Obama, Minyak,
dan Israel
Marwan Ja’far ; Ketua Dewan Pembina Gerakan Mahasiswa Satu
Bangsa
Partai Kebangkitan Bangsa
|
REPUBLIKA,
26 November 2012
Presiden Amerika Serikat (AS)
Barack Hussein Obama merilis Victory
Speech, Rabu 7 November 2012, dari Chicago, AS. Sekitar 12 hari kemudian,
harga minyak mentah di pasar Asia naik. Para pelaku pasar khawatir eskalasi
konflik Palestina-Israel dapat menyeret keterlibatan Iran dan ledakan kilang
minyak Teluk Meksiko. Di pasar New York, AS, dan pasar global, harga min yak
mentah naik sekitar dua dolar AS. Kedua krisis ini mencemaskan pelaku pasar
terhadap pasokan minyak dunia (AFP, 19/11/2012).
Isi pidato Obama memperlihatkan
strategi lima tahun AS ke depan. Posisi AS sebagai global leaderakan dipertahankan
melalui inovasi, penemuan, dan teknologi. Sekolah-sekolah, guru, dan
pendidikan akan diperkuat. Keluarga AS tidak terbebani oleh utang, tidak
dirapuhkan oleh ketimpangan, tidak diancam oleh pemanasan global. AS menjadi
zona aman dan negara terhormat dengan kekuatan militer terbesar (Reuters,
7/11/2012).
Obama melihat, titik lemah ekonomi
AS saat ini adalah defisit, perpajakan, sistem imigrasi, dan ketergantungan
AS pada pasokan minyak impor. Beban fiskal tinggi karena kenaikan pajak. Potongan
anggaran belanja negara mudah mendorong ekonomi AS ke fase resesi akibat
lonjakan harga minyak dunia.
Oleh karena itu, Presiden Obama melalui Menlu AS Hillary Clinton, Presiden Mesir Mohammed Morsi, dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mensponsori gencatan senjata Israel-Palestina. (AFP, 20/11/2012).
Obamanomic
AS besar bukan karena kekuatan
militer. Kebesaran AS terletak pada nilai-nilai e pluribus unum--hidup berdampingan sebagai satu bangsa yang
damai, kasih, karitas, adil, toleran, dan memenuhi kewajiban terhadap orang
lain dan generasi akan datang di muka bumi. Untuk mengelola nilai-nilai ini
dibutuhkan guru, sekolah, anak didik, dan pendidikan terbaik (ABC, 6/11 -
/2012). Impian Obama itu tidak bedanya dengan dialog filsuf Socrates dan
Plato sekitar tahun 380 pra-Masehi di Yunani.
Bahwa tugas negara adalah
membangun empat nilaim, yaitu order,
stability, justice, dan peace (Debra
Nails, 2002). Di sisi lain, Obama melihat basis AS lima tahun ke depan
adalah: teknologi, inovasi, dan penemuan ilmiah. Obama juga hendak
membebaskan AS dari ketergantungan minyak impor dan ancaman pemanasan global.
Jika visi Obama ini berhasil diwujudkan, AS menjadi negara-pioner yang
mengakumulasi kapital tanpa berbasis bahan bakar fosil. Pidato Obama memang
bukan dirilis dari Texas, simbol episentrum kapitalisme fosil AS sejak
revolusi industri abad 19.
Obamanomic hendak melahirkan
kekayaan untuk Amerika berbasis prinsip dan struktur spesialisasi sesuai
talenta, kemampuan, karakter, dan keahlian dalam mengelola kapital, negara,
dan pemerintahan sehingga melekat hak alamiah pada pemilik suatu
spesialisasi. Visi Obama ini mirip pemikiran Plato dalam buku The Republic dan gagasan Francis Bacon
tentang scientia potentia estatau
knowledge is power. (Haas, Ernst B., 1990).
Konflik
Israel-Palestina
Adagium klasik tentang kapitalisme
global selama ini menyatakan bahwa energi murah dan melimpah adalah lokomotif
pertumbuhan. Sedangkan, kelangkaan energi fosil dan mahalnya energi fosil
adalah lonceng kematian pertumbuhan ekonomi. Contoh nyata antara lain oil-shock pada 1973 dan 1979 yang
dipicu oleh embargo minyak oleh negara-negara OPEC. Ketika itu, ekonomi AS,
Eropa, dan Jepang terjebak pada resesi. Begitu pula krisis keuangan global
pada 2008, dipicu oleh lonjakan harga minyak dunia. Harga minyak naik dari
level 20 dolar AS per barel tahun 2000 menjadi 147 dolar AS per barel tahun
2008 (Jeff Rubin, 2009).
Konflik Israel-Palestina bertempat
di Timur Tengah, zona pusat pasokan minyak dunia. Jika eskalasi konflik ini
tidak dapat dihentikan maka negara industri maju atau kapitalisme global
berbasis bahan bakar fosil berisiko stagnan dan resesi. Karena itu, AS mensponsori
gencatan senjata antara Israel-Palestina. Artinya, pertumbuhan ekonomi AS
atau kapitalisme AS masih sangat bergantung pada pasokan minyak dari Timur
Tengah.
Konflik Israel-Palestina memasuki
fase baru. Bermula dari upaya Hamas menguasai Jalur Gaza sejak 2007 dan
Parlemen Palestina pada 2006. Israel memblokir jalur Gaza guna mencegah
penyelundupan senjata. Luas jalur Gaza 141 mil persegi atau 1,75 persen dari
luas total pendudukan Israel. Jumlah penduduknya 1,7 juta jiwa. Hamas menyerang
Israel dengan roket Fajr-5 seberat 2403 pon buatan Iran hingga kota Tel Aviv,
utara Israel, dan kota Dimona, selatan Israel. Jangkauan Fajr sejauh 47
mil ke wilayah Israel mengancam 3,5 juta juta penduduk atau 45 persen warga
Israel. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar