Dicari
Wirausaha Muda
Sasongko Tedjo ; Wartawan Suara Merdeka,
Ketua
Panitia ’’Idemuda’’ Kadin Jateng
|
SUARA
MERDEKA, 21 November 2012
INDONESIA memulai era
swastanisasi pada pertengahan 1980-an, tepatnya tahun 1986 setelah pemerintah
meluncurkan serangkaian paket pertama deregulasi dan debirokratisasi. Inilah
awal kebangkitan ekonomi swasta setelah sebelumnya APBN lebih mendominasi
gerak pertumbuhan ekonomi didukung oleh ekspor migas yang luar biasa
besarnya. Ibarat blessing in disguise, kemampatan rezeki minyak mulai
mendorong kesadaran untuk membangkitkan ekonomi swasta.
China memulai pada satu dekade sebelumnya yakni pertengahan 1970-an. Meskipun hanya berjarak 10 tahun harus kita akui kemajuan yang dicapai negeri itu jauh lebih dahsyat. Angka pertumbuhan ekonomi rata-rata sudah dua digit atau di atas 10%, sedangkan kita baru bergerak 5-6%. China dengan penduduk lebih 1 miliar jiwa sekarang bahkan menjadi raksasa ekonomi dunia, menyamai Amerika Serikat. Selain banyak faktor yang menunjang geliat bisnis di negara itu, seperti infrastruktur, insentif pemerintah, dan politik yang sangat stabil, salah satu kunci penting bagi pendorong ekonomi China adalah keberadaan wirausaha. Pelaku-pelaku bisnis atau entrepreneur itulah yang menjadi penentu. Di Indonesia pertambahan pelaku usaha masih relatif lambat. Pelaku usaha di berbagai bidang bisnis masih didominasi pemain-pemain lama. Jangankan dibandingkan dengan China, dibanding Singapura atau Malaysia saja kita masih kalah jauh. Berdasarkan data survei Badan Pusat Statistik (BPS) 2008, jumlah wirausaha di Indonesia baru mencapai 1,56% dibandingkan dengan jumlah penduduk. Padahal Malaysia sudah mencapai 4%, Thailand 4,1%, dan Singapura 7,2%. Kalau tidak segera ditambah atau bertambah jangan heran kalau akhirnya kebutuhan wirausaha domestik justru diisi oleh pemain-pemain asing. Bukan hanya sepak bola yang harus mengimpor pemain asing, untuk wirausaha pun Kita harus membutuhkan kehadiran mereka. Sungguh ini sebuah ironi di negara yang berpenduduk sekitar seperempat miliar jiwa. Virus Enterpreneur Forum Enterpreneur Summit 2011 sudah merekomendasikan penambahan 5 juta wirausaha baru sampai tahun 2025. Jumlah itu sangat banyak, apalagi sampai sekarang belum banyak lembaga pendidikan khusus yang mampu mencetak wirausaha muda. Masih ada jarak dengan dunia perguruan tinggi yang lebih banyak memberikan pelajaran teori daripada praktik. Mereka juga tak pernah mempersiapkan mental wirausaha kepada mahasiswa. Terobosan kultural bisa dilakukan melalui pendidikan di jalur formal. Karena kendala terbesar justru faktor budaya mengingat sebagian besar masyarakat kita masih memiliki mindset lama yang menempatkan pengusaha dan wirausaha di bawah birokrasi atau pegawai negeri/BUMN. Masyarakat yang sebagian besar masih lebih menghargai status ketimbang karya. Inilah yang disebut dengan being society padahal dalam dunia modern yang lebih penting adalah penghargaan atas karya dan tingkat produktivitas. Maka, haruslah digeser dari being society menjadi doing society. Dalam praktik paling sederhana adalah mengubah sikap mental para orang tua, dari selama ini selalu ingin mencari menantu PNS ke depan justru bangga bila bermenantukan anak muda yang mempunyai usaha sendiri walaupun masih kecil-kecilan. Maka sangatlah tepat dan strategis langkah-langkah dan kebijakan yang dilakukan berbagai instansi, baik pemerintah maupun organisasi seperti Kadin, Hipmi, kalangan perbankan dan dunia pendidikan, untuk menumbuhkan dan menyebarluaskan virus entrepreneur kepada anak-anak muda. Mereka diajarkan tentang semangat berwirausaha. Menjadi kaya itu adalah hak asalkan tidak diperoleh lewat korupsi sehingga perlu belajar mempunyai usaha mandiri. Sikap hedonisme masyarakat di satu sisi bisa positif asalkan dibarengi motivasi bekerja keras untuk memperoleh sebanyak-banyaknya uang, dan bukannya justru menumbuhkan dampak negatif, yakni mental jalan pintas atau korupsi. Jargon untuk itu sudah banyak, sementara ikon-ikon pengusaha muda yang baru dilahirkan sudah bermunculan di berbagai bidang. Sebut misalnya Sandiaga S Uno, Chairul Tanjung, Anindya Bakrie, Kukrit Suryo Wicaksono dan lain-lain. Atau yang kelasnya masih menengah ke bawah tetapi sangat inspiratif untuk mendorong anak muda berbisnis juga tidak kurang seperti Saptuari dengan kedaidigital.com-nya dan masih banyak lagi. Potensi Raksasa Pemerintah perlu mempersiapkan serangkaian kebijakan, termasuk pemberian insentif untuk mendorong kemunculan wirausaha-wirausaha baru, terutama anak-anak muda. Apalagi momentum itu sudah sangat tepat untuk tidak dikatakan agak terlambat. Maka mulai orientasi di bidang keuangan dan perbankan sampai dengan urusan perizinan, haruslah dipermudah. Berbicara soal modal wirausaha kita tidak usah berbicara soal angka ratusan juta atau miliaran rupiah. Usaha mikro yang sekarang digalakkan justru diawali dengan modal di bawah Rp 50 juta. Bahkan di bawah Rp 10 juta pun sudah bisa dijadikan awal dari usaha baru, seperti yang disyaratkan dalam ’’Idemuda’’ yang digelar Kadin Jateng dan Suara Merdeka. Kita tentu masih ingat petuah tokoh senior entrepreneur di Indonesia yakni Ciputra, yang mengatakan dalam dunia bisnis, ide dan kreativitas justru yang lebih penting karena uang atau modal itu relatif lebih gampang karena akan datang dengan sendirinya. Usaha mikro seperti yang banyak memunculkan wirausaha muda belakangan ini memang lebih banyak masuk di sektor informal namun hal itu tidak masalah sebab nanti ketika secara bertahap mulai besar, dengan mudah dapat diformalkan. Misalnya harus mulai memiliki NPWP dan perizinan yang diperlukan. Contoh konkretnya adalah usaha kos yang makin berkembang karena kebutuhan yang sangat besar. Yang jelas potensi Indonesia sangatlah raksasa di bidang ekonomi. Bayangkan penduduk yang padat adalah potensi pasar luar biasa. Jumlah kelas menengah di Indonesia yang mempunyai daya beli relatif besar akan mencapai 45 juta orang pada akhir tahun ini. Jumlah itu akan membengkak menjadi 90 juta konsumen pada 2030. Semuanya membutuhkan pasokan barang dan jasa yang sangat beragam. Siapa yang akan memenuhi kalau bukan para wirausaha tersebut. Maka negeri ini sedang mencari wirausaha-wirausaha baru, terutama dari generasi muda. Karena pada saat yang sama, kita harus memikirkan ledakan angkatan kerja baru yang pada tahun 2030 mencapai 43 juta jiwa. Siapa lagi yang bisa diharapkan memecahkan problem kebangsaan kita ini kalau bukan kelahiran wirausaha-wirausaha itu. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar