Kamis, 22 November 2012

Menantang Dahlan Iskan


Menantang Dahlan Iskan
Tulus Santoso ;  Direktur Kajian Kebangsaan Syndicate
Indonesia for Transformation (Syndrom UI)
SUARA KARYA, 21 November 2012

Belakangan, Menteri BUMN Dahlan Iskan ramai berkicau di media massa ihwal dugaan banyaknya anggota DPR yang kerap meminta upeti kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Masa reses para wakil rakyat di Senayan pun diwarnai rasa penasaran khalayak, mengenai siapa-siapa saja anggota dewan yang dimaksudkan oleh juragan Jawa Pos Grup tersebut.
Reaksi pun bermunculan, sejumlah politisi Senayan kebakaran jenggot. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon sempat menyerang balik dengan mengatakan kalau Dahlan Iskan pernah melakukan inefisiensi sebesar Rp 37 triliun sewaktu memimpin PT PLN. Namun, rupanya khalayak berdiri tegak di belakang Pak Menteri.
Badan Kehormatan (BK) DPR pun akhirnya mengagendakan pemanggilan terhadap Dahlan Iskan pada Senin (5/11) lalu untuk mengklarifikasi pernyataan Dahlan Iskan di media massa. Publik tampaknya begitu menantikannya dengan rasa penasaran semakin membuncah, siapa sebenarnya 10 nama yang sudah dikantongi oleh Menteri BUMN tersebut?
Namun, kedatangan Dahlan Iskan ke DPR tersebut telah meruntuhkan kepercayaan publik terhadapnya. Alih-alih menyebutkan 10 nama anggota DPR yang terlibat pemerasan, pria nyentrik tersebut hanya menyerahkan dua nama kepada BK DPR. Dahlan Iskan disebut hanya bertutur kepada anggota BK, tanpa menyertakan bukti-bukti.
Publik pun bertanya, apakah Dahlan Iskan berbohong, atau takut? yang menjadi menarik kemudian adalah karena dua nama yang disebut, yaitu IL dan SM berasal dari Partai Golkar dan PDIP. Golkar diketahui sering membelot terhadap koalisi pemerintah, sedangkan PDIP merupakan fraksi di DPR yang selalu mengkritisi kebijakan Pemerintah SBY. Pertemuan dua jam dengan BK pun berakhir dengan antiklimaks. Wartawan dan khalayak hanya disuguhi oleh keterangan pers yang pastinya kurang memuaskan.
Pantas saja, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membiarkan 'kicauan' Dahlan Iskan ini, karena partainya ternyata tidak diobok-obok oleh menterinya itu. Di sisi lain, muncul anggapan bahwa Dahlan Iskan tidak mau merusak reputasinya karena temuan BPK yang menyatakan Dahlan melakukan inefisiensi selama menjabat Dirut PLN. Belum lagi, disebut-sebut petinggi di sejumlah BUMN merupakan orang-orang Dahlan sewaktu di Jawa Pos. Jika benar, tentu sangat disayangkan karena ada kesan rakyat terus-menerus disuguhi politik pencitraan ala Dahlan.
Dahlan yang sudah puluhan tahun menjadi wartawan, tampaknya memang tahu betul apa yang dikehendaki oleh media massa untuk diolah menjadi berita. Tindak tanduknya sewaktu menjadi pejabat pun memang begitu seksi bagi media. Aksi koboy-nya di pintu tol yang akhirnya membuatnya malu sendiri karena menggratiskan pengguna jalan tol yang dikelola oleh swasta, tak urung menghentikan tingkahnya yang genit.
Keuntungan Dahlan adalah kegenitannya tersebut difasilitasi oleh Jawa Pos Grup seantero Indonesia. Berita yang menyangkut bos-nya itu, terutama yang dinilai positif di mata publik tak pernah luput dari tiap halaman di lembaran media yang digawanginya. Jawa Pos Grup, dan media massa lainnya kini menjadi tools bagi Dahlan untuk menaikkan bargain position-nya. Namun lebih tepatnya, relasi Dahlan dan media lebih kepada simbiosis mutualisme, karena celoteh Dahlan adalah berita besar.
Hal ini memang tidak salah, itu merupakan kekuatan dan kelebihan Dahlan Iskan untuk mendongkrak pamornya. Tapi rasanya, rakyat sudah paham betul dengan praktik politik pencitraan. Masyarakat Indonesia pun tampaknya sudah merasa lelah setelah hampir 10 tahun dininabobokan oleh pencitraan pemimpinnya. Dhus, sudah saatnya pejabat bertindak konkret, bukan hanya memoles citra di media.
Sudah saatnya Dahlan Iskan melakukan langkah konkret apabila memang ingin menaikkan pamornya dan ada niat untuk dilirik partai politik dalam kontestasi Pilpres 2014 mendatang. Jika memang ingin mengabdi kepada rakyat sebaiknya jangan hanya Omdo (Omong Doang). Bila memang dirinya gerah dengan praktik korupsi, pemerasan, ada lembaga negara seperti polisi, kejaksaan, serta KPK yang siap untuk menuntaskannya.
Terkait dengan kicauannya lebih kurang di media massa soal oknum DPR yang kerap memeras BUMN, sejatinya tak perlu digembar-gemborkan. Apalagi hal itu sudah menjadi rahasia umum bahwa praktik persekongkolan antara eksekutif dengan legislatif memang seringkali terjadi.
Tak ada bedanya Dahlan dengan elite lainnya, termasuk Presiden SBY bila hanya bisa mengeluh. Dahlan akan berbeda bila dia berani melaporkan dan mengungkapnya kepada KPK kalau ada penyimpangan dalam pengelolaan uang rakyat.
BK masih memberikan waktu lebih kurang seminggu untuk melengkapi data-data oknum DPR yang dituding memeras BUMN. Akhirnya, setelah ramai media menghujat Dahlan, Rabu lalu (7/11/12) menteri yang kerap melempar senyum itu kembali menyerahkan lima nama anggota DPR yang diduga memeras BUMN. Penulis tentu mengapresiasi langkah tersebut, tetapi semoga nama yang disebutkan bukan sebuah kompromi ditataran elite.
Setelah ini, semoga Dahlan menjadi lebih berani untuk menyambangi KPK. Karena tindak pemerasan ataupun korupsi, tempat pengaduannya adalah KPK, bukan kepada BK. Keberanian untuk melaporkan, tak hanya penyimpangan oleh lembaga lain, tetapi berbagai penyimpangan yang ada di lembaganya sendiri, tentu akan membuat Dahlan mendapat tempat tersendiri di hati masyarakat Indonesia.
Bila kebenaran yang diperjuangkan, percayalah, berbagai pihak tentu mendukung, dan rakyat akan membentuk barisan membentengi. Sebaliknya, bila salah melangkah, berlaku pepatah, mulutmu adalah harimaumu, akan merengkah kepalamu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar