup yang
baik sesuai dengan ajaran leluhur kita. Namun, sebenarnya setelah itu para
pejuang kemerdekaan harus menjamin dan mengamankan bahwa NKRI dibangun sesuai
dengan Pancasila agar masuknya para nonpejuang bahkan lawan- pejuang dalam
barisan Indonesia tidak merusak bangsa Indonesia. Inilah hal yang diabaikan
para pejuang sudah sejak 1950.
Tak
ada usaha konsolidasi negara Pancasila, malah negara dibawa ke alam politik
dan ekonomi yang bukan-Pancasila. Akibatnya, timbul kesempatan dan peluang
bagi mereka yang pada dasarnya tak sepaham dengan perjuangan kebangsaan
Indonesia untuk timbul kembali malah makin kuat. Dan, mereka menda- pat
dukungan luas dari negara-negara yang banyak kepentingannya di Indonesia dan
kurang setuju Indonesia menjadi negara Pancasila yang efektif dan kuat.
Buat
mereka, Indonesia boleh merdeka, tetapi dalam satu negara yang berpaham
liberalisme atau dalam negara komunis atau negara Islam sesuai dengan
kepentingannya.
Setelah
terjadi Reformasi pada 1998, pihak yang paling kuat adalah yang berpaham
liberal Barat. Meskipun yang berpaham komunis berusaha bangkit kembali,
kekalahan blok komunis dalam Perang Dingin cukup berpengaruh. Yang mau negara
Islam makin besar dukungannya dari Timur Tengah, tetapi belum dapat
mengimbangi kaum Barat.
Maka,
Reformasi yang memang diperlukan bangsa Indonesia untuk menjadikan negara
Pancasila satu kenyataan menjadi sasaran kaum Barat dan mereka berhasil
membajaknya.
Bukti
sukses pertama mereka adalah UUD 1945 yang diamandemen sehingga mulai
menjauhi Pancasila. Tentu itu buat kaum Barat baru hasil pendahuluan yang
harus diikuti keberhasilan lain.
Sebetulnya
sejak kepemimpinan Soeharto, kaum Barat sudah membuat inroads yang penting.
Mereka berhasil membawa pengendalian ekonomi makin meninggalkan Pasal 33 UUD
1945 sebagai implementasi Pancasila. Meskipun Pasal 33 secara formal tak
diganggu, pengendalian ekonomi secara nyata makin dipedomani paham
liberalisme Barat.
Buat
mereka yang berpandangan Barat atau mengutamakan pandangan Barat, tidak soal
bahwa rakyat Indonesia masih banyak yang miskin. Yang penting, Indonesia
sesuai dengan kepentingan mereka, baik AS maupun Inggris. Bahwa Indonesia
sekarang mendapat pujian dan penghargaan Barat, itu berarti bahwa Indonesia
buat mereka sudah on the right track.
Buat
orang yang berpikiran Pancasila, tak ada keberatan bahwa Barat senang dengan
Indonesia sebab kita selalu mengusahakan hubungan yang selaras dan harmonis
dengan bangsa lain. Namun, hubungan harmonis itu hanya bisa ada kalau bangsa
Indonesia sendiri juga mengalami kehidupan dan perkembangan sesuai dengan
tujuan hidupnya. Tak mungkin hubungan itu harmonis kalau masih jutaan rakyat
Indonesia hidup miskin, dalam ukuran Bank Dunia yang didominasi Barat itu: di
bawah 2 dollar AS sehari. Adapun kekayaan bumi Indonesia dikeruk
Marilah
para pejuang yang masih ada mengingatkan para pemimpin kita yang berkuasa
jangan bangga adanya paradoks Indonesia, tetapi lebih memperhatikan bangsanya
sendiri. Boleh berbangga telah mencapai pertumbuhan ekonomi 6,5 persen kalau
bersamaan dengan itu rakyat petani dan nelayan di desa-desa makin sejahtera
hidupnya dan kemiskinan makin hilang dari kehidupan Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar