Reformasi
Hukum di Indonesia
Rachmat Gobel ; Pelaku Usaha
|
KOMPAS,
26 November 2012
Keberhasilan penerapan demokrasi di
Indonesia sekarang ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demokrasi dan stabilitas menjadi fondasi
baru dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Kendati begitu, masih terdapat
suatu area di mana kita masih tertinggal, yaitu reformasi hukum. Hukum adalah
kerangka kerja di mana kita menggunakan hak-hak kita sebagai manusia dan
memenuhi tanggung jawab kita sebagai warga negara.
Pemaparan saya di sini berdasarkan
pengalaman panjang yang telah saya lalui, sebagai seorang pengusaha dan
sebagai warga negara Indonesia. Saya merasakan, saat ini hukum di Indonesia
kurang dapat mengikuti perkembangan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
Reformasi hukum memiliki konsekuensi politik dan sosial penting, selain
sangat krusial bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Seperti di negara lain,
perekonomian Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh globalisasi.
Itu berarti kita tak lagi bersaing hanya di
antara kita sendiri, tetapi juga dengan bangsa lain di dunia. Untuk itu,
hukum harus mampu memberikan keunggulan kompetitif untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan ekonomi. Akibat dari hukum yang terkesan asal-asalan
dan tak disusun dengan baik serta perilaku tak pantas sejumlah pejabat
pembuat kebijakan dan penegak hukum, Indonesia menjadi kurang menarik bagi
investor asing dibandingkan negara-negara lain. Hal ini menjadi penghambat
tumbuh kembangnya perusahaan baru dan membuat perekonomian kurang efisien.
Dimensi Internasional
Menurut laporan Ease of Doing Business Bank Dunia, ada keterkaitan kuat antara
reformasi hukum dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pemerintahan dan
sistem hukum yang kuat penting dalam menciptakan lingkungan yang ramah bagi
kegiatan bisnis. Termasuk di sini terkait pelaksanaan kontrak, perlindungan
bagi investor dan resolusi dari kegagalan usaha.
Dalam laporan 2012, Bank Dunia mencatat
bahwa pada 2010-2011, sekitar 46 persen dari langkah reformasi yang dilakukan
negara-negara berpenghasilan rendah berfokus pada upaya memperkuat institusi
hukum; meningkat dari 18 persen tahun sebelumnya. Kecenderungan serupa
terjadi di kalangan negara berpenghasilan rendah-menengah dan
tinggi-menengah.
Setelah mengalami sedikit perbaikan pada
2011, kinerja Indonesia semakin tertinggal jauh. Dalam indeks keseluruhan,
Indonesia menempati urutan ke-129 pada 2012, turun delapan posisi dari 2011.
Penelitian menunjukkan, reformasi hukum
sangat terkait dengan pencapaian hasil ekonomi, seperti peningkatan investasi
dan perbaikan daya saing. Dari survei yang dilakukan American Chamber of Commerce di Singapura terhadap para investor
terkemuka AS di negara-negara ASEAN pada 2012, transparansi dan kepastian
hukum menjadi faktor terpenting yang sangat memengaruhi keputusan investasi.
Sistem hukum Indonesia yang relatif lebih
lemah memengaruhi tingkat daya saing dan daya tarik Indonesia sebagai tujuan
investasi (Global Competitiveness
Report 2011/2012). Jika tren ini terus berlanjut, kita akan kian
tertinggal dari kompetitor di tingkat regional, dalam menarik investasi dan
membangun perusahaan berkelas dunia.
Pengalaman internasional menunjukkan
reformasi hukum mendapatkan momentum pada saat terdapat dorongan awal kuat
untuk mewujudkan target ekonomi yang jelas. Rencana ke depan Indonesia harus
mencakup reformasi hukum jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka
pendek tiga tahun mendatang, Indonesia harus mampu meningkatkan efisiensi dan
transparansi dari sistem hukum.
Langkah yang harus dilakukan, pertama,
meningkatkan tingkat kepercayaan publik terhadap sistem hukum dengan
memperbaiki profesionalitas lembaga peradilan. Gaji para hakim perlu
ditingkatkan secara signifikan untuk menarik orang-orang berbakat dan
mempromosikan sistem hukum yang bersih. Opini hukum perlu dipublikasikan agar
terdapat peningkatan pengawasan publik. Pengawasan publik akan menciptakan
akuntabilitas yang lebih besar. Anggaran operasi yang jelas dan terpisah
untuk sistem peradilan akan memperkuat kemandirian dari hukum.
Kedua, memperbaiki platform teknologi
informasi dalam sistem hukum, untuk kepentingan pengelolaan kasus yang lebih
efisien. Negara perlu menyediakan lebih banyak akses informasi bagi
pihak-pihak yang berperkara di sepanjang durasi kasus yang dimejahijaukan.
Demikian juga publik harus diberi informasi seluas-luasnya melalui
inisiatif-inisiatif seperti hukum on-line. Ada kebutuhan mendesak, untuk
memastikan bahwa tidak ada penundaan yang tidak perlu atau ketidakefisienan
di dalam sistem hukum.
Ketiga, membentuk pengadilan komersial
terpisah agar beban kasus dapat disebar antara kasus-kasus komersial dan
nonkomersial. Ini juga akan membuat hakim mampu menjadi spesialis dan ahli
dalam area-area hukum yang berbeda. Kualitas putusan dan layanan hukum dengan
sendirinya akan meningkat.
Reformasi Jangka Panjang
Reformasi-reformasi jangka pendek seperti
ini akan sangat menentukan panggung untuk reformasi yang berjangka lebih
panjang dan lebih menyeluruh.
Dalam jangka panjang, langkah meliputi,
pertama, kajian menyeluruh untuk memastikan konsistensi dan kejelasan yang
lebih besar di antara hukum-hukum dan peraturan. Ini akan mendukung
terciptanya lingkungan yang ramah terhadap kegiatan usaha.
Indonesia masih bergantung pada hukum-hukum
produk era kolonial Belanda. Sesuai dengan hukum Belanda, pengadilan
Indonesia tak menerapkan prinsip preseden saat mengambil keputusan hukum. Hal
ini sering kali menyebabkan keputusan hukum menjadi subyektif dan terkesan
tidak konsisten.
Sebuah laporan Bank Dunia menyebutkan, 80
persen peraturan pemerintah yang disahkan sebelum 2007 tidak konsisten dengan
hukum nasional. Misalnya, pemanfaatan sumber daya panas bumi di kawasan
hutan. Ini berlawanan dengan hukum kehutanan, yang melarang kegiatan
eksploitasi di dalam kawasan hutan.
Juga, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2006 yang mengharuskan proyek-proyek infrastruktur yang sifatnya build-operate-transfer atau build-transfer-operate diikuti minimal
lima peserta tender. Padahal, dalam peraturan proyek public-private partnership (kemitraan pemerintah-swasta) hanya
disyaratkan tiga peserta.
Kedua, memperkuat institusi hukum, termasuk
di dalamnya Komisi Hukum Nasional, Komisi Yudisial, Komisi Ombudsman
Nasional, dan Kementerian Hukum. Selain itu diperlukan pula penguatan sekolah
dan pendidikan hukum, lembaga penegak hukum, dan petugas hukum dalam sistem
pengadilan. Institusi lain, seperti Indonesian
Center for Legal and Policy Studies, juga perlu diperkuat.
Ketiga, mempersiapkan Indonesia sebagai
ekonomi abad ke-21. Kita perlu mengembangkan undang-undang dan peraturan baru
di bidang-bidang tertentu, seperti perubahan iklim, perlindungan terhadap hak
atas kekayaan intelektual (HKI), aliran data digital, dan privasi. Hal ini
akan membantu Indonesia bergerak dari ekonomi berbasis SDA menjadi ekonomi
bernilai tambah tinggi.
Keberadaan UU dan peraturan yang mampu memberikan
kepastian perlindungan HKI akan mendorong pengusaha Indonesia berinvestasi
pada kegiatan inovasi. Rezim HKI yang tepat juga membantu mendorong
komersialisasi dari inovasi-inovasi dan ekspornya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar