Liberal Arts
Dasar Pendidikan Tinggi
Mayling Oey-Gardiner ; Ketua
Pusat LA, UPJGB FEUI; Anggota Komisi Ilmu Sosial AIPI
|
KOMPAS,
28 November 2012
Walaupun berkembang di Eropa sejak zaman
antik, dunia kontemporer mengenal pendidikan liberal arts mengakar di Amerika
Serikat. Kecuali community college yang menyediakan pendidikan terapan,
praktis semua pendidikan tinggi setingkat S-1 berparadigma liberal arts.
Hal ini dapat dibaca dalam situs web
perguruan tinggi (PT) AS yang masuk peringkat utama dunia. Sebutlah seperti
PT swasta Harvard, Princeton, Yale, Stanford, juga negeri, antara lain
University of California, University of Wisconsin, University of Illinois,
serta institut teknis, seperti MIT, IIT, dan Caltech. Menurut Academic
Ranking of World Universities 2012: dari 25 PT dunia terbaik 19 adalah PT AS;
dari 50 PT terbaik 36 berasal dari AS.
Tidak heran bila paradigma liberal arts
makin banyak diimpor negara lain, termasuk Eropa. Bahkan, paradigma ini akan
menjadi skema dasar pendidikan di Eropa dan Australia, juga di PT ternama
sejumlah negara Asia, seperti Jepang, Korea, Hongkong, India, dan Pakistan. National University of Singapore pun—
yang melejit masuk ranking dunia—mengadopsi liberal arts.
Pengertian liberal arts berasal dari zaman antik klasik. Liberal arts
dipelajari oleh warga bebas dalam arti bukan budak. Waktu itu pendidikan
liberal arts terdiri dari gramatika, retorika, dan logika. Pada periode Abad
Pertengahan, ketiga kemampuan yang dinamakan trivium itu dirasa memerlukan
imbangan quadrivium yang meliputi matematika, geometri, musik, dan astronomi
(termasuk astrologi). Ketujuh bidang ini masuk kurikulum PT Abad Pertengahan.
Ciri penting hasil didikan liberal arts:
bekal dan fondasi luas pada berbagai bidang ilmu dasar. Dengan kemampuan
berekspresi lewat cara berbahasa (gramatika dan retorika) dan matematika
(logika), lulusannya dimampukan mengutarakan pendapat dengan bahasa yang baik
dan benar, sistematis dan logis. Mereka juga dibentuk menjadi manusia utuh,
intelek yang mampu berpikir dan berwawasan luas karena juga paham geometri,
musik dan astronomi.
Dengan bekal demikian lulusannya lebih
mampu berpikir, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan bahkan mampu mengubah
lingkungannya. Jangan heran jika ada sejarawan menduduki puncak pimpinan
bank.
Pendidikan liberal arts memberi bekal dasar
ilmu pengetahuan yang memungkinkan lulusannya berpikir bebas, kreatif, dan
bertanggung jawab secara ilmiah. Mereka akan dimampukan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan, mereka akan dapat menambah pengetahuan
di bidang yang mungkin sekali dianggap tidak berhubungan, seperti ilmu pasti
dan alam yang dipelajari bersamaan dengan kesenian atau olahraga.
Menjawab Pasar
Pasar tenaga kerja, terutama bagi lulusan
PT, akan terus berubah pesat. Hal ini terkait dengan perkembangan teknologi
dan saling keterkaitan dalam pasar global yang juga berdampak besar pada
Indonesia. Maka, mereka yang berpendidikan tinggi dan ingin relevan dalam
pasar kerja harus terus mampu mengembangkan pengetahuan agar peluang berganti
haluan, bahkan berganti profesi, tetap terbuka.
Dunia yang berubah cepat membutuhkan
berbagai profesi dan vokasi dengan kemampuan imajinasi luas dan kritis.
Kebutuhan pengetahuan dasar tersebut lebih tepat dipenuhi oleh program
pendidikan liberal arts yang menyiapkan siswa agar mampu menjawab tantangan
yang terus berkembang (James Engell, Harvard University).
Paradigma liberal arts berbeda dengan di
Indonesia. Di satu sisi, pendidikan liberal arts menyiapkan lulusan untuk
terus mengembangkan pemikiran serta mampu melanglang buana menghasilkan
kreasi dan inovasi secara teknologi dan sosial. Sebaliknya, pemerintah, yang
meletakkan dasar harapan orangtua, bervisi jauh lebih jangka pendek. Orangtua
mengharapkan putra- putrinya selesai S-1 langsung memasuki dunia kerja dengan
keterampilan vokasi. Makin banyak jenis vokasi tidak lagi mengikuti ilmu
pengetahuan tetapi sudah merupakan ilmu terapan.
Adalah dalam konteks demikian diusahakan
paradigma liberal arts. Semua siswa diperkenalkan pada berbagai bidang ilmu
pengetahuan dalam kelompok (1) humaniora, (2) ilmu pengetahuan alam, dan (3)
ilmu pengetahuan sosial.
Tekanan diberikan pada pengembangan kemampuan
berpikir dan menulis kritis melalui perkenalan dengan kesusastraan Indonesia.
Pengembangan ini menjawab keluhan dosen tentang ketidakmampuan mahasiswa
memformulasikan pertanyaan, pendapat, ataupun menulis esai untuk membangun
argumentasi secara ilmiah.
Pengembangan bahasa Indonesia didukung
pelajaran matematika yang menekankan logika sebagai dasar berpikir.
Perkenalan pada berbagai bidang ilmu pengetahuan alam dan sosial diharapkan
membangun kesadaran mahasiswa tentang lingkungan fisik serta sosial yang
tidak terpisah dan harus dihadapi pada saat bersamaan. Dengan landasan
pendidikan liberal arts,
diperkirakan lulusan S-1 lebih siap menyerap pengetahuan, termasuk ilmu
terapan dalam dunia profesi yang akan digelutinya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar